Jakarta, 13 November 2018
Syaihul Hadi (38) tak menyangka anaknya terkena gagal ginjal saat usia 7 tahun. Padahal, sebelumnya kondisi anaknya itu baik-baik saja bahkan tidak ada gejala yang menunjukkan adanya penyakit gagal ginjal.
Adalah VHN (14), gadis kecil yang saat ini lebih sering menghabiskan waktu di kursi roda, semoga kelak ia akan pulih seperti anak gadis lainnya.
Penyakit ginjal adalah kelainan yang mengenai organ ginjal yang timbul akibat berbagai faktor, misalnya infeksi, tumor, kelainan bawaan, penyakit metabolik atau degeneratif. Penyakit ginjal kronis, biasanya timbul secara perlahan dan sifatnya menahun.
Penyakit ginjal kronis pada balita, paling sering disebabkan karena kelainan bawaan, misalnya kelainan atau kekurangan dalam pembentukan jaringan ginjal, disertai adanya sumbatan atau tanpa sumbatan. Sedangkan pada usia 5 tahun ke atas sering disebabkan oleh penyakit yang diturunkan (misalnya penyakit ginjal polikistik) atau penyakit yang didapat (misalnya glomerulonefritis kronis).
Beberapa kondisi yang meningkatkan risiko terjadinya penyakit ginjal kronis adalah riwayat keluarga dengan penyakit ginjal polikistik atau penyakit ginjal genetic, bayi dengan berat lahir rendah atau prematur, anak dengan riwayat gagal ginjal akut, kelainan bawaan ginjal, infeksi saluran kemih, riwayat menderita sindrom nefrotik atau sindrom nefritis akut atau sindrom hemolitik uremik, riwayat menderita penyakit sistemik (kencing manis, lupus, Henoch Schoenlein purpura), dan riwayat menderita tekanan darah tinggi.
Dokter spesialis Anak Eka laksmi hidayati, Sp.A(K) menjelaskan jenis gangguan ginjal secara umum berdasarkan terjadinya penyakit ada dua, yakni pertama, penyakit ginjal akut, artinya penyakit ginjal timbul yang mendadak dan waktunya singkat.
“Penyakit ginjal akut ini umumnya penyakit yang sembuh sempurna, jadi tidak ada gejala sisanya,” kata dr. Eka.
Kedua, penyakit ginjal kronis yang pada umumnya menetap selama lebih dari 3 bulan, tetapi banyak juga penyakit ginjal kronis yang akan dialami seumur hidup. Artinya tidak ada lagi perbaikan untuk ginjalnya, harus ada terapi secara terus-menerus seumur hidup.
Selain itu, ia juga mengatakan penyakit ginjal kronis bisa dialami oleh anak-anak sebagaimana yang dialamai oleh VHN.
“Penyakit ginjal itu seringkali menyerang dewasa tapi ternyata ada juga banyak pada anak. Banyak anak-anak yang sebetulnya sehat kemudian mengalami dehidarasi misalnya karena diare yang berkepanjangan atau hal berat lainnya yang tidak tertangani yang menyebabkan aliran darah ke ginjal berkurang” katanya.
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), tambah dr. Eka, memiliki data penderita gagal ginjal dari 14 rumah sakit pendidikan pada 2017. Data itu menunjukkan ada 212 anak yang mengalami gagal ginjal dan harus menjalani terapi dan pengganti ginjal.
“Jadi ketika ginjal itu dikategorikan kronis kita sebagai dokter punya stadium untuk menentukan terapi yang dibutuhkan pasien. Saat pasien mencapai studim 5 maka mereka membutuhkan terapi pengganti ginjal seperti cuci darah dan transplantasi ginjal,” ucap dr. Eka.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular, dr. Cut Putri Arianie, MH.Kes mengatakan untuk mengetahui gejala gangguan ginjal salah satunya bisa diketahui melalui kaki yang membengkak secara simetris. Ketika ada pasien yang seperti itu, dokter harus segera menindaklanjutinya.
“Pemeran utama adalah tenaga medis di fasilitas kesehatan tingkat pertama. Setelah dilakukan cek lab dan ditemukan kecurigaan harus segera ditindaklanjuti,” kata dr. Cut Putri.
Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemkes melalui nomor hotline 1500-567, SMS 081281562620, faksimili (021) 5223002, 52921669, dan alamat email kontak@kemkes.go.id. (D2)
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat
drg. Widyawati, MKM