Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) telah berjalan 2 tahun. Di akhir tahun 2015, Menkes Nila F. Moeloek mengakui masih perlu banyak pembenahan, khususnya di bidang regulasi. Meski menyadari masih banyak kekurangan, Menkes menegaskan bahwa program JKN ini harus terus berjalan.
“Saya ingin JKN ini harus berlanjut. Saya selalu mengatakan dulu banyak masyarakat kita tak memiliki akses pelayanan kesehatan, sekarang kita sudah membantu, tahun depan insya Allah 92,4 juta jiwa yang preminya dibayarkan oleh pemerintah,” kata Menkes RI di acara Kupas Tuntas JKN, di Jakarta (29/12).
Menkes menegaskan, dua tahun pelaksanaan JKN ini bukan hal yang sudah prima, sudah sempurna. Masih banyak hal kelemahannya. Melalui pertemuan ini Menkes memperoleh banyak pendapat bukan dari Kementerian Kesehatan saja tapi juga dari BPJS, Persatuan Rumah Sakit, Kementerian Keuangan, pakar pembiayaan kesehatan, akademisi dan pemerhati.
Beberapa hal yang jadi topik pembicaraan sepanjang tahun 2015 seperti status kepesertaan bayi baru lahir, besar iuran peserta, defisit JKN, kasus penipuan (fraud) oleh fasilitas kesehatan dan beberapa hal lainnya jadi indikator bahwa banyak hal yang harus dibenahi.
Dalam waktu dekat evaluasi yang akan dilakukan Kemenkes diantaranya adalah pelaksanaan sistem kapitasi, mengingat banyak keluhan datang dari para tenaga kesehatan yang merasa ada ketidakadilan dalam sistem di mana upah di tiap daerah dipukul rata meski beban pekerjaannya berbeda.
Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan RI dr Untung Suseno Sutarjo, MKes, mengatakan pemerintah menyadari hal tersebut dan tengah melakukan penyesuaian. Salah satu evaluasi yang dilakukan ada pada Permenkes No 59 terkait tarif-tarif pelayanan kesehatan.
Selain itu, ada banyak regulasi terkait JKN yang sedang direvisi oleh pemerintah. Salah satu isi perubahan ialah bahwa bayi yang lahir dari orangtua PBI JKN otomatis tercatat sebagai peserta PBI JKN. Sebelumnya, dalam PP Nomor 101/2012 bayi lahir dari peserta PBI JKN harus menunggu waktu enam bulan untuk masuk menjadi peserta PBI.
Dalam PP Nomor 76/2015 disebutkan, perubahan data PBI dilakukan melalui penghapusan, penggantian, dan penambahan.
Penghapusan dilakukan jika peserta PBI tak lagi memenuhi kriteria fakir miskin dan orang tak mampu, meninggal, dan terdaftar lebih dari satu. Penggantian dilakukan jika ada fakir miskin dan orang tak mampu belum jadi peserta PBI, data PBI dihapus, dan belum melampaui angka nasional PBI. Adapun penambahan dilakukan jika ada fakir miskin dan orang tak mampu belum jadi peserta PBI. Bayi baru lahir dari peserta PBI otomatis terdaftar jadi peserta PBI.
Fakir miskin dan orang tidak mampu yang dimaksud pada PP Nomor 76/2015 antara lain pekerja yang diputus hubungan kerja dan belum bekerja lagi setelah 6 bulan, korban bencana, pensiunan, kerabat pekerja yang meninggal, bayi baru lahir dari ibu peserta PBI, tahanan, dan penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS).
Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemkes melalui nomor hotline 1500-567; SMS 081281562620, faksimili: (021)52921669, dan alamat email kontak@kemkes.go.id.