Minahasa, 3 Oktober 2018
Hari ini (3/10) dilaksanakan acara puncak Peringatan Hari Rabies Se-Dunia (World Rabies Day/WRD) 2018, di Benteng Moraya Tondano, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara. Hadir pada kesempatan ini pejabat dari Kementerian Kesehatan, jajaran Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Utara, para Bupati/Walikota se-Provinsi Sulawesi Utara, Pejabat dari Kemenko PMK, pejabat dari Kementan, para Tokoh Agama dan Tokoh Masyarakat serta dan Perwakilan dari WHO dan FAO.
Hari Rabies Sedunia diperingati setiap tanggal 28 September, bertepatan dengan wafatnya Lois Pasteur pada tanggal 28 September 1895. Ia adalah penemu vaksin rabies dan antraks yang sampai saat ini karyanya masih digunakan.
Tahun 2018 adalah peringatan WRD yang ke 10 kali di Indonesia dengan mengangkat tema “Berbagi Pesan untuk Selamatkan Jiwa”. Kabupaten Minahasa dipilih sebagai tempat acara puncak, karena di kabupaten ini dilaksanakan proyek percontohan Pengendalian Penyakit Zoonotik melalui Pendekatan One Health yang diselenggarakan atas kerjasama Pemerintah RI dengan Organisasi Pangan Sedunia (FAO) dan WHO.
Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Kemenkes dr. Anung Sugihantono yang hadir mewakili Menkes mengatakan bahwa di Indonesia masih ada provinsi yang belum bebas Rabies.
”Dari 34 provinsi di Indonesia, baru 9 provinsi yang bebas Rabies. Besarnya masalah Rabies di suatu daerah dipengaruhi oleh berbagai faktor. Antara lain adalah banyak atau sedikitnya Hewan Penular Rabies (HPR) di daerah tersebut, utamanya anjing, kucing, kera,” kata dr. Anung.
Dinyatakan bahwa di Indonesia sekitar 98% kasus Rabies terkait dengan gigitan anjing. Oleh karena itu, pemeliharaan anjing domestik atau rumahan yang tepat dan penanganan anjing liar yang benar merupakan faktor yang sangat menentukan keberhasilan pencegahan penularan Rabies.
“Pencegahan kematian akibat Rabies sangat ditentukan oleh (1) penanganan luka Gigitan Hewan Penular Rabies (GHPR) yang tepat, (2) pemberian Vaksinasi Anti Rabies (VAR) segera, dan (3) pemberian Serum Anti Rabies (SAR) jika gigitan HPR berada di bagian tubuh yang berisiko tinggi, seperti bagian bahu ke atas sampai ke kepala,” jelas dr. Anung.
Menurutnya, pemahaman masyarakat Indonesia tentang Rabies dan cara pencegahan serta pengendaliannya masih perlu ditingkatkan. Sebab, Rabies masih kurang mendapatkan perhatian masyarakat, bahkan tidak jarang terabaikan.
Dalam lima tahun terakhir sejak tahun 2014 dilaporkan sebanyak 304.312 orang yang digigit Hewan Penular Rabies. Jumlah rata-ratanya adalah 60.862 orang per tahun,dari jumlah ini sebanyak 218.381 kasus berhasil diberikan vaksinasi anti rabies. Telah terjadi penurunan kasus kematian akibat Rabies (lyssa) sebanyak 462 orang, dengan rata-rata pertahun sebanyak 92 orang, jelas dr. Anung.
“Kita perlu lebih giat lagi bekerja keras dan bekerja cerdas secara terpadu lintas sektor bersama masyarakat dalam mewujudkan Eliminasi Rabies secara Global 2030. Caranya adalah Tingkatkan promosi kepada masyarakat tentang pentingnya cuci luka gigitan hewan penular rabies dengan air mengalir selama 10 – 15 menit menggunakan sabun atau deterjen; Jamin ketersediaan Vaksin Anti Rabies (VAR) dan Serum Anti Rabies (SAR), dan Bentuk Rabies Center sebagai pusat informasi dan penanganan kasus gigitan hewan penular Rabiesa,” tegas dr. Anung.
Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemkes melalui nomor hotline 1500-567, SMS 081281562620, faksimili (021) 5223002, 52921669, dan alamat email kontak@kemkes.go.id.(gi)
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat
drg. Widyawati, MKM