Menko Bidang Pemberdayaan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani menegaskan perlunya keterlibatan perguruan dalam pembangunan manusia yang saat ini terus gencar dilakukan pemerintah. Melalui hasil inovasi dan riset mahasiswa, diyakini Menko PMK dapat jadi solusi tersendiri dalam menghadapi berbagai persoalan khususnya bidang pembangunan manusia.
“Pemerintah perlu banyak masukan terutama dari perguruan tinggi untuk jawab berbagai persoalan,” kata Puan.
Menko PMK juga menyoroti kecenderungan pembangunan yang tidak terkendali yang saat ini terjadi di dunia. Selain berdampak pada kerusakan lingkungan, era pembangunan saat ini juga cenderung mendorong masyarakat dunia untuk menyepakati agenda global yang disebut Sustainable Development Goals (SDGs).
Dalam konteks nasional, Menko PMK mengatakan bahwa Indonesia sejak 2012 hingga tahun 2042 berada dalam periode Bonus Demografi yang memiliki potensi untuk mengalami peningkatan kesejahteraan secara signifikan. Kesempatan emas dari bonus demografi, menurutnya, dapat dioptimalkan dengan empat syarat dan kalangan perguruan tinggi dapat berperan penting untuk mewujudkan keempat syarat itu, antara lain kualitas sumberdaya manusia yang tinggi, tersedianya lapangan pekerjaan yang layak, akumulasi tabungan nasional yang meningkat, dan adanya kesetaraan gender dan non-diskriminatif di pasar kerja.
Dari sektor kesehatan, Menteri Kesehatan RI, Nila Farid Moeloek menyatakan, SDGs lebih menekankan pada 5P, yakni people (manusia), planet (planet), peace (perdamaian), prosperity (kemakmuran), dan partnership (kerjasama).
“Seluruh isu kesehatan dalam SDGs diintegrasikan dalam satu tujuan, yakni tujuan nomor tiga, yang menjamin kehidupan yang sehat dan mendorong kesejahteraan bagi semua orang di segala usia,” kata Menkes.
Fokusnya terhadap upaya penurunan angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB), pengendalian penyakit HIV/AIDS, dan malaria. Beberapa isu lain, di antaranya kematian akibat penyakit tidak menular (PTM); penyalahgunaan narkotika dan alkohol; kematian dan cedera akibat kecelakaan lalu lintas; asuransi kesehatan umum; dan kontaminasi dan polusi air, udara, dan tanah; serta penanganan krisis dan kegawatdaruratan.
Nila mengingatkan bahwa pembangunan sektor kesehatan untuk SDGs sangat tergantung pada peran aktif seluruh pemangku kepentingan, baik pemerintah pusat, daerah, parlemen, dunia usaha, media massa, lembaga sosial kemasyarakatan, organisasi profesi dan akademisi, mitra pembangunan, dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Kesuksesan dalam implementasi SDG memerlukan internalisasi ke dalam agenda pembangunan kesehatan nasional. Indikator-indikator SDGs perlu diselaraskan ke dalam visi dan misi Presiden Joko Widodo dan seluruh kepala daerah melalui penjabaran RPJMN, RPJMD, Renstra Kementerian, dan Renstra Daerah. Salah satu yang menjadi prioritas saat ini adalah masalah peningkatan gizi anak bangsa.
Urusan penanganan masalah pangan dan gizi seperti pengenalan sumber gizi tinggi juga bakal dibahas serius oleh para pengambil kebijakan (stakeholders) se-Asia Pasifik dalam forum EAT Asia Pacific Food Forum (APFF) 2017 pada 30-31 Oktober 2017 mendatang. Kementerian Kesehatan RI menjadi Lebih dari 500 perwakilan pemerintahan, peneliti, inovator, pelaku bisnis, akademisi dan anggota masyarakat akan terlibat dalam forum ini.
Para pembicara kelas dunia akan memaparkan sejumlah topik mulai dari perubahan pola konsumsi makanan, ketahanan sistem pangan, sampai topik yang lebih praktis seperti menu bernutrisi untuk masa depan yang lebih sehat.
Selain pemimpin pemerintahan dan menteri dari beberbagai negara, Asia Pacific Food Forum 2017 juga mengajak berbagai praktisi untuk berbagi pengalaman. Dukungan penuh pun ditunjukkan oleh Presiden RI Joko Widodo yang bakal menjadi salah satu pembicara kunci bersama Menkes RI dan sejumlah menteri terkait seperti Menkeu Sri Mulyani dan Menko PMK Puan Maharani. Beberapa nama pejabat lainnya ikut memberikan solusi pangan bersama organisasi penggagas forum ini, EAT Foundation.