Kementerian Kesehatan bersama Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Kementerian Komunikasi dan Informatika, Badan POM dan para stakeholder mengadakan dialog lintas sektor mengenai pengawasan tayangan iklan pelayanan kesehatan di Kantor KPI, Gedung Bapeten, Jakarta (15/8).
Dialog bertujuan untuk menertibkan iklan pelayanan kesehatan dalam rangka melindungi serta memberikan himbauan kepada masyarakat agar lebih berhati-hati dengan semakin maraknya penayangan iklan-iklan di bidang pelayanan kesehatan.
Staf Ahli Menteri Bidang Teknologi Kesehatan dan Globalisasi, Prof. Dr. dr. Agus Purwadianto, SH, M.Si, Sp.F(K) memimpin delegasi Kemenkes dalam dialog tersebut menyampaikan, posisi Kemenkes adalah mendukung apa yang telah dilakukan KPI. Kemenkes juga memantau mengenai masalah tayangan iklan pelayanan kesehatan yang banyak bermunculan beberapa waktu ini. Kemenkes juga sudah melakukan koordinasi lintas sektor dengan Dinkes DKI Jakarta, Assosiasi Pengobatan Tradisional, Badan POM, dan Kemkominfo.
Efek dari iklan pelayanan kesehatan yang di luar ketentuan sebenarnya tidak hanya merugikan namun juga membahayakan kesehatan masyarakat. Diharapkan kita memiliki kepekaan terhadap iklan yang ada, jangan sampai membahayakan masyarakat dan meresahkan tenaga kesehatan yang terlebih dulu sudah berijin dan merusak citra bangsa Indonesia karena pengobatan tradisionalnya, apalagi ini sampai dijadikan lahan bisnis untuk menghasilkan obat yang mengambil bahan dari luar negeri, kata Prof. Agus.
Pada kesempatan tersebut KPI menyampaikan bahwa sudah menjadi tugas KPI sebagai pengawas dari penyiaran dan menindaklanjuti apa yang dilaporkan oleh masyarakat. Wewenang KPI adalah memberikan teguran administratif dengan teguran tertulis.
Komisioner KPI, Nina Mutmainah, mengungkapkan yang menjadi permasalahan dalam iklan pelayanan kesehatan yang sedang marak sekarang ini adalah bukan masalah tidak boleh menayangkan iklan klinik tapi karena adanya 2 permasalahan yaitu pertama adanya testimoni pasien dan yang kedua adalah promosi penjualan.
Nina melanjutkan, langkah pertama yang KPI lakukan apabila ada masalah seperti itu adalah memberikan himbauan kepada stasiun televisi untuk mengedit, apabila dalam waktu yang telah ditentukan iklan tersebut tidak diedit maka akan jatuh sanksi. Sanksi diberikan tentunya merujuk pada peraturan yang ada dan berlaku, salah satunya merujuk pada peraturan Permenkes 1787 tahun 2010, pasal 5 ayat M dan N, tidak boleh melibatkan promosi dalam bentuk apapun dalam testimoni. KPI juga merujuk pada etika pariwara Indonesia, Badan Pengawasan Periklanan (BPP) Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (P3I) yang memang dinyatakan dalam peraturan KPI sebagai pedoman standar penyiaran, setiap iklan harus menghargai etika pariwara Indonesia. Dan dalam etika pariwara Indonesia di kemukakan iklan pelayanan rumah sakit hanya boleh menawarkan jasa dan fasilitas tidak diperkenankan memberikan promosi dalam bentuk apapun. Dalam iklan klinik yang sedang marak mereka menawarkan/promosi dalam bentuk bermacam-macam, ada yang menyebutkan diskon, dan lain-lain.
“Jadi KPI sudah memberikan sanksi sesuai dengan kewenangan, dan juga akan memberikan sanksi teguran ke-2 apabila sanksi yang pertama tidak di hiraukan oleh pihak stasiun TV”, ujar Nina.
