Target penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) menghadapi kendala karena tren penurunannya belum menggembirakan. MDG 4 dan 5 dikhawatirkan tidak tercapai apabila kita tidak melakukan akselerasi.
Demikian disampaikan Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan, dr. Ratna Rosita Hendardji, MPHM saat membuka acara Launching Program Expanding Maternal and Newborn Survival (EMAS) di Jakarta (26/01/12). Hadir dalam acara tersebut, Direktur Jenderal Bina Gizi dan KIA, Dr. dr. H.Slamet Riyadi Yuwono, DTM&H, MARS, M.Kes; Utusan Khusus Presiden RI untuk MDGs, Prof. Nila F. Moeloek; Pejabat eselon 1 dan 2 Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat, Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, Bappenas dan BKKBN; Mission Director USAID, Mr Glen Anders; President and Chief Executive Officer JHPIEGO, Dr. Leslie Mancuso; Kepala Dinas Kesehatan Provinsi EMAS; perwakilan dari organisasi profesi; donor agencies; dan lembaga swadaya masyarakat.
“Beberapa kajian di tingkat global dan data di Indonesia menunjukkan bahwa kematian ibu dan kematian bayi terutama terjadi pada saat persalinan dan kelahiran, serta pada hari-hari pertama dan minggu pertama setelah persalinan dan kelahiran. Kematian juga terjadi pada situasi emergensi dan komplikasi, sehingga risiko kematian sangat besar bagi ibu dan bayi”, ujar Sesjen.
Program Expanding Maternal and Neonatal Survival (EMAS) kerjasama antara USAID dan Pemerintah Indonesia yang akan berlangsung dari tahun 2012-2016 dan bertujuan menurunkan kematian ibu dan kematian bayi baru lahir.
Selaras dengan hal tersebut, Dirjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI menyebutkan 5 Provinsi yang menyumbang jumlah kematian Ibu sebesar 50%, yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, NTT, Banten, Jatim. Sebanyak 25% lagi terjadi 9 Provinsi, yaitu Sumatera Utara, Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Lampung, NTB, Kalimantan Selatan, Aceh, dan Sumatera Selatan. Sementara sisanya, 19 propinsi menyumbang 25% kematian ibu.
“Provinsi penyumbang kematian ibu terbesar bukan berarti memiliki angka kematian ibu tertinggi maupun cakupan persalinan terendah. Selain itu, penurunan jumlah kematian ini tidak selalu terkait dengan peningkatan cakupan persalinan di tenaga kesehatan (linakes) karena pada beberapa propinsi penyumbang kematian ibu terbesar, cakupan linakes sudah tinggi. Harus ada usaha lebih dari sekedar peningkatan cakupan linakes”, tandas Dirjen Gizi dan KIA.
Program ini akan dilaksanakan di 6 provinsi yang memiliki jumlah kematian ibu dan neonatal besar. Fokus intervensi program ini adalah meningkatkan kualitas pelayanan emergensi di tingkat puskesmas dan Rumah Sakit dan meningkatkan efektivitas sistem rujukan agar terencana dan senantiasa kewaspadaan dalam situasi emergensi. Di tahun pelaksanaan yang pertama, Pogram EMAS akan diselenggarakan di 8 Kabupaten di 6 Provinsi tersebut, yaitu Kab. Deli Serdang, Sumatera Utara; Kab. Serang, Banten; Kab. Bandung dan Kab. Cirebon, Jawa Barat; Kab. Tegal dan Kab. Banyumas ,Jawa Tengah; Kabupaten Malang, Jawa Timur; dan Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan.
Sesjen mengharapkan, upaya akselerasi dapat memberikan dampak secara nyata dengan menurunnya jumlah kematian ibu dan bayi baru lahir secara absolut di seluruh Kabupaten/Kota daerah Program EMAS dan memberikan pengaruh baik kepada Kabupaten/Kota di sekitarnya.
Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui nomor telepon: 021-52907416-9, faksimili 52921669, Pusat Tanggap Respon Cepat (PTRC): 021-500567 dan 081281562620, atau alamat e-mail [email protected], [email protected].