Atambua, 3 Mei 2018
Silawan, sebuah desa di Kabupaten Belu, tepat di wilayah perbatasan dengan Timor Leste. Tingginya angka kesakitan akibat gigitan nyamuk Malaria di walayah ini masih menjadi perhatian masyarakat, pemerintah dan semua pihak yang bertanggung jawab terhadap penanggulangan malaria, termasuk TNI penjaga perbatasan.
Di antara cara mengendalikan malaria agar tidak menggigit manusia, yakni dengan menggunakan kelambu sewaktu tidur. Untuk melihat efektifitas penggunaan kelambu, telah dilakukan di rumah Kepala Desa Silawan, Ferdinandus Mones Bili. Hal ini dilakukan dalam rangkaian kunjungan trmatik media massa ke NTT, Rabu malam (3/5).
Kades yang akrab disapa Ferdi itu mengatakan masyarakat sudah sangat antusias menggunakan kelambu. Selama ini sudah mendapat kelambu dan kelambu masal pada 2014. Jika ada sobek harus dijahit, bila kotor harus dicuci tanpa sabun dan menjemur harus kena angin-angin tidak boleh terkena matahari.
“Menjemur kelambu tidak boleh terkena matahari karena akan mengurangi tingkat efektitas insektisidanya,” ujar Ferdi.
“Staf Biro Komunikasi Kemenkes RI dan pers diajak untuk melihat langsung penggunaan kelambu dari rumah kepala desa. Hal ini untuk menunjukkan bahwa kepala desa sebagai contoh dalam pengendalian nyamuk malaria dengan menggunakan kelambu,” ungkap Kepala Puskesmas Silawan, Agusto Lopes Martins pada saat menerima kunjungan tematik media penggunaan kelambu di rumah Kepala Desa Silawan.
Setelah melihat kamar tidur, ternyata kamar tidur kepala desa telah menggunakan kelambu sejak 2014. Saat itu dalam kelambu sedang berbaring dua bayi kembar tidur pulas. Keduanya adalah cucu kepala desa.
“Ya, kedua bayi kembar itu cucu saya,” ujar Ferdi bahagia.
Menurut Agusto, kelambu yang digunakan harus kelambu yang mengandung insektisida. Kelambu harus dipakai sejak pukul 6 sore sampai 6 pagi.
“Puskesmas membagi kelambu setiap tiga tahun sekali. Masyarakat Silawan sebanyak 900 KK sudah mendapat kelambu gratis dari pemerintah. Tidak membedakan kaya dan miskin, semua mendapat kelambu berisektisida,” ujar Agusto.
Prioritas utama masyarakat yang mendapat kelambu adalah wanita dan ibu hamil. Mereka juga mendapat tablet Fe dan skrining ibu hamil, termasuk sekrining malaria dengan cara memeriksa darah malaria di laboratorium.
“Selama 2016 ini sudah terjadi 6 kasus sakit malaria dan sembuh. Sedangkan awal 2017 sudah terjadi tiga kasus juga dapat disembuhkan. Kemungkinan terkena gigitan nyamuk pada saat keluar malam karena mereka mata pencaharianya nelayan,” ujar Agusto.
Endra, TNI penjaga perbatasan Silawan menceritakan bahwa dirinya mendapat pelatihan serba bisa, mulai dari masalah kesehatan, keamanan, pendidikan, termasuk pengendalian penyakit malaria di perbatasan. Mereka bersatu padu melawan malaria mencapai target eliminasi malaria.
Sebagaimana diketahui, NTT merupakan provinsi urutan ke-4 tertinggi kasus malaria setelah Provinsi Papua, Papua Barat, Maluku dan NTT. Hal tersebut dinyatakan oleh Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Kemenkes RI dr. Oscar Primadi, MPH saat memberikan sambutan di rumah kades Silawan.
“Suatu saat Silawan dan khususnya NTT akan segera terbebas dari penyakit malaria, setelah masyarakat dan semua pihak berusaha menghilangkan tempat berkembang biak nyamuk anopeles dengan berbagai inovasinya,” harap Oscar.
Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemkes melalui nomor hotline 1500-567, SMS 081281562620, faksimili (021) 5223002, dan alamat email kontak@kemkes.go.id.
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat
drg. Oscar Primadi, MPH
NIP.196110201988031013