Pasien Tuberkulosis (TB) tidak perlu cemas karena penyakitnya dapat disembuhkan. Masyarakat diharapkan dapat segera memeriksakan diri ke Puskesmas atau rumah sakit. Untuk diagnosa awal pengobatan diberikan gratis, dan bagi pasien TB yang masuk dalam program semua pengobatan ditanggung pemerintah.
Kepatuhan menjalani pengobatan secara teratur selama enam bulan dan rutin meminum obat justru menjadi kunci keberhasilan penyembuhan pasien TB. Karena jika hal tersebut tidak dilakukan, maka penyakit TB ini akan menjadi Tuberkulosis Multi Drug Resistant (TB-MDR) yang kebal obat.
Demikian penjelasan Ketua Pokja Directly Observed Treatment, Short-course (DOTS) dan TB-MDR RSUP Persahabatan, Dr dr. Erlina Burhan, Msc, Sp.P (K) dalam kegiatan temu media mengenai TB dan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) di RSUP Persahabatan, Jakarta (23/11).
Penyakit Tuberkolosis (TB) merupakan penyakit menular, disebabkan oleh masuknya kuman Mycobacterium Tb ke dalam tubuh dan menyerang paru-paru manusia. Ada beberapa faktor risiko dari penyakit ini, yaitu kebiasaan merokok, pencemaran udara atau polusi dan juga tertular oleh suspek TB lainnya.
“Gejala dari penyakit ini antara lain batuk berdahak yang berkepanjangan bahkan hingga mengeluarkan darah, berat badan yang menurun drastis, demam, serta sakit pada bagian dada”, ujar dr. Erlina.
Saat ini Indonesia berada di peringkat 4 dunia untuk kasus penyakit TB setelah India, China dan Afrika Selatan. Menurut data RS Persahabatan, sedikitnya tercatat 1500 pasien TB per tahun. Sebanyak 10% pasien TB di RSUP Persahabatan adalah pasien rujukan. Adapun jumlah pasien TB-MDR yang menjalani pengobatan di RSUP Persahabatan saat ini berjumlah sekitar 480 pasien, dari jumlah tersebut 338 pasien masih menjalani pengobatan dan sisanya menolak diobati, dan meninggal dunia sebelum atau sesudah pengobatan.
“Sebagian karena menolak diobati, ada pula yang karena bekerja sehingga tidak bisa datang setiap hari”, kata dr. Erlina.
Pasien harus datang setiap hari untuk menjalani pengobatan dan menerima suntikan selama enam bulan, agar sembuh dari penyakit TB. Pasien yang menolak pengobatan akan menjadi sumber penularan bagi orang lain, bahkan bisa meninggal.
Menurut dr. Erlina, pasien suspek TB dinyatakan sembuh apabila mengikuti setiap proses pengobatan selama 6 bulan tanpa putus. Namun sayangnya, tidak sedikit pasien suspek TB yang tidak mengikuti proses pengobatan ini secara total. Banyak pasien yang berhenti melakukan pengobatan ketika mereka merasa tubuh mereka sudah lebih baik dari sebelumnya, berat badan mereka naik dan sebagainya, sebelum masa pengobatan 6 bulan berakhir. Padahal, kelalaian pasien suspek TB ini menyebabkan kuman Mycrobacterium Tb yang ada di dalam tubuh mereka menjadi kebal terhadap obat atau Multi Drug Resistance (MDR).
“Hal ini terjadi karena kuman Mycobacterium Tb tidak lagi mempan terhadap obat Rifampisin dan Isoniazid, dua obat penting dalam pengobatan TB”, terang dr. Erlina.
“Bila sudah begini, harus dilakukan pengobatan yang tingkatannya lebih tinggi lagi, dengan obat yang lebih banyak, waktu penyembuhan yang lebih panjang dan juga efek samping yang lebih kuat. Waktu penyembuhan untuk TB MDR ini adalah 2 tahun,” jelas dr. Erlina.
Ditambahkan bahwa selama 2 tahun ini pasien suspek TB MDR harus check up dan minum obat setiap hari kecuali hari Sabtu dan Minggu. Di RS Persahabatan disediakan poliklinik khusus untuk pasien TB MDR selama 24 jam. Di sini pasien dapat datang kapanpun untuk melakukan pengobatan.
“Pengobatan harus dilakukan di RS untuk meminimalisir pasien yang tidak meminum obat secara teratur. Selain itu juga untuk membantu pasien yang mulai mengalami efek samping dari pengobatan, misalnya mual, muntah, vertigo, dan lain-lain”, tambah dr. Erlina.
Selain itu, penyakit TB dan TB MDR dapat disembuhkan tidak hanya dengan obat-obatan dan tindakan medis lainnya, namun juga dibutuhkan dukungan sosial dari masyarakat sekitar.
“Seringkali pasien suspek TB dan TB MDR dijauhi bahkan dikucilkan dari pergaulan”, kata dr. Erlina.
Hal ini terjadi karena masih ada masyarakat yang menganggap bahwa penyakit TB dan TB MDR adalah sebuah kutukan, sehingga para pasien suspek TB dan TB MDR dianggap sebagai manusia yang dikutuk.
“Ini adalah sikap yang sangat salah. TB dan TB MDR bukanlah penyakit turunan atau kutukan, namun merupakan penyakit yang disebabkan oleh kuman dan itu bisa disembuhkan”, tegas dr. Erlina.
Dengan adanya dukungan-dukungan sosial dan psikososial dari masyarakat, pasien suspek TB dan TB MDR akan lebih termotivasi untuk sembuh dari penyakitnya. Khusus untuk penyakit TB MDR, dukungan psikososial sangat diperlukan, misalnya dengan cara konseling dengan dokter spesialis psikiatri, diskusi kelompok, pertemuan, dan rekreasi.
Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui nomor telepon: (021) 52907416-9, faksimili: (021) 52921669, Pusat Tanggap Respon Cepat (PTRC): <kode lokal> 500-567 dan 081281562620 (sms), atau e-mail kontak@depkes.go.id.