Kementerian Kesehatan RI bekerja sama dengan Research Center for Climate Change, Universitas Indonesia (RCCC-UI) didukung Indonesia Climate Change Trust Fund (ICCTF) sedang melaksanakan kajian pemetaan dan model kerentanan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)dan Malaria, guna meningkatkan kesiap-siagaan terhadap kecenderungan peningkatan kasus penyakit DBD dan Malaria akibat perubahan iklim. Kajian ini berfokus pada kajian kerentanan, yaitu dengan melihat hubungan perubahan iklim secara langsung dengan penyakit tular vektor, khususnya demam berdarah dan malaria.
Hari ini (27/3), Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kemenkes RI, Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama, Sp.P (K), MARS, dalam acara Kick of Meeting Proyek ICCTF-Kemenkes “Kajian Kerentanan: Pemetaan, Penilaian, dan Adaptasi Berbasis Masyarakat pada Penyakit Demam Berdarah Dengue dan Malaria”, di Jakarta (27/3). Kegiatan tersebut dihadiri pula oleh Direktur Lingkungan Hidup Badan Pembangunan Nasional (Bappenas), serta perwakilan dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kemkes RI, Sekretariat ICCTF, UNDP, dan Universitas Indonesia.
“Indonesia merupakan wilayah endemik untuk beberapa penyakit yang perkembangannya terkait dengan pertumbuhan vektor pada lingkungan, misalnya Demam Berdarah Dengue dan Malaria”, ujar Prof. Tjandra.
Dari kajian ini diharapkan dapat diperoleh model proyeksi perubahan iklim terkait insiden penyakit DBD dan Malaria berikut peta distribusi wilayah rentan di 21 Kabupaten/Kota di Indonesia, antara lain: Provinsi Sumatera Barat (Kota Padang, Kab. Padang, Kab. Agam, Kab. Padang Panjang); Provinsi DKI Jakarta (Kota Jakarta Pusat dan Jakarta Utara); Provinsi Banten (Kota Tanggerang, dan Kab. Tanggerang); Provinsi Jawa Timur (Kota Surabaya, Kota Malang, Kab. Malang, Kab. Sumenep, Kab. Pasuruan, dan Kab. Banyuwangi); Provinsi Bali (Kota Denpasar, Kab. Badung, dan Kab. Karang Asem); serta Provinsi Kalimantan Tengah (Kota Palangkaraya, Kab. Muara Teweh, Kab. Kotawaringin Barat, dan Kab. Kotawaringin Timur).
Terkait hal tersebut, Direktur Penyehatan Lingkungan Kemenkes RI, drh. Wilfried H. Purba, MM, M. Kes, selaku National Project Director menjelaskan sebenarnya berbagai kegiatan sudah mulai berjalan sejak Januari 2013. Sejauh ini, kegiatan yang telah diselenggarakan oleh RCCC-UI meliputi pembentukan tim peneliti dan perekrutan staf pendukung, serta berbagai persiapan kegiatan penelitian dan pengumpulan data di lapangan. Di samping itu, secara paralel, Kemenkes juga melakukan perekrutan tenaga project management unit dan penyusunan standar operasional prosedur.
“Dalam kegiatan ini, kami juga akan melibatkan daerah terkait kegiatan advokasi kebijakan dan pemberdayaan masyarakat di lokasi sasaran kegiatan dalam rangka adaptasi dampak perubahan iklim terhadap penyakit DBD dan Malaria”, tambah drh. Wilfried.
Perubahan iklim menjadi ancaman bagi berbagai sektor, termasuk sektor kesehatan. Dampak perubahan iklim terhadap kesehatan dapat terjadi baik secara langsung maupun tidak langsung. Bukti ilmiah yang diperoleh hingga saat ini banyak menunjukkan bahwa variabilitas dan perubahan iklim dapat berpengaruh terhadap epidemiologi penyakit yang ditularkan oleh vektor (vector-borne disease), air (water-borne disease), dan udara (air-borne disease). Di Indonesia terdapat tiga penyakit yang perlu mendapatkan perhatian terkait perubahan iklim, yaitu Malaria, Demam Berdarah Dengue (DBD), dan diare.
Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemkes melalui nomor hotline <kode lokal> 500-567; SMS 081281562620, faksimili: (021) 52921669, website depkes.go.id dan alamat e-mail kontak@depkes.go.id.