Sakit gigi dan mulut masih banyak terjadi di masyarakat. Kementerian Kesehatan memberikan layanan pemeriksaan kesehatan gigi dan mulut gratis di puskesmas.
Penyakit gigi dan mulut masih dominan terjadi di masyarakat Indonesia. Hal itu terungkap dari data hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018, yang menunjukkan bahwa 45 persen responden mengalami penyakit gigi berlubang, 19 persen mengalami masalah gigi hilang karena dicabut atau tanggal sendiri, 10,4 persen kasus gigi goyah, serta 4,1 persen gigi yang ditambal. Sementara itu, untuk penyakit mulut, 14 persen responden menderita gusi bengkak atau abses, 13,9 persen mengalami gusi mudah berdarah seperti ketika menyikat gigi, 8 persen sariawan berulang, dan 6,9 persen sariawan menetap.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan, Dr. Eva Susanti, S. Kp., M. Kes., mengatakan, analisa terhadap hasil Riskesdas 2018 menunjukan proporsi jumlah masyarakat yang melakukan tindakan untuk mengatasi masalah gigi dengan meminum obat sebanyak 52,9 persen, konsul perawatan gigi 60,7 persen, dan tindakan penambalan gigi 4,3 persen. “Ini masih menunjukan bahwa masyarakat masih melakukan kunjungan perawatan kesehatan gigi dan mulut jika terpaksa atau terlambat untuk diobati oleh tenaga kesehatan,” kata Eva ketika diwawancara Mediakom pada 21 Februari 2024.
Menurut Eva, masyarakat sebetulnya dapat memanfaatkan fasilitas pemeriksaan kesehatan gratis yang diberikan pemerintah melalui program Jaminan Kesehatan Nasional. Hal tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3 Tahun 2023 tentang Standar Tarif Pelayanan Kesehatan dalam Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan. Pasal 3 ayat (2) peraturan itu menyebutkan bahwa kesehatan gigi non-spesialistik mencakup: a) pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi medis; b) premedikasi; c) kegawatdaruratan oro-dental; d) pencabutan gigi sulung melalui metode topikal atau infiltrasi; e) pencabutan gigi permanen tanpa penyulit; f) obat pascaekstraksi; g) tumpatan gigi; dan h) scaling gigi pada gingivitis akut.
“Pemerintah sudah menjamin ada beberapa tindakan yang dapat diakses dengan gratis. Masyarakat diharapkan mengaksesnya dengan melakukan pemeriksaan kesehatan giginya. Jangan sampai menunggu sakit, baru melakukan pengobatan,” ujar Eva.
Dokter gigi Suci Meighitine Thohir, yang berpraktek di Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) Villa Pertiwi Depok, Jawa Barat, menyatakan bahwa pasien yang datang untuk konsultasi masalah kesehatan gigi terdiri dari anak-anak dan orang dewasa. Namun, karena pelayanan dilakukan pada pagi hari, maka yang datang mayoritas pasien dewasa. Pasien tersebut, kata dia, rata-rata datang dengan keluhan gigi berlubang, ketika kondisi lubangnya sudah dalam dan ada juga yang sudah sakit karena sudah bengkak pada bagian gusinya.
Suci menjelaskan, untuk mengatasi keluhan pasien tersebut, langkah pertama yang dilakukan oleh dokter gigi adalah dengan melihat kondisi gigi yang berlubang sudah seberapa dalam. Apabila sudah mengenai saraf vulva, maka harus dilakukan perawatan saluran akar atau saluran vulva. Sementara itu, jika masih di bagian email atau dentin, biasanya akan dilakukan tambal tetap. Menurut Suci, hanya pada kasus tertentu baru akan dilakukan tindakan untuk mencabut gigi yang berlubang.
“Kami upayakan untuk tetap mempertahankan gigi. Kalau memang ada risiko, biasanya akar gigi yang dicabut atau gigi yang memang sudah tidak bisa dipertahankan kami rekomendasikan untuk dicabut,” ujar Suci.
Suci menambahkan, selain penambalan gigi, pelayanan untuk pasien terkait penyakit gigi dan mulut lain di antaranya adalah konsultasi, pembersihan karang gigi serta pencabutan gigi sulung dan dewasa. Selain itu, kata dia, di tempat tugasnya sebelumnya di Puskesmas Bakti Jaya dan Pondok Sukmajaya, Depok, juga ada layanan pemasangan gigi palsu. Layanan ini baru ada di beberapa puskesmas dan sistem pembayarannya juga tidak sepenuhnya ditanggung JKN sehingga ada cost sharing dengan pasien.
“Pembuatan gigi palsu Itu sifatnya cost sharing, tidak penuh di-cover oleh JKN, jadi memang sebagian besar pasien BPJS yang mau melakukan pembuatan gigi palsu karena merasa di-cover,” kata Suci. “Untuk biayanya itu tercantum di dalam peraturan daerah. Jadi, pasien tinggal melihat biayanya, nanti kalau cocok kami akan ajukan ke BPJS,” kata dokter gigi yang pernah juga bertugas di Puskesmas Lemahabang, Bekasi, Jawa Barat itu.
Lebih lanjut Suci menerangkan, seseorang dapat mengalami sakit gigi karena disebabkan oleh gigi yang berlubang tapi tidak terasa. Seiring perjalanan waktu, baru ia mulai terasa dan mengganggu ketika makan tapi belum dikonsultasikan ke dokter gigi. Baru setelah sakit dan gusi membengkak, pasien berobat ke dokter gigi.
Padahal, kata Suci, awal dari sakit gusi bengkak karena adanya infeksi gigi yang sudah lanjut. Bila gusi sampai bengkak, maka abses infeksinya dari gigi sudah sampai ke pulpa dan selanjutnya akan sampai ke rongga pulpa dan ke ujung akar hingga masuk lagi ke daerah sekitar akar. Bila itu terjadi, maka infeksinya sudah abses, yang berarti sudah ada bakteri di dalamnya.
Di Puskesmas, lanjut Suci, dokter akan mengecek gigi yang menjadi penyebab gusi bengkak dan kemudian membersihkannya atau yang dikenal dengan istilah open bor. Dokter akan membuka abses yang menjadi penyebab tersebut dengan harapan cairan atau gas hasil dari bakteri yang selama ini berkembang di gigi berlubang tersebut akan keluar. Setelah itu, baru gigi akan diberikan obat.
“Untuk tindakan giginya, kami buka, kami bersihkan. Biasanya kalau ada abses itu akan keluar nanah dari dalam gigi. Setelah itu biasanya kami minta pasien untuk minum obat, biasanya kami anjurkan juga untuk meningkatkan imun karena salah satu yang memperberat abses itu karena imunnya turun,” kata Suci, dokter gigi lulusan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran.
Suci menyarankan masyarakat untuk rutin mengontrol kesehatan gigi dan mulut di puskesmas. Selain sudah dijamin bagi peserta JKN, hal ini juga penting untuk mencegah berbagai macam penyakit. Pintu masuk untuk semua makanan dan minuman yang dikonsumsi adalah mulut, maka gigi dan mulut harus dijaga kebersihan dan kesehatannya.
“Salah satu cara untuk merawat gigi itu dengan melakukan kontrol atau pemeriksaan gigi minimal enam bulan sekali. Walaupun tidak ada keluhan, kita harus periksa. Jadi, nanti akan ada deteksi dini, termasuk karies gigi (masalah gigi berlubang),” kata Suci. “Dengan diketahui lebih dini, lubang gigi bisa langsung ditambal untuk mengantisipasi lubang yang lebih dalam atau karies lebih lanjut.”
Penulis: Redaksi Mediakom