Jenewa, 23 Mei 2019
Kasus diabetes di Singapura mengalami kenaikan yang sangat bermakna. Menkes Singapura Gan Kim Yong memerlukan kerjasama bukan hanya internal tapi sekaligus juga regional dengan Indonesia.
Demikian disampaikan Menkes Singapura kepada Menkes RI Nila Moeloek, saat melakukan pertemuan bilateral di Sidang WHA ke 72, di Jenewa (22/5). Pada pertemuan ini, kedua negara menandatangani kerjasama yang sebelumnya telah lama dirintis dan sempat difinalisasi pada akhir tahun lalu pada saat Singapura menyelenggarakan konferensi tentang diabetes.
Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Anung Sugihantono yang mendampingi Menkes RI mengatakan, lingkup kerjasama yang ditandatangani ini menyangkut tentang kerjasama untuk penanganan penyakit tidak menular dan penyakit menular.
“Pada hal-hal yang berkaitan dengan penyakit tidak menular, Menkes Singapura menceritakan, selain prevalensi diabetesnya yang meningkat, ada kelompok masyarakat tertentu di Singapura khususnya yang dari India dan dari Malaysia yang cukup tinggi insidens dari penyakit tidak menularnya. Ia juga menyampaikan
tentang kebiasaan makan garam yang cukup tinggi di Singapura,” kata Anung.
Konsumsi garam direkomendasikan maksimal 5 gram perhari. Tapi orang Singapura bisa mengkonsumsi lebih dari 9 gram per hari. Ini menjadi ancaman besar untuk penyakit tidak menular seperti hipertensi dengan segala implikasinya. Singapura kesulitan mengurangi konsumsi garam karena sudah ada di dalam makanan. Berbeda dengan gula yang bisa direduksi di atas meja.
Untuk mengurangi masalah ini, Kemenkes Singapura sudah mengadvokasi kalangan indistri untuk jturut berperan dalam menjaga umur konsumennya karena konsumen itulah yang akan menjadi konsumen seumur hidupnya.
“Industri tidak dimusuhi tetapi dianggap sebagai aliansi Kementerian Kesehatan Singapura,” kata Anung.
Pada kesempatan tersebut juga dibahas tentang pengendalian penyakit monkeypox yang sempat menjadi bahan pembicaraan dan kecemasan di berbagai dunia khususnya juga di Indonesia.
Menteri Kesehatan Singapura menyampaikan bahwa kasus ini memang sudah ditangani secara maksimal. Satu penderita asal Nigeria dan 23 orang yang kontak dengan penderita sudah keluar dari sistem kekarantinaan dan dan sudah diperbolehkan untuk pulang melakukan aktivitas sehari-hari bersama dengan masyarakat Singapura yang lain karena sudah tidak ditemukan gejala dan tanda. Hasil laboratoriumnya juga baik.
“Jadi di Indonesia tidak perlu heboh lagi (soal monkey pox),” kata Anung.
Sementara itu, Menkes RI Nila Moeloek menegaskan bahawa dalam upaya pengendalian penyakit tidak menular, Indonesia sudah mulai melakukan Healthy Life Movement atau gerakan masyarakat hidup sehat (Germas).
Dirjen P2P kembali menjelaskan terkait kerjasama yang perlu terus dilakukan dengan Singapura adalah dalam pengendalian penyakit menular seperti TBC.
“Saya sampaikan apresiasi karena cross notifikasi diupayakan oleh mereka. Misalkan ada kasus tuberkulosis warga Indonesia yang akan terbang kembali ke Indonesia atau kemanapuan, mereka selalu memberikan informasi sejak awal. Meski nama (penderita) dirahasiakan, tetapi Indonesia diberi kesempatan untuk mengakses dengan kode tertentu. Itu adalah kesempatan yang baik bagi Indonesia untuk menindaklanjuti sejak awal untuk orang-orang Indonesia yang ditemukan mengidap penyakit tertentu di negara lain atau melakukan perjalanan dari negara lain yang harus kembali ke Indonesia,” kata Anung.
Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi nomor hotline Halo Kemkes melalui nomor hotline 1500-567, SMS 081281562620, faksimili (021) 5223002, 52921669, dan alamat email kontak@kemkes.go.id.(gi)
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat
drg. Widyawati, MKM