Kenaikan harga obat telah ditetapkan oleh Menteri Kesehatan berdasarkan rekomendasi dari tim evaluasi harga obat. Tahun ini, Harga Eceran Tertinggi (HET) obat generik ditetapkan sejak tanggal 23 Februari 2012. Penentuan HET ini sudah melalui bermacam-macam pertimbangan, diantaranya kemungkinan pembatasan BBM bersubsidi, kenaikan bahan baku obat, kenaikan upah minimal regional dan sebagainya.
Demikian penjelasan Menteri Kesehatan dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH., Dr.PH mengenai harga obat terkait rencana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).
Tim evaluasi harga obat yang terdiri LSM, organisasi profesi, Kemenkes, BPOM, pakar ekonomi, pakar farmasi dan pakar kesehatan, mempertimbangkan 498 obat yang dirinci harganya. Menkes menyebutkan, ada kenaikan harga pada 170 obat namun harga pada 327 jenis obat malah turun. Hanya 34% dari seluruh jenis obat yang akan mengalami kenaikan harga.
Dari 170 jenis obat yang HET nya naik, 28 item adalah sediaan injeksi dengan rata-rata kenaikan harga per item sebesar Rp 343; sebanyak 123 jenis tablet dan kapsul naik rata-rata Rp 31; sebanyak 8 item sirup rata-rata naik sebesar Rp 30, dan 3 macam salep dengan rata-rata kenaikan Rp 221. Dengan demikian kenaikan harga obat tersebut berkisar 6 – 9 %, terang Menkes.
“Kenaikan harga obat berbeda dengan kenaikan harga bahan pokok lainnya di pasar, karena harga obat ada pengaturannya oleh pemerintah. Selain itu, bagi para penduduk yang dijamin oleh Jamkesmas ataupun Jamkesda sebetulnya kenaikan ini tidak akan mempengaruhi mereka karena sudah discover,” tambah Menkes.
Menkes menjelaskan, HET ditetapkan setiap tahun. Ada beberapa obat yang sudah berproduksi saat ini memakai harga lama. Tahun depan pemerintah akan mempertimbangkannya lagi.
“Biasanya yang akan mengusulkan penyesuaian harga obat adalah industri farmasi karena pada umumnya produsen tidak memproduksi satu macam saja, bisa subsidi silang. Contohnya, ada harga obat yang sekarang naik tapi sebenarnya jenis tersebut belum naik dalam 2-3 tahun. Jadi produsen bisa mengaturnya disitu,” jelas Menkes.
Untuk mengontrol agar tidak ada kecurangan di lapangan ketika pemerintah menetapkan harga eceran tertinggi, Menkes menyatakan telah memberikan HET dari setiap obat generik.
“Masalahnya adalah ada obat-obat di luar obat generik yaitu obat-obat generik bermerk (branded) yang hingga saat ini masih sukar diatur. Harusnya harga obat branded itu tidak terlalu jauh dari obat generik karena prosedurnya sama, mutunya sama. Memang ada selisih karena packagingnya lebih bagus dan promosi yang gencar. Pemerintah memang belum mengatur selisih harga antara obat branded dan generik ini,” ujar Menkes
Menkes meminta agar masyarakat percaya pada apa yang dilakukan pemerintah. Disatu pihak memang ada tindakan-tindakan yang harus diambil namun dipihak lain pemerintah berupaya agar tindakan yang diambil itu tidak memberikan dampak yang berat bagi masyarakat yang tidak mampu.
Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui nomor telepon: 021-52907416-9, faksimili 52921669, Pusat Tanggap Respon Cepat (PTRC): 021-500567 dan 081281562620, atau alamat e-mail info@depkes.go.id, kontak@depkes.go.id.