Dengan meningkatnya permasalahan gangguan pendengaran dan ketulian di Indonesia, maka perlu adanya antisipasi dengan melakukan upaya promotif, preventif serta memberikan pelayanan kesehatan indera pendengaran yang optimal sebagai upaya kuratif dan rehabilitatif terhadap masyarakat. Untuk itu diperlukan kerjasama dan kesamaan visi dari berbagai pihak yaitu dokter, perawat, tenaga kesehatan (asisten audiologi, audiometris), terapis wicara, pendidik, teknisi, serta masyarakat.
Demikian sambutan Wakil Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Prof. Dr. Ali Ghufron Mukti, MSc, Ph.D, pada Peringatan Hari Kesehatan Telinga dan Pendengaran (HKTP) tahun 2013, di Ruang Siwabessy Kemenkes RI (6/3).
Lebih lanjut Wamenkes mengatakan, Kementerian Kesehatan telah menyusun Rencana Strategi Nasional Penanggulangan Gangguan Pendengaran dan Ketulian (PGPKT). Salah satu strategi dalam Renstranas PGPKT adalah penguatan advokasi, komunikasi dan sosialisasi dengan semua sektor untuk upaya penanggulangan gangguan pendengaran dan ketulian. Upaya sosialisasi ini dilaksanakan untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya menjaga kesehatan telinga dan pendengaran. Upaya advokasi dilaksanakan untuk mendapatkan dukungan dari semua sektor dalam penanggulangan gangguan pendengaran dan ketulian di masyarakat.
Menurut Wamenkes, telinga sehat berawal dari telinga yang bersih dan pendengaran baik adalah pendengaran yang sehat dan berawal dari telinga sehat. Jadi telinga yang bersih akan menyebabkan telinga sehat dan pendengaran sehat. Pendengaran yang sehat akan meningkatkan kualitas hidup untuk mencapai kebahagiaan. Oleh sebab itu mari kita jaga kesehatan pendengaran kita dengan menerapkan pola hidup bersih dan sehat serta menghindari pendengaran dari kebisingan, serta melakukan pemeriksaan/deteksi dini adanya gangguan pendengaran.
“Himbauan untuk gerakan pemeriksaan pendengaran ini sudah di sebarluaskan ke semua propinsi di Indonesia melalui Dinas Kesehatan di Provinsi, Kabupaten/Kota, Rumah Sakit dan Puskesmas, untuk melakukan pemeriksaan pendengaran masyarakat. Kita semua berharap melalui gerakan ini akan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya memelihara kebersihan dan kesehatan telinga untuk mencapai pendengaran sehat menuju hidup bahagia”, kata Wamen.
Menurut World Health Organization (WHO), saat ini diperkirakan ada 360 juta (5.3%) orang di dunia mengalami gangguan cacat pendengaran, 328 juta (91%) diantaranya adalah orang dewasa (183 juta laki-laki, 145 juta perempuan) dan 32 juta (9%) adalah anak-anak. Prevalensi gangguan meningkat seiring dengan pertambahan usia. Prevalensi gangguan pendengaran pada orang di atas usia 65 tahun bervariasi dari 18 sampai hampir 50% di seluruh dunia.
Lebih Lanjut WHO mengungkapkan, diperkirakan 20% orang dengan gangguan pendengaran membutuhkan alat bantu dengar. Sementara itu, perkiraan produksi alat bantu pendengaran saat ini hanya memenuhi 10% dari kebutuhan global dan hanya memenuhi 3% dari kebutuhan di negara berkembang.
Permasalahan gangguan pendengaran, selain terjadi pada orang tua, masalah lain yang perlu mendapat perhatian bersama adalah gangguan pendengaran akibat paparan bising, gangguan pendengaran akibat infeksi dan sumbatan kotoran telinga (serumen prop) yang banyak ditemukan pada anak-anak usia sekolah. Sumbatan serumen dapat mengakibatkan gangguan pendengaran sehingga akan mengganggu proses penyerapan pelajaran bagi anak sekolah. Hasil survey cepat yang dilakukan oleh Profesi Perhati dan Departemen Mata FKUI di beberapa sekolah di 6 kota di Indonesia, ternyata prevalensi serumen prop pada anak sekolah cukup tinggi yaitu antara 30 – 50 %. Hal ini tentu akan sangat mengganggu dalam proses penyerapan pelajaran pada anak sekolah, sehingga masalah ini harus segera kita tanggulangi bersama, jelas Wamenkes.
Pada tahun 2007, konferensi internasional pertama tentang Pencegahan dan Rehabilitasi Gangguan Pendengaran diselenggarakan di Beijing oleh Pusat Penelitian Rehabilitasi Anak Tuna Rungu Cina (CRRCDC), Federasi Orang Cacat (CDPF) Beijing, Cina dan WHO. Hasil konferensi tersebut adalah “Deklarasi Beijing” dan penetapan tanggal 3 Maret sebagai “Internasional Ear Day Care”. Tanggal ini dipilih karena bentuk angka 3 menggambarkan atau berkaitan dengan bentuk telinga. Sejak itu, “Hari Kesehatan Telinga dan Pendengaran Sedunia” diperingati setiap tanggal 3 Maret untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan kesehatan telinga dan pencegahan gangguan pendengaran.
Indonesia telah mencanangkan tanggal 3 Maret sebagai Hari Kesehatan Telinga dan Pendengaran pada tanggal 3 Maret 2010 yang lalu. Semenjak itu kita memperingati tanggal 3 Maret sebagai Hari Kesehatan Telinga dan Pendengaran, yang pada tahun ini kita peringati dengan tema “pendengaran sehat untuk hidup bahagia”
Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemkes melalui nomor hotline <kode lokal> 500-567; SMS 081281562620, faksimili: (021) 52921669, website www.depkes.go.id dan alamat e-mail [email protected].