Kementerian Kesehatan dan WHO SEARO mengadakan pertemuan tingkat regional untuk membahas database perkembangan bayi lahir dengan kelainan bawaan di Jakarta 9 -11 Agustus 2016. Pertemuan kali ketiga ini membahas pengembangan jejaring regional terkait program pencegahan dan pengendalian kelainan bawaan, termasuk juga penyediaan regional database.
Dalam 10 tahun terakhir, Angka Kematian Neonatal di Indonesia cenderung stagnan yaitu 20/1000 kelahiran hidup (SDKI 2002-2003) menjadi 19/1000 kelahiran hidup (SDKI 2012). Selain itu proporsi kematian neonatal terhadap kematian anak Balita cenderung meningkat dari 43% (SDKI 2002-2003) menjadi 48% (SDKI 2012).
Berdasarkan laporan Riskesdas 2010, di Indonesia kelainan bawaan berkontribusi sebesar 1,4% terhadap kematian bayi 0-6 hari dan sebesar 18,1 % terhadap kematian bayi 7-28 hari. Selain itu, kelainan juga berkontribusi 5,7% pada kematian Balita dan 4,9% pada kematian bayi. Program penurunan kematian neonatal masih terfokus masalah Bayi Berat Lahir Rendah, asfiksia, dan infeksi. Oleh karena itu pengawasan kelainan bawaan secara nasional sangat dibutuhkan.
Program pencegahan dan pengendalian kelainan bawaan di Indonesia merupakan program yang relatif baru di tingkat nasional. Hal ini ditandai dengan dirintisnya kegiatan dan jejaring surveilans kelainan bawaan berbasis rumah sakit sejak tahun 2013. Dengan kondisi ini, maka ketersediaan data kontinu nasional sangat penting untuk pengembangan kebijakan dan program dalam mencegah dan mengendalikan kelainan bawaan. Untuk itu pertemuan ini juga membahas bagaimana memperkuat surveilans kelainan bawaan yang terintegrasi di lingkup Negara SEARO (SEAR-NBBD Database).
WHO telah menetapkan infeksi virus Zika menjadi global public health emergency. Dengan demikian, pada surveilans kelainan bawaan berikutnya akan dilaporkan kasus microcephaly.
Kementerian Kesehatan RI telah melakukan surveilans sentinel bersama 13 RS terpilih di 9 provinsi sejak September 2014 hingga Juni 2016. Hasilnya, didapatkan 283 kelainan bawaan dari 40.862 kelahiran dengan prevalensi kelainan bawaan 6,9 per 1000 kelahiran. Selain itu terdapat 15 jenis kelainan bawaan dengan kriteria antara lain kelainan bawaan yang dapat dicegah, mudah dideteksi dan dapat dikoreksi (preventable, detectable dan correctable) yang merupakan masalah kesehatan masyarakat. Kasus terbanyak adalah Talipes (20,9%) dan orofacial cleft (20,9%) diikuti oleh neural tube defect (19,6%) dan abdominal wall defect (17,2%). Data dari bayi yang memiliki 15 kelainan bawaan yang dilakukan surveilans, dilaporkan dari RS pelaksana secara online melalui ina-registry.org ke Badan Litbangkes Kementerian Kesehatan RI.
Diharapkan Penyelenggaraan pertemuan di Indonesia ini dapat menjadi pemicu dan advokasi kepada pemangku kebijakan untuk pengembangan program pencegahan dan pengendalian kelainan bawaan yang masih relatif baru di Indonesia.
Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemkes melalui nomor hotline (kode lokal) 1500-567, SMS 081281562620, faksimili (021) 5223002, 52921669, dan alamat email kontak@kemkes.go.id.