Indonesia menjadi salah satu co-sponsors 2 Side Event membahas pentingnya menjamin “no one left behind”, pembangunan kesehatan yang inklusif, dalam pencapaian SDGs (Tujuan Pembangunan Berkelanjutan 2030) pada Sidang World Health Assembly ke-70 yang diselenggarakan di Kantor PBB, Jenewa.
Pada tanggal 25 Mei 2017, bersama negara-negara Foreign Policy and Globalh Health, Indonesia menyelenggarakan Side Event dengan tema “Addressing the Health of Vulnerable Populations for an Inclusive Society”. Indonesia menjadi salah satu panelis yang diwakili Kepala Badan Litbang Kesehatan, menyampaikan bahasan “Tantangan dalam pencapaian kesehatan semesta untuk menangani masyarakat dalam situasi rentan” (Challenges in Achieving UHC to Address the Health of Population in Vulnerable Situations).
Dalam paparannya Ka Badan Litbang Kesehatan menyatakan: “Indonesia telah mencapai kemajuan yang cukup signifikan dalam upaya pencapiaan cakupan kesehatan semesta”. Lebih lanjut, di hadapan Delegasi WHA yang hadir, beliau menyampaikan bahwa sampai bulan Maret tahun 2017, cakupan JKN di Indonesia telah mencapai lebih dari 176 juta penduduk. Selama periode 2014-2017, telah terjadi peningkatan peserta dari 133,4 juta peserta menjadi lebih dari 176 juta peserta, atau terjadi kenaikan sebesar 32%.
Terkait dengan penanganan kelompok masyarakat rentan, Ka Badan Litbang Kesehatan menyampaikan kepada Delegasi WHA bahwa Indonesia memiliki komitmen tinggi dalam pendekatan pembangunan kesehatan secara inklusif. Disampaikan di hadapan Delegasi WHA, bahwa untuk menangani DTPK (Daerah Terpencil, Perbatasan, dan Kepulauan), Indonesia telah meningkatkan insfrastruktur fasyankes (puskesmas dan rumah sakit pratama), dan penempatan tenaga Nusantara Sehat. Untuk masyarakat miskin, premi JKN dibayarkan oleh pemerintah (PBI). Untuk korban bencana, telah dibentuk Pusat Krisis Kesehatan. Untuk gangguan jiwa berat, ada program “zero pasung”. Untuk persalinan di daerah terpencil, telah dikembangkan “rumah singgah”. Kesemua itu merupakan upaya pemerintah dalam mengedepankan pembangunan kesehatan yang inklusif (Leaving No One Behind).
Pada tanggal 26 Mei 2017, Indonesia bersama Norwegia dan Chili menyelenggarakan Side Event dengan tema “Leaving No One Behind: equity, gender, and human rights – policy to practice”.
Indonesia juga menjadi panelis yang diwakili Ka Badan Litbang Kesehatan, dengan menyampaikan paparan “Pengalaman Indonesia dalam meningkatkan pemantauan ketidakmerataan kesehatan dan bagaimana mengatasinya” (Indonesian experiences in enhancing inequality monitoring and how to address it).
Dalam paparannya Ka Badan Litbang Kesehatan menunjukkan bahwa Indonesia telah melakukan pemantuan ketidakmerataan pembanguanan kesehatan melalui Sistem Informasi Kesehatan (SIK) dari lapoan data rutin, Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), dan Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat (IPKM), dan juga tool WHO: Health Equlity Assessment Tool (HEAT).
Lebih jauh Ka Badan Litbang Kesehatan menyampaikan bahwa dari IPKM dan HEAT telah teridentifikasi adanya ketimpangan kesehatan lintas provinsi, lintas pulau, lintas kabupaten/kota, dan juga antar desa vs kota.
Untuk mengatasi ketimpangan/kesenjangan tersebut, Kementerian Kesehatan telah menetapkan tiga pilar pembangunan kesehatan, yakni Paradigma Sehat, Peningkatan akses dan mutu pelayanan kesehatan, dan peningkatan cakupan jaminan kesehatan semesta sampai akhir tahun 2019.
Lebih jauh dijelaskan kepada Delegasi WHA bahwa Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS) dan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga (PIS-PK) merupakan upaya prioritas dalam mengeksekusi Paradigma Sehat.
Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat,Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemkes melalui nomor hotline (kode lokal) 1500-567,SMS 081281562620, faksimili (021) 5223002, 52921669, dan alamat email kontak@kemkes.go.id.