Jakarta, 29 April 2017
Imam Besar Masjid Istiqlal Prof. Dr. KH. Nasaruddin Umar, MA mengatakan pandangan keagaman tentang imunisasi ini sangat strategis dan sekaligus sangat sensitif. Kita tidak bisa meninggalkan agama, tapi kita juga harus hati-hati menggunakan bahasa agama, itu seperti pisau bermata dua.
Untuk kaitan ini, lanjut, Prof. Nasaruddin sudah ada fatwa MUI nomor 4 Tahun 2016 bahwa imunisasi hukumnya wajib. Hal ini jelas berdasarkan ketentuan hukum agama yang kuat. Padahal seumpama tidak ada yang halal dan itu sangat mendesak pengobatan atau pencegahannya harus itu, seperti imunisasi program yang dilaksanakan pemerintah yang sudah melewati kajian Majelis Pertimbangan Kesehatan dan Syara (MPKS), maka hukum agama untuk imunisasi adalah wajib tidak boleh ditolak pelaksanaannya.
“Sangat sependapat dengat fatwa MUI membolehkan dan mewajibkan imunisasi, hukum wajib imunisasi itu diperkuat dengan jelas dalam ayat-ayat Al-Quran dan Hadist,” kata Imam Besar Masjid Istiqlal Prof. Dr. KH. Nasaruddin Umar, MA pada Sarasehan “Penuhi Hak Anak untuk Hidup Sehat Melalui Imunisasi” dalam rangka Pekan Imunisasi Dunia 2017 di Balaikota Jakarta, Sabtu (29/4).
Salah satunya, QS. An-Nisa ayat 9 yang artinya “Dan hendaklah orang-orang takut (kepada Allah), bila seandainya mereka meninggalkan anak-anaknya, yang dalam keadaan lemah, yang mereka khawatirkan terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan mengucapkan perkataan yang benar”.
Prof. Nasaruddin mengingatkan, bahwa kadangkala ada orang yang memanfaatkan ayat Qur’an untuk kepentingan pribadi. Misalnya dia berprofesi sebagai “orang pintar”, kemudian menyalahtafsirkan ayat Qur’an untuk kepentingan diri sendiri dan mengatakan tidak perlu diimunisasi ke dokter atau puskesmas.
“Itu memang terjadi di masyarakat. Hati-hati menggunakan bahasa agama dan menafsirkan ayat-ayat Qur’an serta Hadits-hadist. Saya berikan contoh, Tahun 1970-an sempat terjadi kasus di Provinsi NTB, di sana ada pemahaman agama yang keliru, ada Hadits Nabi yang disalahpahami, memang Nabi pernah suatu ketika Dia mengeluarkan korma yang sedang dikunyah-Nya lalu dioleskan ke bibir bayi. Nah, anak-anak yang baru lahir di NTB pada saat itu dikunyahkan pisang oleh “orang pintar” kemudian dimasukan ke dalam mulut bayi. Pada saat itu angka kematian bayi cukup tinggi,” tambah Prof. Nasaruddin.
Lebih lanjut Prof. Dr. Nasaruddin Umar,MA mengatakan ibu-ibu yang baru melahirkan tidak boleh menginjak tanah melihat matahari selama 40 hari, padahal mereka perlu sinar matahari. Jadi ini pemahaman agama yang keliru dan bisa berbahaya.
“Mari kita menjadikan imunisasi ini sebagai kewajiban individu, kewajiban bersama orang tua, masyarakat, tokoh agama serta semua elemen pemerintah nasional dan daerah. Dan sekaligus saya sampaikan hati-hati kalau ada orang yang memprovokasi untuk tidak melakukan imunisasi karena bahaya, dan segala macam interpretasi agama. Pemahaman agama yang menghasilkan kekeliruan dengan segala dampak negatif kehidupan dunia dan akhirat harus ditolak serta diminimalisir,” tambah Prof. Dr.KH.Nasaruddin Umar.MA.
Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi ‘Halo Kemkes’ melalui hotline 1500-567, SMS 081281562620, faksimili (021) 5223002, 52921669, dan alamat email kontak@kemkes.go.id.
Kepala Biro Komunikasi dan
Pelayanan Masyarakat
drg. Oscar Primadi, MPH
NIP.196110201988031013