Berbagai aspek dalam sistem kesehatan di Indonesia masih membutuhkan perbaikan. Pemilihan intervensi dalam program Cross-Cutting Health System Strengthening mempertimbangkan prioritas yang telah digariskan dalam Strategi Sektor Kesehatan Nasional 2010-2014. Faktor pertimbangan lain adalah potensi untuk melengkapi program kesehatan yang sudah ada, dengan berusaha mengurangi hambatan dalam pelayanan kesehatan primer, termasuk yang terkait dengan AIDS, Tuberculosis, dan Malaria (ATM).
Akselerasi cakupan program Pengendalian Penyakit ATM memerlukan cross-cutting Penguatan Sistem Kesehatan (HSS=Health Systems Strengthening) yang melibatkan stakeholder merupakan latar belakang diadakannya program Cross-Cutting Health System Strengthening Inteventions. Oleh karena itu, pada hari ini telah dilakukan penandatanganan Sub Recipient Agreement dengan Principal Recipient pada Program tersebut di Gedung Kemenkes RI, yang dilakukan oleh Sekretaris Jenderal Kemenkes RI, dr. Ratna Rosita, MPHM selaku pimpinan Principal Recipient Cross-Cutting HSS Interventions, Kepala Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Kemenkes, dr. Jane Soepardi, MPH, DSc selaku Authorized Principal Recipient Global Fund, serta masing-masing Kepala Sub Recipient meliputi; Kepala Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional, Drs. Syamsudin, Apt., M.Si; Kepala Pusat Humaniora, drg. Agus Suprapto, M.Kes; dan Sekretaris Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Drs. Purwadi, Apt, MM,ME.
Program intervensi untuk program tersebut terbagi tiga yaitu; memperkuat sistem informasi kesehatan, scale up the sample registration system, dan memperkuat Pharmaceutical Supply Chain Management, Drug Safety and Pharmacovigillance. Berbagai kegiatan yang harus dilakukan untuk menunjang program seperti; pembangun pusat pelatihan Sistem Informasi Kesehatan (SIK); membangun model SIK Dinkes dan Puskesmas; asistensi Teknis SIK untuk Propinsi Papua and Papua Barat; menyediakan insentif untuk staf SIK kabupaten di Papua and Papua Barat; dihasilkannya Laporan Penelitian Operasional secara komprehensif; pengembangan Kamus Kesehatan di tingkat nasional; meningkatkan kapasitas staf SIK di 24 propinsi dan kabupaten melalui pelatihan standarisasi SIK pada DBK dan DTPK; melakukan Sampling Registration System (SRS) di 128 kecamatan; menentukan GPS (Geocoding) untuk fasilitas kesehatan; memperbaiki dan memperkuat Pharmacovigilance yang akan dinilai; renovasi untuk 100 gudang kesehatan kabupaten; pembuatan guidelines mengenai strategi komunikasi dan pelaksanaan dari pendidikan, informasi, dan komunikasi publik; mengaktifkan call center; Metodologi Bioavailability/Bioequivalency obat-obat ATM; membuat informasi produk dan quality standard obat-obat ATM; dan pengadaan kendaraan operasional distribusi obat.
Sesjen mengatakan bahwa pada tahun 2010 Kementerian Kesehatan RI melalui Pusat Data dan Informasi Sekretariat Jenderal Kemenkes RI yang berkoordiansi dengan BPOM, Direktorat Bina Farmasi dan Alat Kesehatan (BinfarAlkes), Badan PPSDM, dibantu GTZ menyusun proposal HSS Round 10 telah berhasil mendapatkan persetujuan Board The Global Fund mendapatkan dana hibah untuk Program Penguatan Sistem Kesehatan (Health System Strengthening). Program tersebut tentunya diharapkan akan mampu mempercepat tercapainya tujuan program pengendalian tiga penyakit utama yaitu AIDS, dan Malaria (ATM) di negara Indonesia. Jumlah dana yang telah disetujui Board The Global Fund sebesar 340 milyar rupiah untuk 5 tahun.
“Program HSS dilaksanakan oleh beberapa unit terkait meliputi; Badan POM RI, Ditjen Binfar & Alkes, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Badan Litbang) serta Pusdatin” kata Sesjen.
Sesjen mengatakan Program Cross-Cutting HSS bertujuan agar dapat memberikan kontribusi untuk mempercepat penurunan angka kesakitan dan kematian yang disebabkan penyakit AIDS, TB, dan Malaria melalui intervensi penguatan dua pilar Health System yaitu Sistem Informasi Kesehatan dan logistic supply.
“Intervensi akan dilaksanakan terbatas pada 138 Kab/Kota yang termasuk dalam kategori daerah bermasalah kesehatan (DBK) dan daerah terpencil perbatasan kepualuan (DTPK) sesuai dengan yang telah disepakati dalam proposal yang diajukan kepada Global Fund” tambahnya.
Sesjen mengatakan bahwa aturan pengelolaan hibah yang berlaku dan kesepakatan-kesepakatan dengan pihak donor seperti dalam proses pengadaan dan pengelolaan asset serta target-target yang sudah disepakati harus dipatuhi. Selain itu, harus memahami juga bahwa Global Fund menganut Performance Based Funding (PBF) yang sangat ketat dan setiap Semester donor akan memberikan nilai rapor yang menentukan jumlah transfer dana pada periode berikutnya pada Principal Recipient (PR).
Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui nomor telepon: (021) 52907416-9, faksimili: (021) 52921669, Pusat Tanggap Respon Cepat (PTRC):