Jakarta, 30 Oktober 2017
Sebagian besar di antara kita hanya berfokus pada rasa lapar dan menggantinya dengan rasa kenyang saat makan. Namun, pernahkan memikirkan keamanan pangan atau pemenuhan nutrisi yang dibutuhkan tubuh sehari-hari?
Hal ini menjadi sesuatu yang harus kita resapi, karena makanan dan kesehatan memiliki keterkaitan. Apapun yang kita konsumsi (masuk ke dalam tubuh) akan sangat berpengaruh terhadap sistem-sistem di dalam tubuh. Lebih jauh, akan menentukan status kesehatan kita kini bahkan nanti.
Menteri Kesehatan RI, Prof. Dr. dr. Nila Farid Moeloek, SP.M(K) menyatakan bahwa perubahan gaya hidup masyarakat saat ini sangat berdampak pada peningkatan tren penyakit tidak menular (PTM). Hal ini menjadi salah satu indikasi dibutuhkan upaya transformasi pengetahuan dan kebiasaan pola makan masyarakat.
“Makanan dan pola makan yang tidak sehat adalah faktor risiko berbagai penyakit di dunia dan menjadi pencetus utama terjadinya penyakit kronis”, tutur Menkes pada Asia Pasifik Food Forum yang pertama dan dibuka oleh Wakil Presiden RI H.M Jusuf Kalla di Jakarta, Indonesia, senin pagi (30/10).
Riskesdas (2013) mengungkapkan angka kejadian PTM mengalami peningkatan dari tahun ke tahun dan menjadi penyebab kematian terbesar di Indonesia. Penyakit itu antara lain Hipertensi (25,8%), Obesitas (15,4%), Stroke (12,1%), Diabetes melitus (2,3%), Penyakit jantung koroner (1,5%), dan Gagal ginjal kronis 0,2%. Penyakit ini tidak hanya diderita oleh kelompok lanjut usia, namun juga mulai banyak ditemukan pada kelompok usia muda dan produktif.
Menurut Menkes, tantangan ini menjadi semakin berat mengingat saat ini dunia tengah menghadapi tantangan dalam memberi makan kepada seluruh populasi dunia yang akan berjumlah setidaknya sembilan miliar jiwa pada tahun 2050 secara berkelanjutan.
Sistem pangan berkelanjutan menghubungkan tiga dunia, yakni kesehatan, pertanian, dan lingkungan hidup yang tidak terpisahkan.
Sebuah analogi, data FAO menunjukkan bahwa dari 723 juta orang di dunia yang menderita kelaparan kronis, 490 juta orang di antaranya hidup di kawasan Asia Pasifik. Karena itu, kawasan ini menjadi rentan penduduk dunia yang kurang gizi. Sementara itu, dalam upaya manusia untuk mencukupi kebutuhan pangannya, tanpa disadari juga menjadi penyebab kerusakan bumi yang tidak bisa diperbaiki.
Dengan mempertimbangkan berbagai faktor inilah, Pemerintah Indonesia dalam hal ini Kementerian Kesehatan berinisiatif untuk menjadi negara pertama yang mengambil langkah awal dalam membangun dialog dan kerjasama antara pemangku kepentingan di kawasan Asia Pasifik untuk melakukan terobosan dalam sistem pangan berkelanjutan, dengan landasan keilmuan, untuk mencapai target pembangunan global maupun nasional di dalam kawasan Asia Pasifik.
“Inisiatif ini diambil untuk mendukung prioritas nasional dan perhatian Bapak Presiden dan Wakil Presiden untuk mencapai ketahanan pangan dan meningkatkan status gizi masyarakat Indonesia”, tandas Menkes.
Forum Pangan Asia Pasifik dihadiri oleh lebih dari 700 peserta dari negara-negara di kawasan Asia Pasifik yang terdiri dari para menteri baik kesehatan maupun sektor lain seperti keuangan, perencanaan pembangunan, pertanian, lingkungan hidup dan perikanan; para pelaku bisnis nasional maupun multinasional; akademisi; masyarakat sipil; dan media di kawasan Asia Pasifik.
Dengan kerjasama antar pemangku kepentingan dan keterlibatan yang luas dari sektor swasta dalam industri yang berkaitan dengan kesehatan, pangan, serta teknologi dan inovasi sistem pangan; Forum Pangan Asia Pasifik diharapkan akan mendorong meningkatnya realisasi investasi dan alih teknologi di bidang pangan dari negara-negara di kawasan kepada Indonesia.
Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat,Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemkes melalui nomor hotline (kode lokal) 1500-567, SMS 081281562620, faksimili (021) 5223002, 52921669, dan alamat email kontak@kemkes.go.id.
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat,
drg. Oscar Primadi, MPH