Jenewa, 20 Mei 2019
Pertemuan Tingkat Menteri membahas Resistensi Anti Mikroba (AMR) akan dilaksanakan pada pertengahan Juni mendatang. Belanda akan menjadi tuan rumah, sementara Indonesia akan menjadi co-chair. Ini merupakan pertemuan penting sebagai upaya pengendalian AMR di tingkat global. Terkait persiapan acara ini, Menkes RI dan Menkes Belanda melakukan bilateral meeting di sela acara WHA ke 72 di Jenewa, (20/5).
Posisi Indonesia cukup penting sehingga menjadi co-chair pada pertemuan ini. Jumlah penduduk Indonesia yang besar dan mobilisasi yang tinggi dapat menjadi penyumbang AMR di dunia bila tidak dikendalikan sejak awal.
“Kita tentu tidak mau menjadi penyumbang AMR di dunia. Oleh karenanya perlu pengendalian AMR di masyarakat dan di fasilitas kesehatan,” kata Direktur Pelayanan Kesehatan Rujukan dr. Tri Hesty Widyastoeti yang mendampingi Menkes pada bilateral meeting.
Tri Hesti menambahkan bahwa Indonesia sudah punya nasional action plan one health approach. Namun demikian perlu koordinasi lebih lanjut antar lintas sektor untuk mengendalikan AMR karena resistensi anti mikroba bukan hanya pada manusia, tetapi juga pada hewan dan lingkungan.
Hesty berharap MoU Indonesia dengan Belanda yang salah satu poinnya adalah peningkatan kapasitas Indonesia untuk system laboratorium, dapat dilaksanakan. Belanda sudah baik dalam pengendalian AMR, Belanda juga adalah negara yang menggagas Global AMR Surveilans System (GLASS) yang menghubungkan seluruh negara di dunia yang bila ada kasus resisten antibiotik di suatu negara maka harus dilaporkan. Sehingga negara lain waspada.
“Kita harapkan ada capacity building dari pemerintah Belanda membantu kita dalam hal laboratorium,” kata Tri Hesty.
Bijak Gunakan Antibiotik
Kementerian Kesehatan tak henti mensosialisasikan bahayanya AMR agar masyarakat dan tenaga kesehatan bijak menggunakan antibiotik.
Ia mengungkapkan bahwa masih banyak masyarakat yang menyimpan antibiotik di rumah, dan membeli tanpa resep. Padahal menurutnya, masyarakat tidak boleh menyimpan antibiotik di rumah apalagi membagikan ke tetangga.
“Bila ada antibiotik yang tidak habis diminum, harus dibuang dengan benar,” tegasnya.
Sementara di fasilitas kesehatan juga terus ditingkatkan kapasitasnya, baik kapasitas petugas maupun kapasitas di fasilitas kesehatan. Saat ini belum semua RS memiliki surveilans AMR.
“Ini yang harus kita bangun,” tegas Tri Hesty.
Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi nomor hotline Halo Kemkes melalui nomor hotline 1500-567, SMS 081281562620, faksimili (021) 5223002, 52921669, dan alamat email kontak@kemkes.go.id.(gi)
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat
drg. Widyawati, MKM