Kesenjangan informasi antara peneliti, Kementerian Kesehatan dan masyarakat umum harus diperkecil. Untuk itu harus dipikirkan bagaimana penelitian dan pengembangan yang dilakukan dapat menjadi produk. Salah satu produk hasil penelitian adalah publikasi internasional.
Demikian pernyataan Menkes Nila F. Moeloek saat berdialog bersama Peneliti Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) dalam Rapat Kerja di Bekasi (2/3).
Dr. Aryastami, peneliti Balitbangkes mengungkap bagaimana sebuah publikasi internasional melewati proses yang tidak mudah dan kadangkala terbentur masalah biaya. Menanggapi hal ini, Menkes akan menindaklanjuti dengan melibatkan Kemenristekdikti. “Publikasi penelitian tidak boleh menjadi bisnis”, ujar Menkes.
Lebih lanjut, Menkes berharap Kementerian Kesehatan memiliki media sendiri untuk publikasi internasional. Harapan ini menjadi tantangan bagi Balitbangkes untuk menjadikan Health Science Journal of Indonesia, jurnal ilmiah berbahasa Inggris terbitan Balitbangkes untuk menjadi jurnal internasional.
Dalam kesempatan tersebut, Menkes memberikan dukungan untuk pengembangan wisata ilmiah. Wisata ilmiah harus dapat dikemas sampai dapat mengubah perilaku, tuturnya. Seperti diketahui Balitbangkes mengelola beberapa wisata ilmiah kesehatan antara lain, Galeri Riset Kesehatan di Jakarta, Museum Kesehatan dr. Adhyatma di Surabaya, Dunia Vektor dan Reservoir Penyakit di Salatiga, Teater dan Museum Nyamuk di Ciamis, serta Wisata Tanaman Obat di Tawangmangu.
Selain membahas tantangan pada para peneliti, hal lain yang diangkat adalah mengenai validitas data kematian, sistem penganggaran yang belum ramah pada tahapan penelitian, dan permasalahan demam berdarah dengue yang mewabah.
Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemkes melalui nomor hotline (kode lokal) 1500-567, SMS 081281562620, faksimili (021) 5223002, 52921669, dan alamat email kontak@kemkes.go.id.