Penelitian Electrical Capacitive Cancer Therapy (ECCT) hasil temuan Dr. Warsito Purwo Taruno, M.Eng yang dioperasikan PT Edwar Technology akan dilanjutkan sesuai dengan kaidah pengembangan alat kesehatan. Hasil tim review terdiri dari Kemenkes, Kemenristekdikti, LIPI, KPKN, menunjukkan bahwa EECT belum bisa disimpulkan keamanan dan manfaatnya.
Demikian pernyataan Plt. Kepala Badan Litbangkes Kemenkes RI, drg. Tritarayati, SH, MHKes, pada jumpa pers mengenai Hasil Review terhadap Riset Edward Teknologi di Kantor Kementerian Kesehatan, Rabu sore (3/2). Hadir pula dalam kesempatan tersebut Dirjen Penguatan Riset dan Pengembangan Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi, Dr. Muhammad Dimyati; Direktur Pengembangan Teknologi Industri, Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi, Dr. Eng. Hotmatua Daulay, M. Eng, B. Eng; dan Dr. Warsito Purwo Taruno, M.Eng.
“Mulai dari fase pra-klinik sampai dengan fase linik akan disesuaikan dengan kaidah cara uji klinik yang baik atau Good Clinical Practices (GCP), dengan difasilitasi dan disupervisi oleh Kemenristekdikti dan Kemenkes”, ujar drg. Tari.
Sejak awal Januari 2016, telah dibentuk konsorsium yang mengawal perkembangan ECCT dan ECVT dengan membuat protokol penelitian uji pra-klinik dan akan mendorong percepatan penyelesaian tahapan penelitian. Penelitian pra klinik dilaksanakan oleh konsorsium dan jika hasilnya baik dilanjutkan dengan uji klinik yang dilaksanakan di Fasyankes (RS Pendidikan) yang ditunjuk.
Pasien lama yang selama ini menggunakan ECCT diarahkan untuk mendapatkan pelayanan standar di 8 RS Pemerintah yang ditunjuk, yaitu: RS Hasan Sadikin, RS Dr. Karyadi, RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, RS Sanglah, RS Persahabatan, RS Sardjito, RS Dr. Soetomo, RS Dharmais. Tdak menutup kemungkinan RS lain yang bersedia.
“Jika pasien menghendaki penggunaan alat ECCT tetap diperbolehkan bersamaan dengan pelayanan kesehatan yang dijalani”, tutur drg. Tari.
Pada kesempatan yang sama, Dirjen Penguatan Riset dan Pengembangan Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi, Dr. Muhammad Dimyati menyatakan bahwa akses masyarakat memiliki hak untuk berobat atau memilih berobat untuk mendapatkan hak sehatnya sesuai dengan kemantapan pilihan. Masyarakat boleh memilih ke mana saja dalam mendapatkan akses berobat, namun Pemerintah berkewajiban untuk melindungi dan memfasilitasi akses terhadap kesehatan tersebut.
“Untuk itu keputusan tim yang tetap memfasilitasi temuan Dr. Warsito melalui RS yang ditunjuk itu menjadi alternatif paling baik”, kata Dimyati.
Sementara itu, Dr. Warsito menyambut gembira karena riset ini bisa dilanjutkan dan difasilitasi oleh Kemenkes dan Kemenristekdikti.
“Apa yang kami lakukan adalah teknologi yang pertama lahir di Indonesia meskipun dengan keterbatasan fasilitas, saya sangat berharap ini bias menjadi motivasi bagi anak-anak Indonesia yang lain”, pungkas Dr. Warsito.
Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemkes melalui nomor hotline (kode lokal) 1500-567, SMS 081281562620, faksimili (021) 5223002, 52921669, dan alamat email kontak@kemkes.go.id.