Makkah, 18 Agustus 2019.
Slogan ‘Haji Sehat Haji Mabrur’ dapat dimaknai adanya kesatuan antara upaya kesehatan dengan penyelenggaraan ibadah haji. Sinergi ini harus terus dibangun terutama ketika memberikan informasi dan edukasi kepada jemaah haji Indonesia. Inilah yang dinamakan dakwah kesehatan haji.
Tingginya angka kesakitan dan kematian jemaah haji niscaya dapat ditekan apabila seluruh petugas haji memiliki kesamaan persepsi dan visi akan pentingnya kesehatan dalam menunjang prosesi ibadah haji. Edukasi kesehatan yang disampaikan tidak hanya menjadi tanggung jawab Kementerian Kesehatan dan petugas kesehatan, akan tetapi juga dapat dilakukan oleh petugas haji non kesehatan dan unsur penyelenggara lainnya.
Pasca Armuzna, sebetulnya inti dari pelaksanaan ibadah haji sudah selesai. Namun, banyak jemaah yang masih melakukan ibadah-ibadah sunnah dan ziarah yang pada akhirnya menyebabkan kelelahan. Kondisi ini yang mengakibatkan melonjaknya angka kesakitan dan kematian jemaah belakangan ini.
“Oleh karena itu kami sangat berharap upaya preventif promotif itu tidak hanya dikerjakan oleh Tim Promotif Preventif tapi juga dikerjakan oleh dokter kloter dan tentunya bersama-sama dengan pembimbing ibadah,” kata dr. Siswanto, MPH, DTM, Ketua Tim Asistensi Kesehatan Haji Kemenkes, ketika hadir dalam acara evaluasi penyelenggaraan haji di Sektor 1 Daker Makkah pada Sabtu (17/8) malam waktu setempat.
Kematian jemaah haji sesungguhnya adalah takdir yang kuasa yang sulit untuk dikendalikan. Apalagi rasio antara jumlah tenaga kesehatan dengan jemaah haji tidak berimbang. Dokter dan perawat di kloter tidak dapat bekerja sendiri tanpa bantuan ketua kloter, ketua rombongan, konsultan ibadah dan petugas lainnya.
“Jadi mohon bantuannya supaya kita bisa mengintervensi mereka [jemaah haji], supaya mereka bisa terlindungi, supaya kalau sehat bisa beribadah lagi,” ujar Dr. dr. Eka Jusup Singka, MSc, Kepala Pusat Kesehatan Haji Kemenkes.
Eka kerap kali mengibaratkan penyelenggara ibadah haji sebagai kiper dengan gawang yang tidak terbatas. Jemaah yang sakit dan wafat bisa terjadi kapan saja dan di mana saja. Ia memandang ini sebagai sebuah fenomena yang tidak boleh membuat petugas haji berkecil hati. Ini merupakan fakta yang harus kita kerjakan dan selesaikan bersama-sama.
“Negara harus hadir menentukan ini, sebagaimana dalam undang-undang itu untuk membina melayani melindungi jamaah haji,” kata Eka.
Dalam kesempatan tersebut, Eka juga kembali mengungkapkan tiga faktor risiko yang menjadi penyebab utama masalah kesehatan yang menimpa jemaah haji Indonesia. Faktor risiko tersebut yaitu: lingkungan, perilaku dan metabolik. Eka berharap seluruh petugas haji, tidak hanya petugas kesehatan, memperhatikan hal ini dan menginformasikannya kepada jemaah haji Indonesia karena ini juga bagian dari dakwah kesehatan haji. Bagaimana materi pesan kesehatan disisipkan dengan pesan-pesan keagamaan agar lebih mudah diterima.
Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemenkes melalui nomor hotline 1500-567, SMS 081281562620, faksimili (021) 5223002, 52921669, dan alamat email kontak@kemkes.go.id. (AM).
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat
drg. Widyawati, MKM.