Denpasar – Kabar baik bagi penderita gagal ginjal di Bali dan wilayah Indonesia Timur kini dapat melakukan transplantasi/cangkok ginjal di RS Sanglah, sebagai pengganti cuci darah. Transplantasi ginjal merupakan salah satu pilihan yang lebih murah dibandingkan dengan hemodialisa dan lebih baik dalam meningkatkan kualitas hidup dan produktivitas pasien. Pada tanggal 18 Januari 2016 RSUP Sanglah telah melakukan operasi transplantasi yang pertama dan berjalan lancar. Kondisi pasien baik sesuai dengan harapan dan ginjal cangkok segera berfungsi.
“Operasi pertama ini merupakan langkah awal baik yang akan memberikan optimisme bagi RSUP Sanglah dengan tim transplantasinya untuk melakukan langkah-langkah selanjutnya”, kata Menkes Nila F. Moeloek saat melakukan kunjungan kerja ke RS Sanglah di Bali (28/1). Pada kesempatan tersebut, Menkes juga menyempatkan diri berdialog dengan pasien transplantasi ginjal dan tim dokter serta jajaran Direksi.
Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah Bali mencanangkan program Transplantasi Ginjal sebagai pengembangan pelayanan di Bali dan di wilayah Indonesia Timur. Program ini sejalan dengan program penanggulangan penyakit ginjal terminal Kementrian Kesehatan, yang menunjuk beberapa RS tipe A termasuk RSUP Sanglah dalam pelayanan Cangkok Ginjal. Langkah awal program transplantasi ginjal di RSUP Sanglah diampu oleh tim Transplantasi Ginjal RS-Cipto Manngunkusumo/FK-UI Jakarta.
Penderita gagal ginjal yang menjalani hemodialisis regular jumlahnya semakin meningkat yaitu. Jumlah penderita sekitar empat kali lipat dalam 5 tahun terakhir. Saat ini diperkirakan gagal ginjal terminal di Indonesia yang membutuhkan cuci darah atau dialisis mencapai 150.000 orang. Namun penderita yang sudah mendapatkan terapi dialisis baru sekitar 100.000 orang. Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri) melaporkan, setiap tahunnya terdapat 200.000 kasus baru gagal ginjal stadium akhir.
Tindakan hemodialisis adalah tindakan mahal dan menyerap sebagian besar dana pemerintah. Lebih dari 2 triliun rupiah dana BPJS dihabiskan untuk membiayai hemodialisis selama tahun 2014. Jumlah ini merupakan sepertiga dari jumlah dana BPJS yang dihabiskan untuk penyakit katastrofik, nomor dua setelah penyakit jantung.
Diperlukan strategi yang tepat untuk mengatasi masalah ini. Transplantasi ginjal merupakan cara yang lebih murah dari hemodialisis, selain itu transplantasi ginjal dapat memutuskan ketergantunganterhadap hemodialisis, dan dapat meningkatkan kualitas dan harapan hidup pasien. Dengan asumsi hemodialisis 5 tahun, dengan biaya Rp 1.390.000 per sesi HD X 8 sesi per bulan selama 60 bulan diperlukan biaya Rp 480.000.000 dan Untuk biaya kunjungan rutin, dengan biaya obat ditambah dengan jasa dokter Rp 160.000 per kunjungan selama 5 tahun diperlukan biaya Rp 9.600.000. Sehingga total biaya pasien hemodialisis 5 tahun adalah Rp 676.600.000. Hal ini sesuai dengan paket BPJS 2015.
Biaya transplantasi ginjal yang ditanggung BPJS saat ini sebesar Rp 250.000.000. bila dibandingkan dengan tindakan HD (hemodialisis) selama lima tahun maka akan lebih hemat Rp 397.100.000. Diperkirakan biaya transplantasi ginjal diatas Rp. 250.000.000, hal ini akan diusulkan sebagai masukan ke BPJS untuk meningkatkan jaminan biaya transplantasi ginjal di RSUP Sanglah .
Pengembangan program transplantasi ginjal yang disiapkan sejak bulan Oktober 2015 dengan Membentuk Tim, Mengadakan Semiloka yang melibatkan pembicara local, pembicara dari FK-UI/RS Cipto Mangunkusumo Jakarta, Melakukan studi banding untuk melihat persiapan sampai dengan pelaksanaan transplantasi ginjal di RS Cipto Mangunkusumo Jakarta.
Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemkes melalui nomor hotline 1500-567; SMS 081281562620, faksimili: (021)52921669, dan alamat email kontak@kemkes.go.id.
Denpasar, 28 Januari 2016