Jakarta, 20 Desember 2019
Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia yang secara geografis terletak antara Benua Asia dan Australia, serta Samudera Hindia dan Pasifik dengan populasi lebih dari 250 juta. Dengan meningkatnya konektivitas dan saling ketergantungan antar negara, maka orang, barang, layanan, dan transportasi dapat dengan mudah berlalu lalang antar negara.
Oleh karena itu setiap negara harus mampu mengendalikan dan mencegah ancaman terhadap kesehatan masyarakat. Dalam lima dasawarsa terakhir, telah terjadi kedaruratan kesehatan masyarakat antara lain ditandai oleh penyebaran penyakit menular dan kejadian yang disebabkan oleh radiasi nuklir, pencemaran biologis, pencemaran bahan kimia, bioterorisme dan makanan yang menimbulkan masalah kesehatan.
Hal tersebut berpotensi menyebar ke berbagai negara. Sebagai contoh, berbagai penyakit menular yang muncul telah mengakibatkan kedaruratan kesehatan masyarakat yang meresahkan dunia, antara lain Ebola (2014 dan 2019), Poliomyelitis (2018), Penyakit Virus Zika (2016), Influenza A (H1N1) (2009), Sindrom Pernafasan Akut Parah (SARS) (2002-2003), serta kebocoran reactor nuklir di Hiroshima yang berisiko munculnya penyakit-penyakit tertentu.
Di Indonesia, Sejak 2005-2018 terdapat 200 kasus Avian Influenza (AI) dengan 168 kematian. Sejak KLB AI tahun 2005, Indonesia telah melakukan berbagai upaya untuk mencegah dan mengendalikan AI, termasuk memperkuat pencegahan dan pengendalian, komunikasi dan kolaborasi antara sektor-sektor terkait, dan upaya kesiapsiagaan pandemi influenza komprehensif (seperti mengembangkan pedoman, rencana darurat, dan melaksanakan simulasi diatas meja dan simulasi lapangan).
Pada tahun 2018, Indonesia melaporkan adanya 1 kasus cVDPV1 dan 2 kontak dari kasus positif cVDPV1 yang terjadi di Papua. Karena kasus ini berasal dari Papua Nugini (PNG), selain melaksanakan Pekan Imunisasi sub-Nasional dan meningkatkan imunisasi rutin, Indonesia juga memperkuat pengawasan lintas batas dan mengembangkan Nota Kesepahaman (MOU) antara Pemerintah Indonesia dan PNG.
Untuk mencegah penyebaran penyakit yang meresahkan dunia tersebut, maka Kementerian Kesehatan RI bersama 24 Kementerian dan Lembaga menyusun Dokumen Rencana Aksi Nasional Ketahanan Kesehatan Indonesia tahun 2020-2024 (National Action Plan for Health Security (NAPHS)).
Menteri Kesehatan RI Letjen TNI (Purn) Dr. dr. Terawan Agus Putranto, Sp. Rad(K) RI mengatakan Dokumen NAPHS memuat panduan bagi seluruh Kementrian/Lembaga dalam meningkatkan kapasitas ketahanan kesehatan nasional.
“Dokumen ini bersifat sebagai living document dan merupakan perihal yang penting dan strategis untuk segera diimplementasikan serta menjadi acuan untuk menyusun kegiatan teknis di Kementerian/Lembaga masing-masing,” katanya, Jumat (20/12).
Proses penyusunan NAPHS dimulai sejak tahun 2018 dengan melibatkan semua kementerian, lembaga. Pada Jumat (20/12) dokumen tersebut telah diluncurkan oleh Menteri Kesehatan RI Letjen TNI (Purn) Dr. dr. Terawan Agus Putranto, Sp. Rad(K) RI bersama Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD, serta Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan Agus Suprapto di Gedung Kemenkes RI, Jakarta.
Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi nomor hotline Halo Kemkes melalui nomor hotline 1500-567, SMS 081281562620, faksimili (021) 5223002, 52921669, dan alamat email kontak@kemkes.go.id.(D2)
Kepala Biro Komunikasi dan
Pelayanan Masyarakat
drg. Widyawati, MKM