Salah satu tantangan yang dihadapi dalam penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di fasilitas kesehatan tingkat pertama adalah pengaturan pengelolaan dana di fasilitas kesehatan. khususnya pada fasilitas kesehatan milik Pemerintah Daerah.
Hal tersebut menjadi salah satu pembahasan yang mengemuka dalam Rapat Kerja Kesehatan Daerah (Rakerkesda) dan Rapat Koordinasi Kesehatan (Rakorkes) Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2014 di Batam (11/8), Menteri Kesehatan RI, dr. Nafsiah Mboi, Sp.A, MPH, menyatakan bahwa hal telah disikapi Pemerintah melalui penerbitan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2014 tentang Pengelolaan Dan Pemanfaatan Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama milik Pemerintah Daerah, yang menyatakan bahwa dana pelayanan kesehatan yang dibayarkan BPJS Kesehatan kepada fasilitas kesehatan bertujuan untuk membiayai pelayanan kesehatan yang diberikan kepada peserta, terutama untuk biaya operasional dan jasa pelayanan kesehatan.
“Peraturan Presiden ini mengamanatkan bahwa Puskesmas dapat menggunakan langsung Dana Kapitasi yang dibayarkan oleh BPJS Kesehatan, sesuai dengan ketentuan yang berlaku”, ujar Menkes.
Secara garis besar pengelolaan dana kapitasi di faskes tingkat pertama dimanfaatkan seluruhnya untuk jasa pelayanan kesehatan dan dukungan biaya operasional pelayanan kesehatan. Jasa pelayanan kesehatan ditetapkan sekurang-kurangnya 60% dari total penerimaan dana kapitasi JKN, meliputi jasa pelayanan kesehatan perorangan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan dan tenaga non kesehatan. Sedangkan dukungan biaya operasional pelayanan kesehatan meliputi biaya obat, alat kesehatan, bahan medis habis pakai, dan dukungan biaya operasional pelayanan kesehatan lainnya. Jasa pelayanan merupakan salah satu bentuk penghargaan atau apresiasi kepada SDM di fasilitas kesehatan yang telah memberikan pelayanan kesehatan, baik secara langsung (tenaga kesehatan) maupun secara tidak langsung (tenaga non kesehatan).
“Sudah saatnya jasa pelayanan kesehatan diberikan dalam tatanan yang lebih baik agar mendorong pemberian pelayanan kesehatan semakin lebih baik”, tutur Menkes.
Sementara itu, tantangan yang dihadapi fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjut masih berkisar pada top article penerapan pola pembayaran Ina-CBG’s yang terkadang belum dipahami secara utuh oleh seluruh jajaran direksi rumah sakit dan para dokter atau klinisi. Dalam implementasi pola pembayaran Ina-CBG’s perlu disikapi oleh rumah sakit dengan cara pandang yang berbeda dengan pola pembayaran fee for services sebagaimana dulu rumah sakit mendapatkan pembayaran sebelum era JKN. Tarif Ina-CBG’s berupa tarif paket dan penerapannya bertujuan untuk mengendalikan pembiayaan kesehatan di rumah sakit. Rumah sakit, mau tidak mau perlu melakukan perubahan agar tidak mengalami defisit dalam memberikan pelayanan kesehatan dengan pola pembayaran Ina-CBG’s.
Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemkes melalui nomor hotline <kode lokal> 500-567; SMS 081281562620, faksimili: (021) 52921669, website www.depkes.go.id dan email kontak@depkes.go.id.
Mudah-mudahan ini tidak mengulangi apa yang terjadi di tahun-tahun sebelumnya.
Kebiasaan kementerian kesehatan selalu tergopoh-gopoh melaksanakan idenya tanpa melakukan persiapan yeng matang apabila ide tersebut di terima oleh Presiden dan di setujui oleh DPR.
Contoh tentang visi misi kementrian dari periode ke periode yang benar-benar hanya tinggal mimpi. Akselerasi penururan AKI AKB melalui kebijakan pembangunan POSKEDES yang ternyata hanya POLINDES yang berganti papan nama Turunkah AKI dan AKB ???? dan pernahkan kegagalan ini dijadikan pelajaran ??? Sekarang yang tergopoh-gopoh lagi adalah pelaksanaan JKN, yang perlu di ingat adalah Indonesia tidak seluas kampus. Indonesia begitu luas dengan variasi kondisi geografi, tingkat pendidikan, tingkat pengetahuan dan sosial budaya yang tinggi.
JKN adalah salah satu upaya kesehatan ditingkat hilir dalam sistem ketahanan nasional dibidang kesehatan dan merupakan program sepanjang masa bukan proyek dengan jangka waktu satu tahun anggaran. Untuk itu JKN dibiayai dengan uang rakyat, bukan menggunakan dana bantuan atau dana hibah dengan jangka waktu terbatas. Sebaiknya penyelenggaraan KN, dibangun sistem yang baik, dinamis dan didukung dengan fasilitas pelayanan permanen dengan tidak mengganggu sistem kesehatan yang telah ada. Sudah barang tentu ini membutuhkan perencanaan yang matang dengan tahapan-tahapan yang jelas.
Kebijakan untuk melibatkan Puskesmas dalam penyelenggaraan JKN tidaklah salah, tapi pernahkah dilakukan review terhadap kelayakan Puskesmas itu sendiri ??. Kondisi Puskesmas yang terseok-seok dan sarat kegiatan-kegiatan yang semakin tidak nyambung dengan konsepnya perlu menjadi pertimbangan, kecuali jika ada kehendak untuk mengorbankan program-program Puskesmas.