Asmat, 19 Januari 2018
Pemberian nutrisi yang tepat dan sesuai menjadi langkah yang harus dilakukan untuk meningkatkan berat badan anak dengan status gizi buruk di Agats, Kab. Asmat, Papua.
Dengan pemberian nutrisi yang tepat diharapkan anak dengan status gizi buruk setidaknya mengalami peningkatan berat badan sedikitnya rata-rata 5-10 gram per kilogram per hari.
“Jadi sedikitnya dibutuhkan waktu sekitar 9 s.d 10 hari untuk memantau kemajuan berat badan,” ujar dr. Ratri, Sp.GK, salah satu dokter spesialis yang diberangkatkan ke Asmat oleh Kemenkes bersama 39 tenaga kesehatan lainnaya.
Waktu rawat inap yang dibutuhkan terbagi menjadi sekitar 1-2 hari pertama untuk stabilisasi yaitu dengan pemberian formula WHO F75, lalu tujuh hari berikutnya untuk masa transisi dilanjutkan dengan pemberian Formula F100. Sehingga, dibutuhkan waktu sekitar 10 hari perawatan jika tidak disertai penyulit-penyulit lainnya.
Setelah fase transisi, maka Balita gizi buruk yang telah meningkat statusnya menjadi gizi kurang bisa dipulangkan untuk kemudian masuk ke fase rehabilitasi yang dilakukan di lingkungan keluarga. Pada fase rehabilitasi di rumah, keluarga harus tetap melakukan perbaikan gizi anak dengan kontrol dari petugas Puskesmas setempat. Pada fase ini orang tua diharapkan memberikan makanan tambahan dengan nilai gizi yang sesuai untuk meningkatkan status gizi anak ke gizi baik.
Salah satu hal yang menjadi penyebab kurangnya penyerapan nutrisi sehingga timbul gizi buruk di Agats adalah cacingan pada anak.
Ada beberapa pasien gizi buruk yang disertai cacingan. Cacingan pada anak juga menjadi penyebab minimnya asupan gizi yang diserap tubuh anak karena nutrisi pada makanan diambil oleh cacing.
“Jadi di samping penatalaksanaan gizi diberikan rehidrasi, multivitamin, juga obat cacing,” kata dr. Ratri.
Selain itu, dr. Ratri menambahkan bahwa pemberian sumber protein sangat penting untuk memperbaiki status gizi anak dengan gizi buruk. Setelah anak kembali ke keluarga, diharapkan orang tua terus memberikan makanan bersumber protein seperti ikan dan kacang hijau atau menyesuaikan dengan ketersedian pangan setempat.
Sementara untuk pengolahan, dr. Ratri menyarankan agar sumber makanan mengandung protein tersebut sebaiknya diolah dengan cara direbus, bukan digoreng agar kandungan protein pada makanan tersebut tetap terjaga.
“Jadi kebiasaan mereka di sini itu, dia (anak) dikasih nasi dan kuah ikan. Tapi kita tidak tahu apa karena faktor kemampuanya atau ketidaktahuan mereka,” ungkap dr. Ratri.
Namun, dr. Ratri Sp.GK mengimbau kepada orang tua agar anak-anak mereka didahulukan dan diutamakan mengkonsumsi ikan baru setelah itu orang dewasa dan orang tua. Selain itu sangat penting bagi keluarga dengan anak gizi buruk untuk memperoleh edukasi tentang kebersihan pangan dan pola makan yang sesuai bagi anak.
Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemkes melalui nomor hotline 1500-567, SMS 081281562620, faksimili (021) 5223002, 52921669, dan alamat email kontak@kemkes.go.id.(Rgl)
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat
Oscar Primadi