Ada banyak manfaat dari makanan berserat tinggi, dari melancarkan buang air hingga mencegah diabetes dan mengurangi risiko penyakit kardiovaskular.
Makanlah makanan yang mengandung serat. Anda mungkin pernah mendengar nasihat semacam ini. Apalagi setelah momen lebaran, yang membuat Anda mengonsumsi aneka makanan mengandung kalori yang besar.
Pada awalnya ahli gizi hanya melihat serat sebagai pencahar yang tidak memberi reaksi apa pun bagi tubuh. Namun, pandangan itu mulai berubah setelah munculnya temuan bahwa konsumsi tinggi serat dapat mengurangi munculnya kasus penyakit kronis.
Serat yang memiliki efek fisiologis tersebut kemudian disebut sebagai serat pangan atau dietary fiber. Menurut Kementerian Kesehatan, sayur-sayuran dan buah-buahan merupakan sumber serat pangan yang sangat mudah ditemukan dan selalu terdapat dalam hidangan sehari-hari masyarakat Indonesia. Namun, akhir-akhir ini ada perubahan pola konsumsi pangan yang menyebabkan berkurangnya konsumsi sayuran dan buah-buahan hampir di semua provinsi. Misalnya, masyarakat perkotaan, yang punya mobilitas tinggi, cenderung memilih mengonsumsi makanan siap saji. Akibatnya, terjadi pergeseran pola makan, dari tinggi karbohidrat, tinggi serat, dan rendah lemak ke rendah karbohidrat dan serat serta tinggi lemak dan protein. Hal inilah yang menyebabkan tingginya kasus penyakit seperti jantung koroner, kanker kolon, dan penyakit degeneratif lainnya.
Serat banyak ditemukan dalam tumbuhan, seperti sayur, buah-buahan, biji-bijian, dan kacang-kacangan. Serat merupakan bagian dari tumbuhan yang dapat dikonsumsi dan tersusun dari karbohidrat yang memiliki sifat resistan terhadap proses pencernaan dan penyerapan di usus halus manusia. Serat akan mengalami fermentasi sebagian atau keseluruhan di usus besar.
Berbeda dengan lemak, protein, atau karbohidrat yang dapat dimetabolisme oleh tubuh Anda, serat hanya akan melewati perut, usus halus, dan usus besar secara relatif utuh, lalu keluar dari tubuh. Mudgil, dalam bukunya Dietary Fiber for The Prevention of Cardiovascular Disease (2017), mengelompokkan serat pangan menjadi dua berdasarkan sifat kelarutannya. Pertama, serat larut, yakni jenis serat yang larut dalam air berbentuk seperti gel. Serat makanan yang dapat larut itu termasuk beta-glukan, galaktomanan, pektin, psyllium, inulin, dan pati resistan. Serat larut dapat membantu menurunkan kadar kolesterol dan glukosa darah. Serat larut bisa ditemukan dalam oat, kacang polong, buncis, apel, buah jeruk, wortel, barley, dan psyllium.
Kelompok kedua adalah serat tidak larut, termasuk selulosa, hemiselulosa, kitosan, lignin dll., yang dicirikan dengan beberapa sifat fisikokimia, seperti kelarutan, kemampuan fermentasi, viskositas, penyerapan air, kemampuan mengikat, dan sebagainya. Jenis serat ini mendorong bahan melewati sistem pencernaan dan meningkatkan jumlah tinja sehingga bermanfaat bagi mereka yang sering mengalami sembelit atau buang air besar tidak teratur. Tepung gandum utuh, dedak gandum, kacang-kacangan, buncis, dan sayuran, seperti kembang kol, kacang hijau, dan kentang, merupakan sumber serat tidak larut yang baik untuk Anda.
Ada sejumlah manfaat serat pangan bagi kesehatan. Serat dapat mengendalikan berat badan atau kegemukan (obesitas). Penelitian Vicky A. Solah dkk. mengenai pengaruh suplementasi serat terhadap berat badan dan komposisi tubuh, yang dipublikasikan di jurnal Nutrients pada 2017, menyimpulkan bahwa serat mampu memfasilitasi penurunan berat badan melalui pengurangan frekuensi makan dan konsumsi makanan. Penelitian mereka menunjukkan bahwa suplementasi serat PolyGlycopleX pada dosis yang dianjurkan dapat menurunkan berat badan hingga 0,1 kilogram dan penurunan indeks massa tubuh hingga 0,1. Menurut Solah dkk., makanan kaya serat akan menarik air dan memberi rasa kenyang lebih lama. Makanan dengan kandungan serat kasar yang tinggi biasanya mengandung kalori, kadar gula, dan lemak yang rendah yang dapat membantu mengurangi terjadinya obesitas.
Pangan kaya serat juga dapat menanggulangi penyakit diabetes. Asupan serat yang tinggi memiliki manfaat metabolik tambahan, termasuk peningkatan indeks glikemik makanan kaya karbohidrat dan profil lipid. Laporan Wendy R. Russell dkk. mengenai dampak komposisi makanan terhadap pengaturan glukosa darah, yang dipublikasikan di jurnal Critical Reviews in Food Science and Nutrition pada 2016, menyatakan bahwa serat pangan mampu menyerap air dan mengikat glukosa sehingga daya cerna karbohidrat berkurang. Keadaan tersebut meredam kenaikan glukosa darah dan menjadikannya tetap terkontrol.
Hasil penelitian Diane E. Threapleton dkk. mengenai asupan serat pangan dan risiko penyakit kardiovaskular, yang terbit di jurnal BMJ pada 2013, menunjukkan bahwa serat tidak larut dan serat dari sumber sereal dan sayuran berbanding terbalik dengan risiko penyakit jantung koroner dan penyakit kardiovaskular. Serat larut air menjerat lemak di dalam usus halus sehingga serat dapat menurunkan tingkat kolesterol dalam darah sampai lima persen atau lebih. Dalam saluran pencernaan serat dapat mengikat garam empedu, yang merupakan produk akhir kolesterol, dan dikeluarkan bersamaan dengan feses. Dengan demikian, serat pangan mampu mengurangi kadar kolesterol dalam plasma darah sehingga diduga akan mengurangi risiko penyakit kardiovaskular.
Penulis: Tim Redaksi Mediakom