Hari ini (16/9) resmi berdiri Yayasan Bilqis Sehati. Peresmiannya dilakukan oleh Menkes yang diwakili Sekretaris Jenderal Kemenkes dr. Ratna Rosita, MPHM. Yayasan yang diprakarsai oleh Dewi Farida dan Donny Ardianta Passa, orang tua almarhum Bilqis Anindya Passa (19 bulan) yang meninggal akibat penyakit Atresia Bilier, tujuannya adalah sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap nasib anak-anak seperti Bilqis.
Hadir dalam acara tersebut wakil dari Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, para pejabat di lingkungan Kementerian Kesehatan dan Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan & Perlindungan Anak, Ketua Komnas Perlindungan Anak, para Direktur RS, Organisasi Profesi Kesehatan dan pemimpin redaksi sejumlah media massa.
Menurut Menkes dalam pidatonya yang dibacakan dr. Ratna Rosita menyatakan, Dewi Farida adalah contoh seorang ibu yang tegar, kokoh dan tidak pernah mengenal lelah untuk terus berjuang dan berjuang demi menyelamatkan anak tercintanya. Segala pengorbanan dan pengalaman dalam menjaga dan merawat buah hatinya menumbuhkan rasa sayang, cinta untuk berbagi sesama hingga menimbulkan inspirasi untuk melakukan gerakan sosial yaitu Koin Cinta Bilqis. Suatu gerakan sosial menghimpun dana untuk membantu biaya pengobatan dan perawatan Bilqis.
Pada kesempatan itu, Menkes menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada Dewi Farida dan keluarga termasuk tim penyusun buku ”Ketika Bilqis Harus Cangkok Hati” yang telah berupaya menghimpun kepedulian dan kesadaran masyarakat terhadap penderita Atresia Billier dan dituangkan dalam sebuah buku.
”Betapa berat pengorbanan dan penderitaan batin yang harus dijalani Bilqis dan keluarganya. Di samping biaya pengobatan yang tidak sedikit. Namun semua itu dijalani dengan penuh ketabahan dan kesabaran”, kata Menkes.
Menkes berharap dengan peresmian Yayasan Bilqis Sehati dan terbitnya buku Ketika Bilqis Harus Cangkok Hati dapat menjadi wadah bagi penderita Atresia Biliar dan orangtua penderita untuk saling berbagi pengalaman, suka dan duka, sekaligus menumbuhkan rasa sayang, cinta sesama penderita penyakit Atresia Bilier.
Sejak lahir, kondisi Bilqis memprihatinkan dan menyedihkan akibat penyakit yang dideritanya. Berbagai upaya pengobatan telah dilakukan orangtuanya untuk kesembuhan buah hatinya, namun tak satupun pelayanan kesehatan yang dapat mengobati penyakitnya, hingga akhirnya harus dilakukan operasi cangkok hati di Rumah Sakit Pemerintah, kenang Menkes.
Getirnya perjalanan hidup seorang Bilqis, oleh ibundanya diceritakan dalam sebuah buku yang berjudul Ketika Bilqis Harus Cangkok Hati. Dalam Buku ini, dikisahkan perjuangan seorang ibu Dewi Farida (Ibunda Bilqis) dalam menapaki jalan panjang nan berliku bertabur suka dan duka, berjuang menyelamatkan anaknya dari penderitaan akibat penyakit Atresia Billiar.
“Tanggal 10 April 2010 Bilqis dipanggil menghadap Khaliknya mendahului kita semua. Namun semangat Bilqis telah menjadi simbol kepedulian sosial masyarakat, bahwa kekuatan cinta, kasih sayang, rasa kesetiakawanan sosial, mempunyai arti besar bagi kemanusiaan khususnya bagi masa depan Anak Bangsa”, kata Menkes.
Sementara itu, menurut Dewi Farida, Koin Cinta Bilqis tidak akan berhenti sampai disini. “Koin Cinta Bilqis akan terus berguna, dan didedikasikan untuk anak-anak Indonesia yang mengalami gangguan kesehatan Atresia Bilier melalui Yayasan Bilqis Sehati, Peduli Atresia Bilier Indonesia”, ungkapnya.
Penyakit Atresia Bilier adalah suatu keadaan dimana saluran empedu tidak terbentuk atau tidak berkembang secara normal. Hal ini mengakibatkan hambatan aliran empedu dari hati ke dalam usus 12 jari dan banyak cairan empedu yang menumpuk di hati. Penanganannya membutuhkan teknologi canggih, tenaga dokter ahli, dan biaya yang cukup besar.
Atresia bilier terjadi pada 1 banding 10.000 – 15.000 bayi lahir hidup. Dengan angka kelahiran hidup Indonesia 4,5 juta pertahun, maka prediksi bayi yang menderita atresia bilier mencapai 300 – 450 bayi setiap tahunnya. Bayi dengan atresia bilier bila tidak ditangani akan mengalami kerusakan hati yang berat (sirosis hati) dalam waktu 2 bulan saja.
Kerusakan hati tersebut akan sangat hebat dan cepat sehingga bayi dengan atresia bilier yang tidak mendapat pertolongan medis pada umumnya akan meninggal pada usia 1 – 2 tahun.
Bila cepat didiagnosis, pasien dengan atresia bilier dapat dilakukan operasi Kasai (teknik operasi yang dilakukan dengan bypass, yaitu membuat saluran empedu langsung ke usus 12 jari), idealnya sebelum ia berusia 2 bulan, dengan operasi tersebut diharapkan 70 – 80% bayi dapat dialirkan empedunya ke usus. Bila hasilnya baik, diharapkan sampai dengan 50% bayi dapat mencapai umur 5 tahun, dan 30 – 40% bayi masih dapat menggunakan hatinya sendiri setelah usia 10 tahun.
Bila terlambat dioperasi setelah usia 2 bulan, keberhasilan operasi Kasai akan menurun drastis. Oleh sebab itu bayi dengan atresia bilier perlu segera ditolong sebelum usia optimal 2 bulan terlewati. Bila bayi/anak tidak dapat dipertahankan fungsi hatinya lagi, ia memerlukan transplantasi hati. Jadi tranplantasi hati merupakan terapi yang sebenarnya untuk atresia bilier. Transplantasi hati ini memerlukan biaya yang sangat tinggi. Perawatan bayi yang terlambat dikasai ataupun tidak dapat ditransplantasikan memakan biaya yang tinggi pula.