MediaKom Edisi ke-77 Bulan Februari 2017
Pernyataan Wali Kota Ridwan Kamil bahwa Kota Bandung itu dibangun dengan tiga pilar, yaitu kolaborasi, inovasi, dan desentralisasi menginspirasi Puskesmas Kopo untuk berinovasi dalam melakukan pelayanan kesehatan. Ada 10 (sepuluh) inovasi di Puskemas Kopo, salah satunya adalah Katresna Sadaya. Gerakan Katresna Sadaya adalah gerakan pemberdayaan masyarakat di Kecamatan Bojongloa Kidul Kota Bandung, untuk meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap kesehatan ibu dan anak.
“Kami ingin membangun mindset bahwa yang boleh tidak peduli pada kesehatan ibu dan anak hanyalah orang yang tidak pernah lahir dari rahim ibu,” tegas Kepala Puskesmas Kopo dr. Intan Annisa Fatmawaty. Puskesmas Kopo berada di Kecamatan Bojongloa Kidul, Kota Bandung dengan wilayah kerja terdiri dari 6 kelurahan, 44 RW yang seluruhnya merupakan RW siaga dengan jumlah penduduk 85.573 jiwa menurut data BPS tahun 2015. Sekitar 44 ribu warganya terdaftar sebagai peserta BPJS, 20-30%nya bukan penduduk Bojongloa Kidul melainkandari kabupaten lain. “Kalau bicara keterbatasan SDM kita selalu merasa kurang, sehingga di situlah kita harus berinovasi dengan kondisi yang ada,” kata dr. Intan. Beberapa penghargaan yang pernah diterima antara lain sebagai Puskesmas dengan Penilaian Kinerja Terbaik se-Provinsi Jawa Barat (kategori Kota) di tahun 2011, juara ketiga Puskesmas Berprestasi tingkat Nasional dari Kemenkes RI di tahun 2013. Yang terbaru adalah Penghargaan Top 99 Inovasi Pelayanan Publik dari Kemen PAN&RB untuk Gerakan Katresna Sadayana di tahun 2015. “Penghargaan ini didapat bukan karena success story kami tapi lebih ke survive story, dengan keterbatasan yang ada kita lakukan berbagai upaya,” kata dr. Intan.
Selain melakukan upaya kesehatan perorangan, puskesmas ini melakukan upaya kesehatan masyarakat esensial serta upaya kesehatan pengembangan sesuai dengan kondisi yang ada. Wilayah kerja puskesmas Kopo ada industri sepatu Cibaduyut, membuatnya concern terhadap upaya kesehatan kerja. Ada juga terminal Leuwi Panjang dan banyaknya perempatan sehingga dilakukan upaya kesehatan anak jalanan. Puskesmas Kopo mempunyai fasilitas klinik konseling terpadu, seperti klinik anak remaja, klinik berhenti merokok, dan klinik laktasi. “Karena kami mempunyai impian masyarakat datang ke puskesmas bukan untuk berobat tapi untuk konsultasi,” tambah dr. Intan. Awal Gerakan Katresna Sadaya Katresna Sadaya merupakan inovasi Puskesmas Kopo yang dirintis sejak 5 tahun lalu.
Dimulai dengan mencari solusi bersama dengan lintas sektor di kecamatan Bojongloa Kidul melalui kegiatan Lokakarya Mini Triwulanan di Tahun 2011. Menggalang komitmen camat, lurah, ketua RW untuk mewajibkan semua ibu hamil di kecamatan Bojongloa kidul memiliki dan memanfaatkan buku KIA. Latar belakang gerakan ini karena adanya kematian ibu, bayi dan balita yang disebabkan keterlambatan mengambil keputusan, keterlambatan merujuk, dan keterlambatan mendapatkan pertolongan. Masalah gizi juga menjadi pemicu gerakan Katresna Sadaya, tahun 2011 kecamatan Bojongloa dinobatkan oleh Dinkes sebagai kecamatan paling rawan gizi, karena 17,5% balita bergizi kurang. Di kecamatan Bojongloa masih banyak praktik persalinan oleh dukun beranak, tahun 2011 di wilayah ini ada 14 dukun beranak, program kemitraan bidan dengan dukun beranak tidak berhasil. Bahkan dukun di sini punya preman yang memaksa para keluarga ibu hamil untuk melahirkan di dukun beranak.
