Jakarta, 2 Juni 2018
Manajemen krisis dalam pelaksanaan ibadah haji sangat penting. Hal ini mengingat pelaksanaan haji berpotensi krisis karena ekosistem haji sangat besar yaitu dengan banyaknya jemaah yang terlibat dan berasal dari latar belakang yang berbeda.
Menurut Hadi Rahman, Staf Khusus Kementerian Agama, krisis memiliki alur kejadian yang didahului gejala dan indikasi yang bisa dilihat, dirasakan dan seharusnya dapat diantisipasi.
“Krisis tidak datang dengan tiba-tiba. Misalnya orang sakit jantung tidak sakit tiba-tiba,” ungkapnya pada peserta pelatihan Panitia Petugas Haji Indonesia (PPIH) Arab Saudi 2018, di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta (2/6).
Menurut Hadi, krisis adalah situasi di luar rencana yang memaksa kita untuk mengalihkan diri dari rutinitas yang membutuhkan penanganan cepat dan memicu akibat yang sulit diduga.
Sebagian besar krisis berasal dari internal. Oleh karenanya perlu menghitung potensi krisis pada tiap titik.
“Data, koordinasi dan komunikasi adalah kunci pengendalian krisis,” tegasnya.
Menurut Hadi, jatuhnya crane di Mekkah pada 2015 bukanlah bencana tetapi ini adalah krisis, karena potensi krisisnya sudah diketahui sejak awal. Dimana proses pembangunan tetap berjalan disaat jemaah sudah banyak.
Haji adalah peristiwa tahunan tetapi tantangannya selalu berbeda. Oleh karenanya perlu ada ketepatan kecermatan dalam menganalisis tanda-tanda.
“Sebab krisis biasanya berjalan bertahap. Krisis bisa semakin besar atau bisa ditangani. Kuncinya adalah pada langkah awal untuk penanganan krisis yang disebut dengan mitigasi,” jelasnya.
Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi nomor hotline Halo Kemkes melalui nomor hotline 1500-567, SMS 081281562620, faksimili (021) 5223002, 52921669, dan alamat email kontak@kemkes.go.id. (GI)
Kepala Biro Komunikasi dan
Pelayanan Masyarakat
drg. Widyawati, MKM