Beberapa tahun belakangan telah terjadi perubahan pola penyakit di Indonesia, antara lain dengan meningkatnya tren penyakit katastropik setiap tahun. Penyakit katastropik, merupakan penyakit berbiaya tinggi dan secara komplikasi dapat membahayakan jiwa penderitanya, antara lain: penyakit ginjal, penyakit jantung, penyakit syaraf, kanker, diabetes mellitus, dan haemofilia.
Mengutip data sebaran kasus dan biaya klaim di Rawat Jalan Tingkat Lanjut (RJTL) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan sampai dengan triwulan III tahun 2015, kasus sistem saluran kemih berjumlah sebanyak 3.094.915 urutan tertinggi ketiga, namun menghabiskan biaya lebih dari 3 Trilyun rupiah.
Demikian kutipan paparan Menteri Kesehatan dalam Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR RI, pada pertengahan Februari lalu di Gedung Nusantara, Jakarta (15/2).
“Kecenderungan meningkatnya tren penderita penyakit katastropik menyadarkan kita pentingnya menggalakkan upaya preventif dan promotif, serta screening bagi masyarakat terutama yang mempunyai risiko tinggi”, tutur Menkes.
World Kidney Day (WKD) atau Hari Ginjal Sedunia 2016 yang diperingati setiap hari Kamis pada minggu kedua di bulan Maret. Tahun ini, Hari Ginjal Sedunia jatuh pada tanggal 10 Maret 2016 dan berfokus pada “Pencegahan Penyakit Ginjal Harus Dilakukan Sejak Dini” demi membangun generasi mendatang yang lebih sehat.
Berkaitan dengan hal tersebut, Direktur Pengendalian Penyakit Tidak Menular, Kementerian Kesehatan RI, dr. Lily Sriwahyuni Sulistyowati, MM, menegaskan bahwa kerusakan jaringan ginjal yang berfungsi untuk menyaring darah atau dikenal juga dengan istilah Nefropati, merupakan penyakit tidak menular yang sebenarnya dapat dicegah. Penyakit ginjal dijuluki sebagai silent disease karena seringkali tidak menunjukkan tanda-tanda peringatan dan jika tidak terdeteksi, akan memperburuk kondisi penderita dari waktu ke waktu.
“Penyakit ginjal kronis bersifat irreversible, artinya tidak bisa menjadi normal kembali, yang bisa dilakukan hanyalah mempertahankan fungsi ginjal yang ada”, jelas dr. Lily.
Salah satu perawatan bagi penderita gagal ginjal kronis adalah hemodialysis atau lebih dikenal dengan sebutan cuci darah, yang dapat mencegah kematian tetapi tidak dapat menyembuhkan atau memulihkan fungsi ginjal secara keseluruhan. Pasien harus menjalani terapi dialysis sepanjang hidupnya (biasanya 1-3 kali seminggu) atau sampai mendapat ginjal baru melalui operasi pencangkokan ginjal.
Mengutip data 7th Report of Indonesian Renal Registry, urutan penyebab gagal ginjal pasien yang mendapatkan haemodialisis berdasarkan data tahun 2014, karena hipertensi (37%), penyakit dibetes mellitus atau Nefropati Diabetika (27%), kelainan bawaan atau Glomerulopati Primer (10%), gangguan penyumbatan saluran kemih atau Nefropati Obstruksi (7%), karena Asam Urat (1%), Penyakit Lupus (1%) dan penyebab lain lain-lain (18%).
“Dapat kita lihat bahwa sebagian besar penyebab gagal ginjal disebabkan faktor risiko perilaku yang kurang sehat, yang merupakan faktor risiko utama terjadinya penyakit tidak menular”, terang dr. Lily.
Melengkapi pernyataan tersebut, hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan RI tahun 2013 menunjukkan data bahwa penduduk Indoensia kurang aktifitas fisik (26,1%); penduduk usia > 15 tahun merupakan perokok aktif (36,3%); penduduk > 10 tahun kurang mengonsumsi buah dan sayur (93%); serta penduduk >10 tahun memiliki kebiasaan minum minuman beralkohol (4,6%).
Tidak hanya orang dewasa, anak-anak juga mempunyai risiko terkena penyakit tidak menular (PTM), khususnya penyakit ginjal. Anak-anak memiliki risiko penyakit ginjal bahkan pada usia dini (bayi). Oleh karena itu, penting mendorong deteksi dini dan penerapan pola hidup yang sehat sejak Ibunya mengandung lahir, tumbuh, membesar dan terus berlanjut hingga masa tuanya.
“Untuk itu, guna mencegah berbagai risiko penyakit tidak menular, khususnya pencegahan gagal ginjal kronis, Kemenkes mengajak masyarakat untuk CERDIK”, tandas dr. Lily.
CERDIK merupakan kepanjangan dari: Cek kesehatan secara berkala; Enyahkan asap rokok; Rajin beraktifitas fisik; Diet yang baik dan seimbang;Istirahat yang cukup; dan Kelola stress.
Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat,Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemkes melalui nomor hotline (kode lokal) 1500-567, SMS 081281562620, faks (021) 5223002, 52921669, dan alamat email [email protected].
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat
Drg. Oscar Primadi, MPH
NIP 196110201988031013