Tarif dukun beranak tidak murah, bisa mencapai 1,5 juta rupiah per persalinan, padahal ada program jampersal yang gratis, mengapa para ibu hamil lebih memilih untuk melahirkan di dukun beranak? “Hal tersebut merupakan tanda tanya besar bagi kami,” kata dr. Intan. Rendahnya partisipasi masyarakat dalam pemanfaatan Posyandu karena di daerah perkotaan dengan segala kesibukannya malas untuk datang ke posyandu juga merupakan PR besar bagi puskesmas Kopo. Pada tahun 2011 puskesmas Kopo juga melakukan inisiasi kegiatan membaca 10 menit setiap pagi di puskesmas. Seluruh tanaga kesehatan di puskesmas dan posyandu memimpin ibu-ibu untuk membaca buku KIA 10 menit saja. Pada tahun 2012 dilakukan sosialisasi dan diskusi berbagai lintas sektor tingkat kelurahan Cibaduyut untuk merumuskan konsep dan pembagian peran masing-masing lintas sektor, karena tidak mungkin puskesmas melakukan sendiri. Sehingga dibuatlah program “Ibu Hamil Lapor RW”, namun ada warga yang protes dengan nama tersebut, akhirnya lurah Cibaduyut memberikan nama Katresna Sadaya, yang artinya kasih sayang semua. Tujuan dari kegiatan Katresna Sadaya adalah meningkatkan kesehatan ibu dan anak, serta mempercepat penurunan jumlah kematian Ibu dan Anak di Kecamatan Bojongloa Kidul.
Terdapat lima komponen gerakan Katresna Sadaya; yang pertama adalah Deklarasi oleh berbagai unsur masyarakat. Karang taruna, tokoh agama, tokoh masyarakat harus menandatangani komitmen peduli pada kesehatan Ibu dan Anak. Yang kedua adalah Ibu Hamil Lapor RW, seluruh keluarga wajib melaporkan kepada ketua RW apabila ada anggota keluarganya yang hamil. Petugas RW mencatat dan memberikan Katresna Sadaya Kit yang terdiri dari Buku KIA, Stiker P4K, dan leaflet. Pencatatan yang dilakukan oleh petugas RW disandingkan dengan data cohort ibu. Apabila ada ketidakcocokan jumlah, maka petugas puskesmas akan mencari di mana ibu hamil yang tidak tercatat di puskesmas. Komponen ketiga adalah Kegiatan 10 Menit di Pagi Hari, baca bersama buku KIA selama 10 menit di Puskesmas dan Posyandu. Gambar 2 Home Visit Dengan keterbatasan SDM di puskesmas maka yang paling logis dilakukan adalah pemberdayaan masyarakat, yang merupakan komponen keempat dalam upaya peningkatan pemanfaatan Posyandu. Para kader diminta berkreasi dengan dana kewilayahan yang ada. Contohnya adalah merubah timbangan balita yang biasanya menggunakan karung terigu menjadi odong-odong agar anak tertarik. Pemberian makanan tambahan juga dibuat lebih bervariasi, dengan dana BOK para kader dilatih untuk belajar tata boga. Komponen kelima adalah peningkatan peran perawat dan bidan dalam melakukan kunjungan rumah bumil, bayi dan balita. Setiap bumil dipantau dari hamil, nifas, hingga penggunaan alat kontrasepsi. Ternyata gerakan Katresna Sadaya menginspirasi inovasi baru. Kelurahan Cibaduyut memberikan akte kelahiran gratis bagi ibu yang melahirkan ditolong oleh tenaga kesehatan. Sejak Januari 2015 sudah 253 akte kelahiran gratis yang difasilitasi oleh kelurahan Cibaduyut. Sampai saat ini Katresna Sadaya sudah berhasil meningkatkan partisipasi masyarakat untuk datang ke Posyandu, menurunkan jumlah pemeriksaan kehamilan dan persalinan oleh dukun beranak serta mendorong kepedulian masyarakat (community awareness).
Hal itu terlihat dari data tahun 2011 ada 108 ibu hamil yang diperiksa oleh dukun bayi, pada tahun 2015 tinggal 10 orang. Setelah ditelusuri ternyata yang 10 orang ini masih kerabat dan tetangga dukun tersebut. Jumlah persalinan yang ditolong oleh paraji menurun dari 23 orang di tahun 2015 menjadi 10 di tahun 2015. Yang paling signifikan terlihat keberhasilannya adalah persentase balita gizi kurang, di tahun 2011 17,5% balita rawan gizi, di tahun 2015 tinggal 3% saja. “Kata orang gerakan Katresna Sadaya adalah program inovasi, menurut saya bukan, ini adalah solusi inovasi untuk Indonesia apabila di-adopt dan direplikasi,” kata dr. Intan menutup penjelasannya. (T Chan)