Jakarta, 4 Oktober 2018
Terlalu awal bila kita menyatakan para penyintas gempa dan tsunami di Sulawesi Tengah mengalami trauma. Dalam situasi emergency pasca terjadinya suatu bencana alam, kondisi kejiwaan para penyintas tersebut merupakan situasi yang normal dalam kondisi abnormal.
“Reaksi ini normal. Kemarahan, tidak menerima kenyataan, atau kehilangan anggota keluarga, tentu hal tersebut akan berdampak pada perilaku seseorang. Apalagi ditunjang dengan kondisi listrik belum menyala, BBM sulit, bahan makanan menipis, dan sebagainya.,” tutur Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa Indonesia (PDSKJI), dr. Eka Viora, Sp.KJ, di ruang Narantha Kementerian Kesehatan, Kamis sore (4/10).
Dikatakan dr. Eka, di dalam situasi emergency hendaknya menghindari penyebutan kata trauma, depresi, atau melabeli para penyintas dengan istilah gangguan stres pascatrauma. Hal ini dikhawatirkan dapat memicu berdampak buruk yang berkepanjangan bagi para korban.
“Bukan istilah trauma healing yang sebaiknya digunakan, tetapi psycological first aid yang perlu diberikan dalam situasi saat ini. Karena apa yang mereka rasakan, emosi yang mereka tunjukkan merupakan reaksi yang normal dalam situasi yang tidak normal,” terang dr. Eka Viora.
Hal yang dibutuhkan pada situasi emergency ini itu adalah dukungan sosial dan psikososial, seperti misalnya kita mendengarkan keluhan mereka dan mempermudah mereka memenuhi kebutuhan dasar, hal ini akan membantu menstabilkan emosi para penyintas agar segera pulih dan kembali ke normal emotional state. Para penyintas perlu menyadari bahwa situasi ini akan berlangsung dalam kurun waktu yang cukup lama, dengan tetap dibangkitkan semangatnya untuk tetap hidup normal dalam situasi yang berbeda
Semua penyintas atau survivor atau korban yang selamat, baik anak maupun dewasa, perempuan bahkan laki-laki membutuhkan psychological first aid atau dukungan kesehatan jiwa dan psikososial. Hal ini perlu diberikan oleh semua relawan (bukan hanya para tenaga kesehatan jiwa) yang menghadapi langsung para penyintas dalam situasi saat ini.
“Di awal-awal terjadi ini sudah banyak yang menyebut bahwa para korban mengalami stress pasca trauma. Belum. Karena untuk menegakkan diagnosis pasca trauma itu ada kriterianya berdasarkan klasifikasi penyakit secara internasional (ICD-10) ada kriteria waktu,” imbuh dr. Eka Viora.
Menurut dr. Eka Viora, dengan intervensi dukungan psikososial yang tepat sejak awal akan mempercepat pemulihan. Biasanya sebagian besar akan berangsur-angsur pulih, namun kita akan memperhatikan bila sebagian kecil lainnya pada saat kondisi membaik ada yang tetap mengalami gejala berlanjut, seperti gangguan cemas, depresi, mengonsumsi zat berbahaya, atau mengalami stres pascatrauma.
Dua hari sebelumnya, ditemui pada kesempatan berbeda, Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan, dr. Anung Sugihantono, M.Kes menyatakan bahwa Kementerian Kesehatan berkoordinasi dengan seluruh unsur kesehatan di daerah, bukan hanya di pusat, juga melibatkan teman-teman di daerah sudah terbang ke Palu untuk masa tanggap darurat, seperti evakuasi, pertolongan pertama, dan penanganan kesehatan secara umum.
Secara khusus, terkait penanganan kesehatan jiwa, sebagian dari tenaga kesehatan Nusantara Sehat yang sebenarnya juga merupakan penyintas yang ikut mengungsi, namun tetap memberikan pelayanan pendampingan psikososial kepada sesama penyintas.
“Kita sedang menyiapkan fase kedua untuk layanan kesehatan jiwa, fokusnya nanti di pengungsian untuk layanan kesehatan jiwa atau bantuan psikososial di 33 titik pengungsian yang sementara ini sudah terindentifikasi,” tuturnya.
Upaya ini perlu dikoordinasikan agar semua penyintas dapat menerima layanan dukungan psikososial sehingga dapat diberikan secara merata. Mengingat saat ini penyintas berada di banyak titik, tidak hanya di wilayah terdampak, namun juga berada di Makassar bahkan Balikpapan.
Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemkes melalui nomor hotline 1500-567, SMS 081281562620, faksimili (021) 5223002, 52921669, dan alamat email kontak@kemkes.go.id. (myg)
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat
drg. Widyawati, MKM