Oleh: Prawito
Madinah, 28 Juli 2017 – Ini bukan sihir, bukan tahayul, juga bukan mimpi, tapi fakta, hanya percaya atau tidak. Percaya silahkan, tak percaya juga nggak papa. Kejadian ibadah haji, sering kali menyisakan cerita unik, seru dan sedih-sedih lucu. Ini bisa terjadi pada jemaah haji yang baru pertama kali menginjak Tanah Suci, atau mereka yang sudah puluhan tahun menjadi mukimin di Arab Saudi.
Sadino, ayah saya sendiri berhaji tahun 2010, bersama ibu ketika sudah usia di atas 60 tahun, tepat 74 tahun, tapi waktu itu bergelang hijau. Sekalipun sudah sepuh, tapi masih mampu bersepada motor atau bersepeda ontel ke sawah. Belakangan sudah dilarang oleh anak-anaknya, karena sudah beberapa kali jatuh telungkup bersama sepedanya di saluran pengairan sawah. Jadi, walau sepuh termasuk tak berpenyakit, seperti jantung atau gula darah.
Ketika di Masjidil Harom, melakukan shalat berjamaah, Ia berangkat berdua temennya yang sudah sama-sama sepuh. Setelah shalat dzuhur, temennya mengajak pulang, tapi ayah saya bilang, wes balio disik, hotel mung garek noleh we, ora-orane nek kesasar, aku arep shalat ashar sisan, artinya dah pulang duluan, hotel tinggal hadapkan kepala aja kelihatan, nggak nggak kalau kesasar, saya mau shalat ashar sekalian.
Setelah shalat ashar ternyata bingung, mencari hotel yang hanya menolehkan kepala saja ternyata tak kunjung kelihatan, dimana hotel, berkali-kali putar tak menemukan juga itu hotel. Akhirnya ia sadar dengan perkataannya sendiri, ketika dia diajak temannya pulang, ucapan yang agak sedikit takabur atau sombong. Kemudian ayah saya ini menempelkan kepala pada salah satu sudut tembok hotel, lalu beristigfar, mohon ampun kepada Allah atas salah dan khilaf, dengan cucuran air mata.
Tak seberapa lama, setelah menangis, tiba-tiba ada orang datang lalu menepuk pundak dan berkata, mengapa mbah kok menangis disini..? kata orang itu. Kemudian ayah saya menyebut salah satu nama hotel yang dia cari. Kemudian orang itu hanya berkata, menoleh mbah, setelah menoleh hotel terlihat jelas diseberang jalan.
“Alhamdulillah ketemu,terima kasih ya mas”,katanya.
Ia pun malu bercerita kepada temanya yang mengajak bareng shalat berjamaah ke Masjidil Harom. Ayah saya baru bercerita 2 tahun kemudian pada hari lebaran Idul Fitri, ketika saya pulang kampung ke Palembang. Ia bercerita merasa malu, bercampur geli, lucu, aneh, tapi nyata…
Lain lagi dengan kisah petugas haji, tenaga musiman, sekarang namanya TPK, tenaga pendukung kesehatan yang sudah menjadi mukimin, puluhan tahun tinggal di Arab Saudi. Ketika diajak pulang temannya. Ia menjawab, pulang duluan deh, saya nggak usah diantar, masa juga kesasar, sudah puluhan tahun tinggal di sini. Istilahnya jalan-jalan tikus juga sudah pernah dilalui. Singkat cerita ia pun bingung, ngak tahu dimana posisi berada saat itu, ketika hendak menuju tempat tinggal, kemudian banyak istigfar, baru Allah bukakan kesadaran ada dimana posisinya saat itu.
Memang, ibadah haji itu unik, seperti gelombang, adakalanya pasang, di lain waktu surut. Kapan pasang dan kapan surut gelombang itu juga tak menentu. Bahkan tak dapat diprediksi dengan pasti, kalau toh ada hanya pra-kiraan. Kadang tepat dan saat lain meleset. Boleh jadi lebih sering meleset dari pada akuratnya atau mungkin sebaliknya. Itulah gelombang.
Tak jauh beda dengan kehidupan, terkadang lapang, disaat lain sempit, bahkan sangat sempit. Tapi dilain kesempatan ada kelapangan, bahkan sangat lapang, hingga lupa kalau pernah ada kesempitan yang membutuhkan kesabaran untuk menjalani.
Demikian pula berhaji, ada banyak variasi kisah perjalanannya. Lapang, sempit, cepat, lambat, susah dan mudah. Bagaimana siklus dan urutanya juga sangat bervariasi, susah ditebak, bahkan sangat dinamis, begitu kata dr. Eka Kapuskes Haji tahun ini. Bahkan pengamat perhajian sekalipun tak dapat menebak variasi seperti apa yang akan terjadi. Termasuk musim haji tahun ini. Sekali lagi, itulah ibadah haji.
