Bogor, 23 November 2018
Tiga program kesehatan hasil Rapat Kerja Kesehatan Nasional (Rakerkesnas) 2018 yakni eliminasi TBC, penurunan stunting, dan peningkatan cakupan imunisasi masih menghadapi tantangan yang tak cukup diselesaikan dalam waktu dekat. Di Provinsi Riau sejumlah tantangan masih begitu kentara memengaruhi pencapaian ketiga target program kesehatan tersebut.
TBC di Provinsi Riau, saat ini capaian penemuan kasus masih rendah dari 70 % yang ditargetkan. Untuk meningkatkan penemuan kasus, Dinas Kesehatan Provinsi Riau melibatkan Muslimat NU untuk meningkatkan temuan kasus sekaligus sosialisasi TBC.
Pada persoalan stunting, wilayah yang masih tinggi angka stuntingnya ada di Kabupaten Rokan Hulu. Implementasi program penurunan stunting dilakukan dengan survey di Kabupaten tersebut dimana ada 10 Puskesmas di 6 kecamatan untuk mengonfirmasi angka stunting, sosialisasi, memberikan PMT kepada anak-anak dan ibu hamil.
“Hasilnya, berdasarkan PSG (Pemantauan Status Gizi) memang ada stunting di Kabupaten Rokan Hulu, tapi sudah menurun dan secara umum Provinsi Riau dari hasil Riskesdas juga menurun (dari sekitar 35% pada 2013 menjadi sekitar 27% pada 2018),” kata kepala Dinas Provinsi Riau Mimi Yuliani Nazir pada Rapat Koordinasi Pelaksanaan Operasional Program (Rakorpop), Jumat (23/11) di Bogor.
Tak hanya itu, intervensi sensitif dan spesifik juga dilakukan, pemberian tablet tambah darah kepada ibu hamil dan remaja putri, serta pemberian vitamin A terkait 1000 Hari Pertama Kelahiran. Setelah itu dilakukan pemantauan.
Tantangan juga terjadi pada program imunisasi measles rubella (MR). tantangan itu dinilai lebih berat karena cakupan imunisasi MR di Provinsi Riau menduduki nomor 3 paling bawah dibandingkan provinsi lainnya. Mimi menilai hal tersebut disebabkan karena adanya pengaruh dari pemberitaan di media massa soal isu halal haram vaksi MR.
“Sekarang MR di Riau memang nomor 3 paling bawah di 28 provinsi. Tentu ini dampak daripada permasalah informasi berita yang terjadi sebelum hari H pencanangan MR,” ungkap Mimi.
Mimi menambahkan adanya pengaruh pemberitaan di media itu diluar ekspektasinya. Padahal, persiapan pelaksanaan imunisasi MR sudah dilakukan secara matang sejak 1 tahun yang lalu mulai dari sosialisasi ke lintas sektor terkait seperti dinas pendikan, dinas sosial, MUI, dan masyarakat langsung.
“Masalaha ini (adanya pengaruh pemberitaan) terjadi pada saat pencanangan di 1 Agustus itu dan memang semua daerah melakukan pencanangan, tapi karena adanya informasi di berita menjadi tamparan bagi teman-teman tenaga kesehatan,” kata Mimi.
Strategi untuk menghadapi tantangan itu, selain melakukan penguatan advokasi kepada lintas sektor yang sudah dibangun, juga melibatkan komunitas ibu-ibu congenital rubella syndrome (CRS) untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat terkait dampak apabila terkena virus MR.
Selain itu dibentuk posko mobile untuk melakukan imunisasi MR dan sosisalisasi. Posko mobile itu dioperasikan di car free day, mall, bahkan Mimi mengusulkan untuk dioperasikan juga di pasar tradisional.
Hasilnya terlihat peningkatan cakupan imunisasi namun belum signifikan. Perlu waktu untuk meningkatkan cakupan imunisasi MR.
Namun demikian, Mimi tetap optimis cakupan imunisasi MR capai target 95% karena segala upaya telah dilakukan oleh pihaknya.
Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemkes melalui nomor hotline 1500-567, SMS 081281562620, faksimili (021) 5223002, 52921669, dan alamat email kontak@kemkes.go.id. (D2)
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat
drg. Widyawati, MKM