(21/7) Menkes dr. Endang Rahayu Sedyaningsih MPH, Dr.PH. membuka Seminar Nasional Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) bertema Pemenuhan Pelayanan Kedokteran Bermutu Sebagai Wujud Perlindungan Masyarakat.
Dalam sambutannya Menkes menyatakan, dokter/dokter gigi (dr./drg.) adalah figur penolong kemanusiaan. Agar kesan ini tertanam di masyarakat, dr./drg, perlu rela berkorban, peduli pada penderitaan pasien, empati, menghargai hak-hak pasien, dan menjadi pendidik masyarakat agar berperilaku hidup bersih dan sehat.
“Kesemuanya ini adalah inti dari keluhuran profesi dr./drg. dalam lingkup upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif”, tegas Menkes.
Menkes menambahkan, keluhuran profesi dr./drg. adalah peneguh janji kepada masyarakat sesudah sumpah yang dilafalkan di almamater masing-masing. Termasuk janji untuk setiap 5 tahun mempertahankan kompetensi melalui Continuing Professional Development (CPD). CPD merupakan rangkaian proses re-sertifikasi profesi melalui rantai peran kolegium organisasi profesi (OP) dan KKI.
“Kerja sama yang mantap, berdedikasi tinggi, tulus, terkoordinasi, dan cerdas antara Organisasi Profesi (OP) beserta kolegiumnya sangat diperlukan. Kerja sama penyelenggara CPD termasuk FK/FKG dan RS Pendidikan dengan KKI, harus dipupuk dan dikembangkan. Hendaknya diperhitungkan dengan tepat agar semua dr./drg. berpeluang sama untuk memasuki pintu terpusat di KKI. Jika tidak, akan berpotensi menimbulkan obstruksi pelayanan”, ujar Menkes.
Meski demikian kerja sama ini tidak boleh mengorbankan dr./drg yang tengah menunggu proses re-sertifikasi menjelang re-registrasi, ataupun mengorbankan masyarakat. Sebab, para dr./drg. khususnya di Daerah Terpencil, Perbatasan dan Kepulauan (DTPK), di birokrasi, dan yang sedang mengambil pendidikan akan menjadi korban akibat kurang lancarnya kerja sama antara para pemangku kepentingan tersebut, tambah Menkes.
Menurut Menkes, setiap dokter dan dokter gigi adalah teladan masyarakat luas. Oleh karenanya, harus berperilaku elok dan terpuji. Dengan demikian akan terwujud pemenuhan standar pendidikan dan praktik kedokteran yang ditetapkan oleh KKI.
Menkes menyatakan, KKI merupakan mitra Pemerintah dalam melaksanakan kebijakan kesehatan, khususnya yang menyangkut praktik kedokteran. Bersama dengan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), asosiasi institusi pendidikan kedokteran, RS pendidikan dan kolegium profesi, Pemerintah mengembangkan pola koordinasi sekaligus pengaturan bidang kedokteran.
Menkes menilai, Seminar Nasional KKI kali ini relevan dengan upaya Kemkes untuk meningkatkan akses masyarakat pada pelayanan kesehatan yang bermutu.
Menkes berharap, KKI dan Organisasi Profesi (OP) mampu memberikan kontribusi saran dan kerja sama terhadap reformasi birokrasi yang tengah dijalankan di bidang kesehatan. Selanjutnya, KKI dan OP melalui kolegium spesialisnya masing-masing mereformasi diri untuk memperbesar jumlah daya produksi dokter spesialis yang diperlukan masyarakat, memantapkan sistem rujukan, dan mengawal terbentuknya BPJS Kesehatan.
KKI melalui Majelis Kehormatan dan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) dan OP melalui Majelis Kode Etik Kedokteran/ Majelis Kode Etik Kedokteran Gigi (MKEK/MKEKG) dan majelis kolegiumnya, ikut membina dan mengawasi anggotanya supaya menjalankan clinical pathway yang etis, sesuai standar profesi dengan pelayanan medik dan sesuai ketentuan INA-CBG. Selain itu, menerapkan dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP) di semua lini faslitas pelayanan kesehatan. Mencegah, mengawasi, dan menyelesaikan konflik etikolegal antar sejawat yang belum reda, serta tidak mengkomersialisasikan praktiknya, tutur Menkes.
Menkes menekankan semua peserta seminar untuk perkokoh PPNS (penyidik pegawai negeri sipil) khusus kesehatan serta tim aparatur pengawasan dan pembinaan praktik kedokteran. Demi kepentingan terbaik pasien,para dokter spesialis harus saling berkomunikasi satu sama lain dalam menangani pasien dengan komplikasi. Jangan menolak pasien atau meminta uang muka dari pasien gawat darurat. Jangan saling menjelekkan sejawat; tidak menyuburkan pelayanan yang terkotak-kotak; jangan menyandera pasien, kurang menghargai atau gagal mengelola hak atas informasi pasien, atau menyandera bayi.