Indonesia terus menyerukan dan mengupayakan peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) melalui program 1000 hari pertama kehidupan (HPK), karena kualitas manusia ditentukan sejak awal janin bertumbuh di dalam tubuh seorang ibu.
Seorang ibu hamil harus berjuang menjaga asupan nutrisinya agar pembentukan, pertumbuhan dan perkembangan janinnya optimal. Idealnya, berat badan bayi saat dilahirkan adalah tidak kurang dari 2500 gram, dan panjang badan bayi tidak kurang dari 48 cm. Inilah alasan mengapa setiap bayi yang baru saja lahir akan diukur berat dan panjang tubuhnya, dan dipantau terus menerus terutama di periode emas pertumbuhannya, yaitu 0 sampai 2 tahun.
“Dalam kurun waktu 2 tahun ini, orang tua harus berupaya keras agar bayinya tidak memiliki panjang tinggi badan atau panjang badan yang stunting (pendek). Yang kita khawatirkan adalah di dalam kandungan ada gangguan pertumbuhan, sehingga mempengaruhi perkembangan kognitif (intelegensia)”, terang Direktur Gizi Masyarakat Kemenkes, Ir. Doddy Izwardi, kepada media saat ditemui di Kantor Kemenkes, Rasuna Said, Jakarta Selatan (19/1).
Teori Thrifty Phenotype (Barker dan Hales) menyatakan bahwa, bayi yang mengalami kekurangan gizi di dalam kandungan dan telah melakukan adaptasi metabolik dan endokrin secara permanen, akan mengalami kesulitan untuk beradaptasi pada lingkungan “kaya gizi” pasca lahir, sehingga menyebabkan obesitas dan mengalami gangguan toleransi terhadap glukosa. Sebaliknya, risiko obesitas lebih kecil apabila pasca lahir bayi tetap mengkonsumsi makanan dalam jumlah yang tidak berlebihan.
“Kita masih bisa melakukan optimalisasi pertumbuhan bayi di periode emas 0-24 bulan, masih bisa diperbaiki. Tetapi bila gangguan pertumbuhan berlanjut, tidak dikoreksi sampai anak usia 2 tahun, kondisi ini tidak bisa dikoreksi”, tandas Ir. Doddy.
Dalam 1 jam kehidupan pertamanya setelah dilahirkan ke dunia, pastikan mendapatkan kesempatan untuk melakukan Inisiasi Menyusu Dini (IMD). IMD adalah proses meletakkan bayi baru lahir pada dada atau perut sang ibu agar bayi secara alami dapat mencari sendiri sumber air susu ibu (ASI) dan menyusu. Sangat bermanfaat karena bayi akan mendapatkan kolostrum yang terdapat pada tetes ASI pertama ibu yang kaya akan zat kekebalan tubuh. Tidak hanya bagi bayi, IMD juga sangat bermanfaat bagi Ibu karena membantu mempercepat proses pemulihan pasca persalinan. Meskipun manfaatnya begitu besar, banyak ibu yang tidak berhasil mendapatkan kesempatan IMD, karena kurangnya pengetahuan dan dukungan dari lingkungan.
Selanjutnya, berikan hanya ASI saja bagi bayi sejak lahir hingga usia 6 bulan. Hal ini bukanlah sebuah hal yang mudah bagi seorang ibu bila tidak didukung oleh pasangan, keluarga dan seluruh stakeholder di sekitarnya.
“Seorang ibu menyusui harus dijaga, semua harus mendukung dan menjaga. Peraturan pemerinah PP 33 tahun 2012 sudah sangat keras melarang pemberian susu formula bagi bayi 0-6 bulan, apalagi bayi baru lahir”, tegas Ir. Doddy.
Meskipun telah berhasil sampai pada akhir fase ASI Eksklusif, lanjutkan menyusui ASI sampai anak berusia 2 tahun. Di usia 6 bulan kehidupannya, anak memasuki fase makan untuk pertama kali. Dalam fase ini, anak akan mengenal makanan pendamping air susu ibu (MP-ASI). Hal yang perlu diperhatikan adalah praktik Pemberian Makan Bayi dan Anak (PMBA).
“Kalau ibu hamil berhasil IMD dan ASI Eksklusif selama 6 bulan, selamat bayinya.. Tapi jika dalam pemberian makanan cair dan lunak dalam fase PMBA tadi itu tidak diberikan makanan yang baik, maka tetap saja gagal”, imbuhnya.
Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemkes melalui hotline 1500-567, SMS 081281562620, faksimili (021) 5223002, 52921669, dan alamat email kontak@kemkes.go.id.