Formularium Nasional (Fornas) adalah daftar obat yang disusun berdasarkan bukti ilmiah mutakhir oleh Komite Nasional Penyusunan Fornas. Obat yang masuk dalam daftar obat Fornas adalah obat yang paling berkhasiat, aman, dan dengan harga terjangkau yang disediakan serta digunakan sebagai acuan untuk penulisan resep dalam sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Selain itu, Fornas adalah bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Oleh karena itu, perlu disusun suatu daftar obat yang digunakan sebagai acuan nasional penggunaan obat dalam pelayanan kesehatan SJSN untuk menjamin aksesibilitas keterjangkauan dan penggunaan obat secara nasional dalam Formularium Nasional.
Demikian disampaikan oleh Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan (Dirjen Binfar dan Alkes) Kemenkes RI, Maura Linda Sitanggang, Apt., Ph.D, pada acara temu media tentang Formularium Obat untuk JKN, di lingkungan Kemenkes (17/6).
”Manfaat Fornas yaitu sebagai acuan penetapan penggunaan obat dalam JKN, serta meningkatkan penggunaan obat yang rasional, dapat juga mengendalikan mutu dan biaya pengobatan, serta mengoptimalkan pelayanan kepada pasien. Selain itu, Fornas juga dapat memudahkan perencanaan dan penyediaan obat, serta meningkatkan efisiensi anggaran pelayanan kesehatan”, kata Dirjen Binfar dan Alkes.
”Tujuan secara umum Formularium Nasional adalah sebagai acuan bagi fasilitas kesehatan dalam menjamin ketersediaan obat yang berkhasiat, bermutu, aman, dan terjangkau dalam sistem JKN”, tambah Ibu Maura.
Menurut Dirjen Binfar dan Alkes, latar belakang akan disahkannya Formularium Nasional, berkaitan dengan implementasi program Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang akan diterapkan pada secara bertahap 1 Januari 2014. Legalisasi keberadaan Fornas didasarkan pada UU No. 40/2004 tentang SJSN Pasal 25, UU No. 36/2009 tentang Kesehatan Pasal 40, UU No. 24/2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
Dirjen Binfar dan Alkes menambahkan dalam paparannya, latar belakang akan ditetapkan Fornas juga untuk pelayanan kesehatan di Rumah Sakit agar menggunakan Sistem Indonesia Case Based Groups (INA CBG’s) agar rasional, efisien, dan efektif, namun penggunaan obat tetap harus dipantau. Selain itu, diperlukan adanya daftar obat yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari INA CBG’s, untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan sesuai kaidah dan standar yang berlaku.
”Kriteria pemilihan obat, yaitu obat harus memiliki khasiat keamanan terbaik berdasarkan bukti ilmiah mutakhir dan valid, memiliki rasio manfaat-risiko (benfit-risk ratio) yang paling menguntungkan pasien, memiliki izin edar dan indikasi yang disetujui oleh Badan POM, memiliki rasio manfaat-biaya (benefit-cost ratio) yang tertinggi, dalam kriteria ini tidak termasuk obat tradisional dan suplemen makanan”, jelas Ibu Maura.
Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemkes melalui nomor hotline