Makkah, 13 Agustus 2018
Jemaah haji risiko tinggi (Risti) dengan penyakit jantung harus mengonsumsi obat yang dibawa dari Indonesia. Bila tidak bawa, sampaikan ke dokter kloternya. Dokter kloter nanti akan berkoordinasi dengan KKHI (Klinik Kesehatan Haji Indonesia).
dr. Muhammad Gibran Fauzi Harmani, Sp.JP sebagai salah satu spesialis penyakit jantung yang bertugas di KKHI Makkah mengatakan jemaah Risti yang wafat lebih dari 50% didominasi oleh penyakit jantung.
“Pada saat berangkat, pasien sudah memiliki kondisi penyakit kardiovaskular sebagai risiko yang tinggi. Namun terkontrol dan stabil. Kestabilan inilah yang harus dijaga,” jelas dr. Gibran.
Untuk itu, jamaah diminta tetap mengonsumsi obat-obatan yang sudah diberikan oleh dokter di Indonesia.
“Obat merupakan hal penting dalam pengendalian penyakit jantung,” tambahnya.
Penyakit kardiovaskular bisa dikontrol dengan obat dan menjaga pola hidup sehat. Selain itu, jauhi pencetusnya untuk menghindari perburukan. Ada 4 faktor utama pencetus jemaah dapat mengalami perburukan.
Pertama, pasien tidak mengkonsumsi obat-obatan yang diresepkan di Indonesia dengan menghentikan sendiri konsumsi obat tanpa konsultasi ke dokter. Biasanya karena alasan takut sering buang air kecil sehingga mengganggu ibadah. “Pasien jantung diberikan obat untuk meningkatkan kencing. Karena takut banyak kencing pada saat ibadah, pasien menghentikan sendiri tanpa konsultasi ke dokter,” terang dr. Gibran.
Lebih lanjut, terdapat perbedaan antara ketika pasien melakukan aktivitas di luar pondokan dengan aktivitas di dalam pondokan.
“Apabila pasien keluar pondokan maka kita tidak melakukan pembatasan cairan untuk mencegah dehidrasi pasien dengan kardiovaskular, kecuali sudah timbul keluhan seperti sesak dan kaki bengkak. Namun semua obat-obatan harus terus di minum,” tambahnya.
Kedua, jemaah tidak membawa obat-obatan yang selama ini rutin diminum di Indonesia. Apabila pasien tidak mengkonsumsi obat-obatan tersebut ditambah dengan faktor stress, faktor kelelahan, dan faktor fisik maka akan memicu tekanan darah yang lebih tinggi, gula darah yang tidak terkontrol, juga penumpukan cairan yang menyebabkan perburukan.
“Bila tidak bawa obat, sampaikan ke dokter kloter. Nanti akan disiapkan dari dokter sektor ataupun KKHI,” terang dr. Gibran.
Ketiga, jemaah haji Risti penyakit jantung memaksakan untuk melakukan aktivitas fisik melampaui batasan yang dianjurkan dokter, baik oleh karena ibadah maupun karena non ibadah.
“Pasien harus menyadari bahwa dirinya memiliki keterbatasan fisik. Sehingga diharapkan untuk memprioritaskan aktifitas kepada yang wajib dan tidak memaksakan diri untuk melakukan aktifitas yang tidak wajib atau bahkan tidak berhubungan dengan ibadah seperti tidak melakukan umroh sunnah secara berulang ulang, memaksakan untuk arbain, bahkan bila perlu Tawaf dan Sai bisa menggunakan kursi roda,” kata dr. Gibran.
Aktivitas non ibadah juga sering dilanggar oleh jemaah dengan penyakit jantung. Seperti pada saat pasien menunggu lift terlalu lama, maka pasien memaksakan diri naik tangga.
“Apabila jemaah sudah hampir merasakan sesak napas atau tersengal-sengal saat berjalan/beraktivitas maka agar segera istirahat dan menghentikan aktivitas terlebih dahulu,” tambahnya.
Keempat, faktor lingkungan dan iklim bisa menjadi pencetus perburukan. Suhu di Indonesia selalu berkisar antara 20 sampai 38 derajat celcius. Sedangkan suhu di Saudi lebih tinggi, bisa mencapai 46 derajat Celcius. Kelembaban di Indonesia relatif tinggi yaitu 70% sedangkan di Arab Saudi berkisar 0-20%. Hal ini menyebabkan jemaah Indonesia di Arab Saudi rentan mengalami masalah saluran pernafasan. Berdasarkan para pakar, ketika kelembaban 0% maka yang terjadi adalah kerusakan sel-sel lapisan di pernapasan sehingga memudahkan terjadinya batuk dan infeksi saluran pernapasan.
Apabila pasien jantung ini mengalami penyakit saluran pernapasan, maka akan mencetuskan perburukan.
Untuk mengantisipasi perubahan iklim yang ekstrim ini, jemaah dianjurkan menggunakan alat perlindungan diri, yaitu masker, payung, kacamata hitam, dan semprotan air ketika keluar dari pondokan.
Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemkes melalui nomor hotline 1500-567, SMS 081281562620, faksimili (021) 5223002, 52921669, dan alamat email [email protected]. (gi)
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat
drg. Widyawati, MKM