Sebagai contoh kecil, panitia haji sudah menyusun agenda dan jadwal perjalan ibadah haji, mulai pemberangkatan dari Tanah Air, hingga pulang ke Tanah Air lagi. Semua tersusun dengan urut dan lengkap. Tapi pada pelaksanaannya tak semua sesuai dengan agenda yang telah ditetapkan. Ada saja perubahan, maju, mundur atau berganti. Itulah ibadah haji.
Sekalipun demikian, semua proses ritual ibadah haji akan berjalan, sesuai dengan alurnya, tanpa kecuali. Hanya saja setiap jemaah akan mengalami variasi yang berbeda satu dengan lainnya. Itulah ibadah haji.
Sebagai jemaah, apa yang harus dikerjakan ? Saran saya ikut saja apa yang sudah diagendakan petugas. Memang butuh kesabaran dan lapang dada, sekalipun tidak mudah, tapi sikap ini akan jauh lebih baik, dari pada kecewa dengan berbagai ucapan gerutu dan keluh kesah. Selain menambah beban derita juga mempersempit ruang solusi terhadap masalah yang sedang jemaah dihadapi.
Nah, bagaimana kalau kebetulan menjadi petugas atau panitia ? Mereka harus mempunyai usus panjang, bahkan lebih panjang dari ususnya jemaah, karena harus menampung keluhan jemaah dan mencari solusinya. Sebab petugas, selain dituntut untuk menyelesaikan masalahnya sendiri juga harus menyelesaikan masalah jemaah. Masalah jemaah itu banyak dan bervariasi dari A sampai Z, bahkan zzzzzzz….
Contoh kecil yang dialami petugas haji tahun ini. Setelah setelah pakai ihrom, dengan miqat di Jeddah, agenda berikutnya menggunakan 7 bus menuju penginapan, menyimpan tas dan perbekalan, kemudian melakukan prosesi ibadah umroh. Tapi entah bagaimana ada seorang petugas belum ada dalam bus. Sudah dicari ke 7 bus, balik balik juga tak diketemukan. Akhirnya ke 7 bus harus rela menunggu berjam jam sampai ditemukan pesertanya. Saya sendiri sampai tertidur, bangun, tertidur lagi, bangun-bangun sudah sampai penginapan.
Belum lagi urusan koper yang tidak mampu tampung dalam bagasi bus. Orangnya cukup, dapat masuk, tapi kopernya nggak masuk, tak cukup ruang untuk mengangkut koper. Disini peserta dapat duduk manis dalam bus, bahkan dapat tidur nyenyak, kàrena memang sudah terlalu lelah dan ngantuk.
Tapi bagaimana dengan petugas ? Mereka berpikir, pusing tujuh keliling. Bagaimana mengangkut koper yang tersisa. Titip ke bus lain, jurusan penginapannya beda. Nah lho…gimana solusinya ?
Disinilah kesabaran, kecerdasan, ketegasan dan kemampuan mengambil keputusan sangat diperlukan petugas, khususnya penanggung jawabnya. Sehingga mendapatkan solusi dari setiap kendala yang ada.
Memang, berat dan susah. Kalau tak sabar dan lapang dada, yang akan terjadi adalah marah, marah dan marah. Tensi dan emosi naik, muncak sampai ubun ubun, yang berakibat pada tutur kata, sikap dan perilaku yang tak terkontrol. Akibatnya ada yang terluka dan kecewa dengan kata dan sikap yang tak tepat. Itulah ibadah haji.
Akhirnya, ibadah haji akan menyeleksi dan menyaring siapa yang terbaik, baik itu petugas maupun jemaah. Tak jaminan petugas lebih baik dari jemaah atau sebaliknya. Fakta membuktikan, ada petugas dan jemaah yang sama baiknya. Tapi ada juga petugas dan jemaah sama buruknya.
Sama buruk, karena tak mampu kendalikan diri dari emosi dan semaunya sendiri. Sedangkan mereka yang sama baik, karena mereka sama sama berusaha memperbaiki diri. Sehingga terus berubah menjadi lebih baik bersamaan dengan tingkat ketaqwaan seseorang. Itulah pelajaran yang harus diambil dari ibadah haji.
Ini sudah terlalu panjang cerita, tapi belum habis, keburu bosen, saya juga sudah kepingin nimbrung acara dengan tim pendukung kesehatan yang tergabung dalam tim promotif dan preventif untuk jemaah haji. Sebagian besar wanita, muda-muda dan cantik-cantik, karena mereka masih mahasiswi, WNI yang lahir di Arab Saudi, bahasa Arab lancar, bahasa Indonesia terbata-bata, lucu kalau bicara…mau tahu ceritanya ? Bersambung….