Komisioner KPI, Azima Subagyo, menyampaikan diperlukan penguatan ke daerah-daerah karena pemasukan iklan televisi lokal juga berasal dari iklan sejenis, bahkan tidak hanya klinik-klinik saja tapi juga tokoh spiritual, yang secara akademis belum terbukti efektivitasnya. Diharapkan televisi-televisi lokal juga menjadi perhatian karena untuk iklan pelayanan kesehatan perlu diperhatikan tentang cara penyampaian, produk dan impactnya terhadap masyarakat.
Dari pihak Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta menyatakan sudah memanggil klinik-klinik pengobatan yang ada untuk dilakukan pembinaan, intinya mereka tidak boleh beriklan yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku, kemudian dilakukan pembinaan dengan memanggil ketua klinik dan membuat pernyataan untuk tidak beriklan yang tidak sesuai ketentuan.
Beberapa badan dan organisasi, yaitu Badan POM, Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), Organisasi Ikatan Natur Obat Indonesia, dan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mendukung upaya-upaya penertiban iklan pelayanan kesehatan dan pengaturan pemanfaatan praktik pengobatan tradisional komplementer. Ada hal-hal yang harus dipenuhi bagi siapapun atau metode apapun yang bergerak di bidang kesehatan karena menyangkut orang banyak, salah satunya yang perlu dijunjung tinggi adalah etika dan moral. Mereka juga berpendapat bahwa seharusnya melalui media bisa menjadi salah satu pembelajaran bagi masyarakat jangan sebaliknya menjadi pembodohan atau penyesatan pada masyarakat.
Kepala Pusat Komunikasi Publik Kemenkes RI, drg. Murti Utami, MPH, mengemukakan tentang upaya Kemenkes menanggulangi masalah iklan, dari Kemenkes telah melakukan berbagai upaya sejak Permenkes 1787 diterbitkan tahun 2010, Kemenkes sudah melakukan sosialisasi ke seluruh media baik cetak dan televisi mengenai Permenkes pada tahun 2011, tahun 2012 pada bulan Februari, sosialisasi kembali dilakukan lebih kepada klinik. Teguran juga pernah dilayangkan ke beberapa media televisi dan media cetak yang ditembuskan ke KPI, dan ada salah satu media televisi setelah teguran merasa keberatan karena bukan ranah Kemenkes menegur media televisi, namun implisit Kemenkes hanya melakukan perlindungan kepada masyarakat dan wajib mengingatkan kepada mereka, sepenuhnya teguran secara sanksi dari KPI, kata Kapuskom.
Dari Kementerian Kominfo berharap perhatian pada konten siaran supaya bisa mendidik dan ke depan lebih baik lagi.
Ketua KPI, Muhammad Riyanto, menyampaikan secara substansi bahwa Kemenkes, IDI, BPOM meneguhkan apa yang dilakukan KPI adalah benar dan berharap ada MoU yang mengkonkretkan, termasuk sosialisasi di media mengenai traditional medicine ke masyarakat. KPI secara kelembagaan sepenuhnya membantu secara analisis boleh atau tidak iklan di media penyiaran. KPI menyediakan diri untuk berkoordinasi dan menjadi tuan rumahnya.
“Perlu adanya peneguhan dan penguatan tugas dan fungsi KPI, perlu juga pembentukan desk di bidang isi siaran melibatkan IDI, Kemenkes, BPOM dan Kominfo untuk menentukan batasan iklan boleh atau tidak, illegal atau tidaknya”, kata Muhammad Riyanto.
Prof. Agus di akhir dialog menegaskan, Kemenkes serius untuk menindaklanjuti pengawasan tayangan iklan pelayanan di bidang kesehatan, usulan pembentukan desk akan ditindaklanjuti, selain itu Pengawas Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Kemenkes akan diaktifkan bekerjasama dengan PPNS dari Kemkominfo. Tidak lupa hal-hal yang perlu diantisipasi juga diturunkan ke daerah.
Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui nomor telepon: (021) 52907416-9, faksimili: (021) 52921669, Pusat Tanggap Respon Cepat (PTRC): <kode lokal> 500-567 dan 081281562620 (sms), atau e-mail kontak@depkes.go.id