Terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 19 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Perpres Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan menyebutkan perubahan besaran iuran jaminan kesehatan bagi peserta peserta mandiri untuk kelas I, II, dan III dan akan diberlakukan mulai 1 April 2016. Melihat perkembangan sejak Perpres nomor 19 tahun 2016 dikeluarkan pada 1 Maret 2016, Pemerintah memutuskan iuran untuk kelas III tidak dinaikkan, tetap Rp 25.500 per orang bulan seperti sebelumnya.
“Kemarin sudah disetujui Presiden. Jadi, Perpres tetap dijalankan 1 April 2016, kecuali untuk kelas III peserta mandiri tidak dinaikkan, tetapi tetap Rp 25.500. Saya juga sudah berkoordinasi dengan Menko PMK dan Dirut BPJS Kesehatan”, ujar Menteri Kesehatan RI, Prof. dr. Nila Farid Moeloek, Sp.M(K) dalam konferensi pers usai pembukaan Rapat Kerja Kesehatan Nasional (Rakerkesnas) Tahun 2016 di Jakarta (31/3).
Seperti diketahui, sebelumnya Pemerintah menetapkan kenaikkan iuran JKN bagi peserta mandiri di dalam Pasal 16F Perpres Nomor 19 Tahun 2016 tentang Jaminan Kesehatan. Untuk ruang perawatan kelas III Rp 30.000 per orang per bulan (sebelumnya Rp 25.500), kelas II Rp 51.000 (sebelumnya Rp 42.500), kelas I Rp 80.000 (sebelumnya Rp 59.500). Perubahan besaran iuran yang diatur di dalam Pasal 16F ayat (2) ini mulai berlaku 1 April 2016.
Sementara itu, Menkes menyatakan bahwa untuk peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) iuran dan jumlahnya naik. Untuk diketahui, iuran untuk PBI telah dianggarkan dalam APBN terhitung sejak 1 Januari 2016. Besaran iuran sebelumnya adalah Rp 19.500 menjadi Rp Rp 23.000, dengan jumlah di tahun sebelumnya 86,4 juta jiwa menjadi 92,4 juta jiwa atau sekitar 40 persen dari jumlah penduduk miskin dan hampir miskin.
“Kalau PBI yang dibiayai oleh pemerintah itu naik jadi 23.000 (sebelumnya 19ribu) dan jumlahnya pun naik dari 86,4 juta menjadi 92,4 juta jiwa. Jadi jumlah naik, biaya naik”, tutur Menkes.
Menkes berharap, peserta mandiri yang mampu mau bergotong royong dengan dengan membayar iuran sesuai kelas perawatan yang dipilih.
“JKN ini kan sebenarnya asuransi sosial, yang mampu membantu yang tidak mampu, yang sehat membantu yang sakit. Jadi gotong royong inilah yang kita harapkan. Kalau hanya dari PBI tentu ini kan kita akan timpang”, terang Menkes.
Menjawab pertanyaan media seputar masih banyaknya antrean pasien peserta jaminan kesehatan nasional (JKN) di pelayanan kesehatan, Menkes menyatakan bahwa saat ini fasilitas pelayanan kesehatan (Fasyankes) terus ditingkatkan seiring peningkatan jumlah peserta.
“Jumlahnya yang saya dengar dari BPJS Kesehatan, saat ini sudah 164 juta jiwa menjadi peserta BPJS Kesehatan padahal baru 2 tahun sejak implementasi JKN di tahun 2014”, tambah Menkes.
Di samping itu, Menkes juga menyatakan bahwa Kemenkes terus memperbaiki sistem rujukan dan mendorong fasilitas kesehatan primer untuk lebih mengutamakan upaya preventif dan promotif. Hal ini dilatarbelakangi karena sebagian besar anggaran JKN habis terserap untuk penyakit katastropik yang penanganannya di rumah sakit dan berbiaya mahal.
“Karena itu kami mencoba membuat sistem rujukan. Puskesmas itu sebenarnya menjadi gate keeper. Kalau kita hipertensi, perlu diukur setiap hari atau seminggu sekali, diberi obat kalau perlu, dijaga jangan sampai menjadi penyakit jantung atau stroke. Karena kaalau dia sakit jantung, dia akan masuk ke RS Nasional untuk jantung, dan itu biayanya mahal sekali”, tandas Menkes.
Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemkes melalui nomor hotline (kode lokal) 1500-567, SMS 081281562620, faksimili (021) 5223002, 52921669, dan alamat email kontak@kemkes.go.id.