Thalassaemia ialah penyakit kelainan sel darah merah yang disebabkan berkurang atau tidak dibentuknya bahan pembentuk hemoglobin, yang berakibat sel darah merah mudah pecah. Penyakit ini di turunkan dari kedua orangtua dan bukan merupakan penyakit menular.
Demikian diungkapkan Ketua Yayasan Thalassaemia Indonesia, Rinie Amaluddin, SH. M.Si, saat acara Peringatan Hari Thalassaemia Sedunia, di Bundaran Hotel Indonesia (8/5). Hari Thalassaemia Sedunia diperingati setiap tanggal 8 Mei dengan tema peringatan tahun ini yaitu “Jadilah Sahabat Thalassaemia, Periksalah Darah Anda Sebelum Menikah, serta Memutuskan Mata Rantai Penurunan Thalassaemia Demi Masa Depan Anak Bangsa yang Sehat dan Kuat.
Menurut Rinie Amaluddin, Thalassaemia terbagi menjadi beberapa jenis, yaitu Thalassemia Minor dan Mayor. Thalassemia Trait atau Minor yaitu hanya pembawa sifat dan tidak berbahaya sama seperti orang normal. Sedangkan Thalassaemia Mayor ialah jenis Thalassaemia yang menunjukkan gejala anemia, pembesaran hati dan limpa, yang berbahaya dan selalu membutuhkan darah seumur hidupnya karena tidak bisa memproduksi darah merah,
Lebih lanjut Rinie Amaluddin menjelaskan, ciri orang yang menderita Thalassaemia Mayor yaitu anak yang lahir dengan Thalassaemia Mayor pada awalnya lahir normal, gejala baru muncul saat usia beberapa bulan. Anak tampak pucat, lesu, kuning, dan kurang gizi. Pada anak lebih besar selain gejala tersebut sering ditemukan kulit kehitaman, perut membesar, perubahan bentuk wajah (Facies Cooley), tanda-tanda pubertas terlambat, dan gangguan pertumbuhan (perawakan kecil).
“Penurunan atau penularan Thalassaemia pada perkawinan antara 2 pembawa sifat/orang dengan Thalassaemia (Ayah dan Ibu), jika memiliki keturunan, maka anak yang di lahirkan bisa tertular Thalassaemia, baik anak pertama, kedua, ketiga, dan seterusnya, secara bersilang ada yang tertular dan bisa juga tidak tertular Thalassaemia, bahkan bisa semua keturunan atau anaknya terkena Thalassaemia. Dengan presentase 25% normal, 50% Thalassaemia Minor, dan 25% Thalassaemia Mayor”, tambah Rinie Amaluddin.
Sementara itu, penurunan atau penularan Thalassaemia pada perkawinan antara pembawa sifat/orang dengan Thalassaemia dengan orang sehat (normal), jika memiliki keturunan atau anak, maka 50% akan tertular Thalassaemia dan 50% tidak tertular Thalassaemia, lanjut Rinie Amaluddin.
Atas dampak dari penyakit Thalassaemia tersebut, maka para pasangan perempuan dan laki-laki yang akan menikah perlu melakukan pemeriksaan darah terlebih dahulu, apakah pasangan kita memiliki penyakit Thalassaemia atau tidak. Hal itu untuk mencegah terlahirnya keturunan yang rentan terkena Thalassaemia Mayor yang membahayakan.
Upaya penanganan penderita Thalassaemia Mayor, dilakukan dengan memberikan transfusi darah secara berkala dan berkesinambungan dalam periode atau selang 4-6 minggu sekali. Dengan seringnya transfusi darah, maka zat besi dalam tubuh si penderita akan bertambah banyak. Akibatnya dapat merusak organ tubuh si penderita, seperti jantung, hati, pankreas dan lain-lain dalam kulit tubuh dapat merubah warna kulit, jelas Ketua Yayasan Thalassaemia Indonesia.
Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemkes melalui nomor hotline <kode lokal> 500-567; SMS 081281562620, faksimili: (021) 52921669,website www.depkes.go.id dan alamat e-mail[email protected].