Kasus rabies mengalami peningkatan di Bali, Nias dan Maluku Tenggara Barat dengan 165 kasus, Dari jumlah itu, kasus terbanyak terdapat di Bali yaitu 119 kasus, disusul Nias 26 kasus dan Pulau Lara Maluku Tenggara Barat 20 kasus. Karena kasus penularan dan kematian meningkat, ketiga wilayah tersebut dinyatakan terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) Rabies. Sepanjang tahun 2010 secara nasional telah terjadi 74.858 kasus gigitan hewan penular rabies (GHPR), 195 diantaranya berakhir pada kematian.
Hal itu disampaikan Menko Kesra H.R. Agung Laksono dalam jumpa pers usai Rapat Koordinasi lingkungan Kementerian Kesejahteraan Rakyat di Jakarta tanggal 1 Februari 2011. Dalam jumpa pers tersebut Menko Kesra didampingi Menkes Endang Rahayu Sedyaningsih dan Menteri Pertanian Suswono.
Menteri Kesehatan dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr. PH mengatakan rabies merupakan penyakit yang mematikan. Bila telah muncul gejala klinis rabies (lyssa), maka penderita akan meninggal. Penyakit yang lebih dikenal dengan anjing gila ini menyerang susunan saraf atas dan sampai saat ini belum ada obatnya.
Cara yang paling ampuh untuk mencegah kematian yaitu, cuci luka bekas gigitan hewan penular rabies dengan air dan sabun selama 10-15 menit. Berikan Vaksin Anti Rabies (VAR). Bila gigitan berada di leher atau kepala ditambahkan dengan Serum Anti Rabies (SAR). Vaksin dan serum disediakan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah, ujar Menkes.
Gejala klinis Rabies yang khas adalah takut pada air (hydrofobi), takut pada cahaya (fotofobi), takut suara keras, takut angin (aerofobi). Penderita akan langsung ketakutan bahkan sampai kejang bila melihat air, atau mendengar gemericik air, atau kaget karena suara keras. Biasanya penderita akan meninggal 2-7 hari setelah gejala klinis muncul, ujar Menkes.
Penularan melalui gigitan anjing, kucing, atau monyet yang positif rabies karena air liurnya banyak sekali mengandung virus. Di Indonesia hewan utama penular rabies adalah anjing mencapai 98 persen dan dua persen bisa dari kucing atau monyet..
Masa inkubasi setelah digigit sampai timbul gejala klinis bervariasi antara 2-8 minggu tapi ada yang sampai dua tahun, di Indonesia rata-rata 2-3 bulan.
“Begitu keluar gejala klinisnya pasien sudah tidak bisa ditolong lagi oleh karena begitu digigit maka virus akan berjalan melalui aliran darah ke otak,”. Di otak virus memperbanyak diri dan baru menjalar ke organ lain, jika sudah ada gejala artinya otaknya sudah dikuasai virus rabies sehingga sukar sekali disembuhkan, ujar Menkes.
Ciri-ciri hewan pembawa virus rabies yaitu banyak mengeluarkan air liur, ekornya terselip di antara kedua kaki belakang dan sangat agresif. Untuk antisipasi hewan yang dieliminasi harus dibakar dan dikubur dengan kedalaman lebih dari satu meter..
Menurut Menkes, angka absolut jumlah kasus rabies di Indonesia setiap tahun lebih sedikit bila dibandingkan dengan negara lain seperti India, Filipina, Vietnam, dan China. India, terjadi 25.000 kasus/tahun, China, 2.500/tahun, Philipina 200-300 kasus/tahun, Vietnam 9.000 kasus/tahun. Indonesia rata-rata 125 kasus/tahun. Tetapi walaupun jumlah kasusnya sedikit, kematian manusia tak dapat diganti dengan apapun. Penyakit ini harus mendapat perhatian besar, karena dapat berkembang cepat bila tidak dilakukan pengendalian.
Rabies sudah menyebar di 24 Prov , artinya hanya 9 provinsi bebas rabies yaitu Bangka Belitung, Kalimantan Barat, DKI Jakarta, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Papua Barat dan Papua. Dari Januari sampai 31 Desember 2010 tercatat 74.858 kasus gigitan HPR, dengan 195 kasus kematian (lyssa), ujar Menkes.
“Upaya-upaya yang kita lakukan adalah membuat buku pedoman, sosialisasi dan menyediakan VAR dan SAR serta membuat rabies center dan tim koordinasi dengan kementerian pertanian,” kata Menkes.
Dalam Rakor Kesra yang dipimpin langsung H.R. Agung Laksono membahas pengendalian penyakit Rabies di Indonesia, dihadiri Mendagri Gamawan Fauzi, Menkes Endang Rahayu Sedyaningsih, Menteri Pertanian Suswono dan wakil-wakil dari Kemenlu, Kemenbudpar, Kemenkeu, dan Kemenkominfo.
Menurut Agung Laksono, Rakor Kesra membahas percepatan pengendalian penyakit Rabies menuju Indonesia Bebas Rabies pada tahun 2020. Rakor menghasilkan tujuh kesepakatan.
Pertama perlu intesifikasi koordinasi lintas sektor untuk mengendalikan penyakit zoonosis, yaitu penyakit yang menular dari hewan ke manusia. Kedua, dalam percepatan pengendalian rabies diperlukan pemenuhan kebutuhan vaksin baik vaksin untuk manusia maupun vaksin untuk hewan (anjing) termasuk biaya operasionalnya yang ada pada kementerian kesehatan dan kementerian pertanian. Ketiga, meningkatkan sosialisasi dan penjelasan tentang bahaya dan cara-cara menghindari penyakit rabies dan mengenali hewan penular rabies. Keempat, pengawasan yang lebih intensif terhadap mobilitas hewan pembawa penyakit rabies antara lintas daerah. Oleh karena itu peranan pemerintah daerah sangat penting baik pemkab/pemkot maupun pemprov. Kelima, dalam rangka pengendalian rabies juga perlu dilakukan eliminasi hewan positif rabies dengan cara dimatikan atau dibunuh, dibakar atau dikubur. “Memang eliminasi ini perlu langkah-langkah persuasive“, ujar Menko Kesra. Keenam, dibentuk tim terpadu antar kementerian antara lain kementerian dalam negeri, pertanian, kesehatan dan juga kementerian luar negeri dan juga kementerian kebudayaan dan pariwisata. Ketujuh, penetapan kejadian luar biasa rabies di wilayah oleh pemerintah setempat seperti yang dilakukan Gubernur Bali pada Oktober 2010. Dengan penetapan itu, Pemda dapat melakukan langkah-langkah cepat tanggap darurat seperti halnya terhadap bencana alam. Dengan penetapan KLB, di Bali saat ini kasus rabies sudah menurun.
Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui nomor telepon: 021-52907416-9, faks: 52921669, Call Center : 021-500567, 30413700, atau alamat e-mail puskom.publik@yahoo.co.id, info@depkes.go.id, kontak@depkes.go.id.