Jakarta, 3 Februari 2017
Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2017 tentang Wajib Kerja Dokter Spesialis (WKDS) telah ditetapkan pada 12 Januari 2017. Rencananya pelepasan dokter spesialis ke daerah penempatan akan dilaksanakan pada akhir Februari 2017 oleh Presiden Joko Widodo. Program ini bertujuan memenuhi kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan spesialistik serta meningkatkan akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan berkualitas. Terkait hal ini, Pemerintah menjamin kesejahteraan dokter spesialis yang nantinya ditugaskan di rumah sakit lokasi penempatan.
Kepala Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia (PPSDM) Kemenkes RI drg. Usman Sumantri mengatakan kesejahteraan dokter spesialis akan diperhatikan selama mereka bertugas di daerah penempatan.
“Kesejahteraan para dokter spesialis akan diutamakan mengingat pentingnya peningkatan kesehatan masyarakat di seluruh Indonesia. Karena itu kami tekankan pada setiap lulusan dokter spesialis sejak Perpres No. 4 Tahun 2017 ditetapkan, agar bersedia mengikuti program ini (WKDS),” jelas dr. Usman pada Temu Media di Gedung Kemeterian Kesehatan, Jakarta, Jumat (3/2/2017).
Pemerintah menjamin kesejahteraan dokter spesialis tidak hanya pada pemenuhan kebutuhan, melainkan pada keamanan dan keselamatan peserta WKDS. Dokter spesialis nantinya mendapatkan tunjangan dari Kementerian Kesehatan, insentif dari Pemerintah Daerah dan rumah sakit tempat bekerja.
Jaminan kelengkapan fasilitas pun diperhatikan. Dr. Usman menambahkan rumah sakit yang nantinya akan menjadi penempatan akan dipantau terlebih dahulu. Kelengkapan fasilitas rumah sakit yang akan diutamakan.
“Apabila nanti kedapatan rumah sakit sebagai penempatan itu tidak memenuhi kriteria (fasilitas tidak lengkap) maka harus dilengkapi oleh Pemerintah Daerah atau jika tidak akan dilengkapi oleh Pemerintah Pusat untuk membantu sarananya,” tambahnya.
Perwakilan dari Organisasi Profesi dan Kolegium dr. Poedjo Hartono, Sp.OG (K) mengatakan kesejahteraan dokter spesialis itu harus kita perhatikan dan mereka dijamin kelengkapan semua fasilitas agar bisa langsung digunakan.
“Selama di sana pasti akan langsung kerja, maka dari itu kami menjamin semua fasilitas sudah lengkap,” katanya.
Rasio dokter spesialis di setiap daerah di Indonesia sangat memprihatinkan. Berdasarkan data dari Konsil Kedokteran Indonesia pada 31 Desember 2015 rasio dokter spesialis per 100.000 penduduk dari 34 Provinsi, angka tertinggi ada di DKI Jakarta, Yogyakarta dan Bali.
Untuk tahap awal, penempatan peserta wajib dokter spesialis diprioritaskan bagi lulusan obstetri dan ginekologi, spesialis anak, spesialis bedah, spesialis penyakit dalam, dan spesialis anestesi dan terapi intensif. Jika program ini berjalan lancer tidak mustahil akan ada tambahan dokter spesialis di tahun berikutnya.
Saat ini ada 90 rumah sakit yang sudah siap ditempati 284 dokter spesialis dengan kebutuhan 4 spesialis dasar dan Anestesiogi dan Terapi Intensif tersebut. Penempatan tersebut didasari atas dasar kebutuhan terutama di daerah yang tidak mampu dan tidak diminati sebagaimana dalam UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. Pada tahun 2017 ditargetkan sebanyak 1.250 dokter spesialis akan ditempatkan DTPK.
Bagi lulusan dokter spesialis yang tidak mengikuti WKDS setelah Perpres No. 4 tahun 2017 ditetapkan, akan dikenakan sanksi administrasi berupa tidak dikeluarkannya surat tanda registrasi setelah lulus pendidikan. Hal itu dikatakan oleh dr. Nurdadi Saleh, Sp.OG mengingat pentingnya hak asasi masyarakat dalam memperoleh kesehatan secara merata.
“Karena itulah kita merasa terpanggil dan harus diatur tanpa merugikan dokter spesialis itu dengan semena-mena. Buktinya, waktu yang digunakan hanya satu tahun, kemudian kita minta mereka diperhatikan kesejahteraan dan keamanannya,” katanya.
Program WKDS ini akan diikuti oleh lulusan pendidikan profesi program dokter spesialis dari perguruan tinggi negeri di dalam maupun luar negeri. Pendidikan profesi itu diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Peserta WKDS terdiri atas peserta mandiri dan peserta penerima beasiswa dan/atau bantuan biaya pendidikan. Mereka nantinya akan ditempatkan di rumah sakit milik Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah yang berada di wilayah tertinggal, perbatasan, kepulauan, rumah sakit rujukan nasional, dan rujukan regional atau rujukan provinsi.
Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat,Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemkes melalui nomor hotline (kode lokal) 1500-567,SMS 081281562620, faksimili (021) 5223002, 52921669, dan alamat email kontak@kemkes.go.id.