Jakarta, 20 Mei 2019
Talasemia merupakan salah satu penyakit kelainan darah genetik yang cukup banyak diderita oleh masyarakat di dunia. Indonesia termasuk salah satu negara dalam “sabuk talasemia” dunia, artinya negara dengan frekuensi gen (angka pembawa sifat) talasemia yang tinggi.
Saat ini, terdapat lebih dari 10.531 pasien talasemia di Indonesia, dan diperkirakan 2.500 bayi baru lahir dengan talasemia setiap tahunnya di Indonesia.
“Kasus talasemia yang tercatat sampai 2016 mencapai lebih dari 9 ribu penyandang talasemia. Diyakini masih ada kasus yang tidak tercatat,” kata Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular, Kemenkes RI dr. Cut Putri Arianie, M.H.Kes pada Hari Talasemia Sedunia, Senin (20/5) di Gedung Kemenkes, Jakarta.
Tahun 2016, prevalensi talasemia mayor di Indonesia berdasarkan data UKK Hematologi Ikatan Dokter Anak Indonesia mencapai jumlah 9.121 orang. Berdasarkan data Yayasan Talasemia Indonesia/Perhimpunan Orang Tua Penderita (YTI/POPTI) diketahui bahwa penyandang talasemia di Indonesia mengalami peningkatan dari 4.896 penyandang di tahun 2012 menjadi 9.028 penyandang pada tahun 2018
Angka kejadian pembawa sifat talasemia banyak terdapat di daerah-daerah seperti Mediterania, Timur Tengah, Asia Tenggara termasuk Indonesia, dan Cina Selatan. Migrasi penduduk dari daerah-daerah pembawa sifat tersebut ke daerah lainnya akan menyebabkan peningkatan jumlah penyandang talasemia dengan pesat.
Berdasarkan manifestasi klinisnya, talasemia terbagi menjadi talasemia mayor, talasemia intermedia, dan talasemia minor/karier/pembawa sifat. Pasien dengan talasemia mayor membutuhkan transfusi rutin seumur hidupnya, biasanya setiap empat minggu sekali.
Pasien dengan talasemia intermedia juga membutuhkan transfusi, tetapi tidak sesering talasemia mayor. Sementara itu, pasien dengan talasemia minor umumnya tidak menunjukkan gejala dan tidak membutuhkan transfusi.
Dokter Spesialis Anak, RSCM dr. Teny Tjitra Sari, Sp.A. (K) mengatakan seseorang perlu dicurigai talasemia jika menunjukkan tanda dan gejala seperti pucat kronik, kuning, perubahan bentuk wajah, perut membesar, kulit semakin menghitam, tinggi badan tidak seperti teman sebaya, dan pertumbuhan seks sekunder yang terhambat.
“Selain itu, biasanya didapatkan riwayat transfusi rutin pada anggota keluarga besar. Sampai saat ini, pengobatan talasemia di Indonesia masih bersifat suportif, belum sampai pada tingkat penyembuhan,” katanya saat seminar Hari Talasemia Sedunia, Senin (20/5) di Gedung Kemenkes, Jakarta.
Pengobatan suportif yang diberikan pada pasien talasemia, tambah Teny, bertujuan untuk mengatasi gejala-gejala yang muncul. Transfusi rutin seumur hidup, pemberian kelasi besi, dan dukungan psikososial merupakan tata laksana utama untuk pasien talasemia.
Putuskan Mata Rantai Talasemia
Dalam rangka memperingati Hari Talasemia Sedunia 2019, Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular, Kemenkes menyelenggarakan seminar di Aula Siwabessy Gedung Prof.Sujudi Kementerian Kesehatan dengan melibatkan masyarakat dan penyandang talasemia.
Hari Talasemia Sedunia diperingati setiap tanggal 8 Mei untuk menghormati semua pasien dengan talasemia dan orang tua mereka yang tidak pernah kehilangan harapan untuk hidup, terlepas dari beban penyakit mereka, dan untuk semua ilmuwan yang telah berdedikasi dan berusaha untuk meningkatkan kualitas hidup orang dengan talasemia di seluruh dunia.
Tema peringatan Hari Talasemia Sedunia tahun 2019 secara nasional adalah ‘Putuskan Mata Rantai Talasemia’. Tema ini mengajak individu dan masyarakat untuk memutuskan rantai penyakit talasemia mayor dengan cara melakukan skrining agar individu dapat mengetahui apakah mereka pembawa sifat talasemia atau bukan.
dr. Cut menambahkan peringatan Hari Talasemia Seduni ini bertujuan meningkatkan kesadaran masyarakat agar cek kesehatan
“Memberikan pendidikan agar lebih peduli terhadap talasemia dan menimbulkan kewaspadaan apabila timbulnya penyakit ini (talasemia),” katanya.
Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemkes melalui nomor hotline 1500-567, SMS 081281562620, faksimili (021) 5223002, 52921669, dan alamat email kontak@kemkes.go.id.(D2)
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat
drg. Widyawati, MKM