Jakarta, 15 Agustus 2018
Dhini Karina Octaviani Tambunan, seorang dokter gigi yang mendedikasikan dirinya untuk meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat Sumatera Selatan melalui Puskesmas. Berkat dedikasinya itu, Dhini mendapatkan penghargaan dari Menteri Kesehatan RI Nila Moeloek sebagai tenaga kesehatan (Nakes) teladan.
Ia adalah satu-satunya dokter gigi di Puskesmas Terawas setelah 20 tahun sebelumnya tidak ada dokter gigi di sana. Kondisi kesehatan gigi dan mulut masyarakat sekitar sangat memprihatinkan. Sebagian besar masyarakat terutama anak-anak mengalami karies gigi.
“Setalah saya datang (pertama bekerja), saya masuk. Yang pertama saya pikirkan tanpa dokter gigi selama 20 tahun adalah angka karies tinggi,” kata Dhini.
Saat itu, Dhini melakukan penjaringan terhadap warga yang memiliki masalah kesehatan. Hasil nya sesuai yang diperkirakan oleh Dhini, yakni anak sekolah kelas 1 tidak ada yang mengerti tentang merawat gigi, sehingga semuanya mengalami karies gigi.
Melihat kenyataan itu, ia meminta kerja sama dinas pendidikan setempat agar melakukan sikat gigi massal di semua sekolah. Bahkan, di setiap sekolah ia membentuk dokter gigi kecil dari para murid untuk mencontohkan cara sikat gigi yang baik dan benar.
“Saya punya dokter gigi kecil, saya latih mereka, jadi mereka bisa mencontohkan cara sikat gigi yang baik dan benar ke teman-temannya tanpa saya hadir,” katanya.
Begitu banyak kendala yang harus dihadapi Dhini, tapi ia menjadikan kendala itu sebagai tantangan yang harus dihadapi demi kesehatan masyarakat. Belum lagi kondisi fisik Dhini yang harus menggunakan kruk saat berjalan.
Dhini menceritakan, pada tahun 2005 ia terkena kanker tulang osteosarcoma, giant cell carcinoma yang mengharuskan amputasi. Namun tak patah arang, pada 2006 ia diterima sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. Ia lulus tahun 2013 dan menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) pada tahun 2015.
Kekurangannya berhasil ia kesampingkan untuk bisa mengemban amanah sebagai dokter. Ia berpikir ada yang lebih membutuhkan dirinya daripada harus berlarut meratapi kekurangan fisiknya.
“Pada pertama sekali bertugas di Puskesmas itu tidak ada sarana-prasarana juga tidak ada dokter gigi sama sekali selama 20 tahun dari Puskesmas itu berdiri,” ungkap Dhini.
Yang lebih memprihatinkan, tambah Dhini, ada satu desa yaitu Suku Anak Dalam di Desa Sukaraya yang tidak pernah menyikat gigi dan bahkan tidak ada sikat gigi di rumahnya. Padahal segala informasi sudah masuk ke sana seperti melalui televisi.
Untuk mengatasinya, Dhini bekerja sama dengan kepala desa atau kepala suku setempat untuk mendorong warganya memeriksakan gigi ke Puskesmas atau ke dokter pada saat melakukan pelayanan ke warga.
“Karena kalau mau door to door terbatas waktunya jadi mereka yang ke mari (Puskesmas). Alhamdulilah mereka mau. Jadi saat itu warga sempat dikasih sikat dan pasta gigi. Tapi tidak semua karena keterbatasan biaya,” kata Dhini.
Hal yang paling mengesankan saat ia bertugas adalah ketika ia harus menyebrangi sungai dengan kondisi fisik saat ini untuk melakukan pelayanan kesehatan. Salah satunya ke Dusun Sri Pengantin yang jaraknya lebih jauh daripada dusun lain di wilayah kerja Puskesmas Terawas. Butuh waktu satu jam setengah kalau menggunakan perahu.
“Dengan keadaan saya yang sulit, tapi saya lakukan,” tegas Dhini.
Hal yang paling mendasar yang harus dibenahi adalah soal kebiasaan masyarakat untuk menggosok gigi. Dhini mengaku membangun kebiasaan itu memang sulit apalagi selama 20 tahun tidak ada dokter gigi.
“Jadi membangun kebiasaan masyarakat itu sulit dengan 20 tahun tanpa dokter gigi. Jadi begitu saya masuk (bekerja di Puskesmas) saya berusaha gimana caranya mereka tahu cara menyikat gigi,” ucap Dhini.
Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemkes melalui nomor hotline 1500-567, SMS 081281562620, faksimili (021) 5223002, 52921669, dan alamat email kontak@kemkes.go.id.(D2)
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat
drg. Widyawati, MKM