Makkah, 17 Agustus 2019
Pelaksanaan puncak haji di Armuzna (Arafah, Muzdalifah dan Mina) relatif berjalan sukses. Namun demikian, dirasakan masih perlu dilakukan pembenahan untuk penyelenggaraan ibadah haji berikutnya. Oleh karenanya dibutuhkan evaluasi bersama yang menyeluruh baik dari aspek pelaksanaan ibadah, pelayanan umum maupun pelayanan kesehatan selama fase Armuzna.
Ketua Sektor 7 Daker Makkah, Amar Manaf, mengundang seluruh petugas haji yang berada di sektor 7 untuk mengadakan rapat evaluasi sekaligus mempersiapkan proses pergerakan jemaah haji Indonesia. Proses kepulangan jemaah haji Indonesia akan dibagi kembali menjadi dua gelombang, yaitu yang akan pulang ke Indonesia melalui Jeddah dan yang masih akan beribadah dan kembali ke tanah air dari Madinah.
Pada kesempatan tersebut, hadir pula Kepala Pusat Kesehatan Haji Kemenkes, Dr. dr. Eka Jusup Singka, MSc dan Kepala Bidang Bina Petugas Haji Arab Saudi, Affan Rangkuti. Kapuskeshaji mengatakan bahwa sinergisme antara Kemenkes dan Kemenag sudah terjalin baik. Ini terjadi karena keduanya memiliki target yang sama yakni jemaah haji yang sehat agar ibadah hajinya bisa maksimal.
“Kalau jemaah haji sehat, maka ibadahnya lancar. Pulang membawa haji mabrur,” ucap Eka di hadapan ratusan petugas haji yang hadir.
Kepada para petugas haji, Eka kembali mengutarakan tentang faktor risiko yang dapat menyebabkan masalah kesehatan bagi jemaah haji. Ia berharap seluruh petugas agar lebih waspada dan bisa mengendalikan faktor risiko tersebut.
Pertama terkait dengan lingkungan. Suhu udara di Arab Saudi jauh lebih panas dibandingkan di Indonesia. Begitu juga dengan kelembabannya yang rendah. Kedua kondisi ini menyebabkan mudah terjadinya penguapan. Seringkali jemaah haji, terutama yang lansia, alarm tubuhnya tidak menyadari telah kekurangan cairan tubuh.
“Makanya saya selalu cerewet dengan minum air,” tekan Eka.
Selanjutnya faktor perilaku. Masih banyak jemaah haji Indonesia yang belum menyadari pentingnya kesehatan kaitannya dengan ibadah haji. Ditambah lagi fakta bahwa 60% lebih jemaah adalah kelompok lansia. Selama Armuzna, banyak jemaah yang mengalami kelelahan dan heat stroke (sengatan panas) akibat perilakunya. Memaksakan diri untuk melontar jumroh atau keluar tenda Arafah tanpa mengenakan alat pelindung diri termasuk perilaku yang tidak peduli dengan kesehatannya sendiri.
Yang tidak kalah pentingnya ialah faktor metabolik. Gangguan hormon atau enzim tubuh yang biasanya bersifat genetik, dalam hal ini penyakit tidak menular yang diidap jemaah. Bagi jemaah yang memiliki tekanan darah tinggi/hipertensi, ketika suhu tubuhnya meningkat akibat kekurangan cairan, maka tekanan darahnya juga akan naik. Demikian juga penyakit kronis lainnya semacam jantung atau diabetes melitus, akan mudah tercetus penyakitnya ketika kekurangan asupan cairan.
“Ilmunya sederhana; kendalikan air, gunakan APD, dan cukup istirahat. Itu saja,” ucap Kapuskeshaji.
Sementara itu, Affan Rangkuti meminta kepada seluruh petugas haji yang hadir agar menindaklanjuti apa yang telah disampaikan oleh Kepala Pusat Kesehatan Haji Kemenkes. Dakwah kesehatan haji tidak hanya menjadi tugas dari Kemenkes saja. Ini perlu disikapi secara bijak. Sebagai petugas perlu menyampaikan kepada jemaah haji tentang urgensi kesehatan dalam pelaksanaan ibadah haji.
Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemenkes melalui nomor hotline 1500-567, SMS 081281562620, faksimili (021) 5223002, 52921669, dan alamat email kontak@kemkes.go.id. (AM).
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat
drg. Widyawati, MKM.