Jakarta, 10 September 2019
Menteri Kesehatan Nila Moeloek secara resmi membuka The 1st Technofarmalkes 2019 : Indonesian Health Tech Innovation di Jakarta. Turut hadir dalam acara tersebut, Dirjen Farmasi dan Alat Kesehatan Engko Sosialine Magdalene dan Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Anung Sugihantono.
Mengusung tema inovasi sediaan farmasi dan alat kesehatan dalam rangka mendorong hilirisasi produk dalam negeri, Kemenkes berupaya mendorong industri kesehatan yang berdaya saing serta mendorong kemandirian sediaan farmasi dan alat kesehatan di Indonesia. Salah satunya dengan cara hilirisasi.
“Kita lihat, 72% industri farmasi merupakan perusahaan lokal. Alhamdulillah, tetapi 95% bahan baku masih impor. Industri alat kesehatan tumbuh 12% setiap tahun, akan tetapi 90% alat masih impor,” kata Menkes.
Lebih lanjut, Menkes berharap agar inovasi industri kesehatan terus dilakukan kemudian ditindaklanjuti dengan hilirisasi. Hilirisasi merupakan hal yang penting diterapkan dalam industri kesehatan, karena inovasi tidak cukup hanya penelitian saja, namun harus bisa memberikan dampak positif bagi masyarakat. Sehingga berbagai inovasi kesehatan dapat dinikmati dan dirasakan manfaatnya.
Melalui hilirisasi bukan hanya mewujudkan kemandirian sediaan farmasi dan alat kesehatan, namun harus terus berinovasi untuk menghasilkan produk yang berdaya saing. Karenanya melalui acara ini Kementerian Kesehatan mendorong adanya diseminasi infomasi inovasi, peningkatan daya saing, pembiayaan dan pelayanan kesehatan kepada pemangku kepentingan terkait, mendorong kolaborasi antara ABGC dan I (Akademisi, Bussiness, Government, Community dan Inovator) untuk menghasilkan produk yang berdaya saing serta mendorong kemandirian sediaan farmasi dan alat kesehatan produksi dalam negeri.
Menkes mencontohkan bahwa produk harus terus berkembang namun juga inovatif misalnya masker jangan hanya berwarna hijau, harus ada variasi-variasi lain agar lebih menarik dan stylish jika dipadupadankan dengan busana yang dikenakan. Pada akhirnya masyarakat senang menggunakannya, angka TBC juga semakin turun.
Untuk mendukung hilirisasi, pemerintah telah mengeluarkan sejumlah peraturan seperti Permenkes No 86,87, 88 Tahun 2013, Paket Kebijakan Ekonomi XI, Inpres No 6 Tahun 2016 dan Permenkes No 17 Tahun 2017. Melalui peraturan tersebut, pemerintah berupaya melakukan langkah terkoordinasi, mendorong implementasi rencana aksi, mengembangkan dan memfasilitasi era biopharmaceutical, vaksin dan bahan baku aktif dan kimia.
Menkes menambahkan bahwa adanya peraturan Permenkes No 17 Tahun 2017 tentang Rencana Aksi Pengembangan Farmasi dan Alat Kesehatan telah mendorong penurunan impor bahan baku, serta meningkatkan investasi industri farmasi dan alat kesehatan senilai 88,92 triliun. Joint venture juga semakin meningkat, saat ini sudah terjain kemitraan antara industri local dengan 13 industri perusahaan dengan total investasi 4,4 triliun.
“untuk bahan baku ini saya sudah dapat laporannya, 15% kita sudah buat dalam negeri, Alhamdulillah. Terima kasih Kimia Farma, Hexa Medika dan untuk vaksin terima kasih Bio Farma,” ucap Menkes.
Kemenkes juga memanfaatkan strategi Regulatory Sand Box. Strategi tersebut dikembangkan dalam dunia fintek untuk memfasilitasi percepatan teknologi keuangan agar start-up berkembang sesuai dengan regulasi. Penerapan Regulatory Sand box dalam sektor farmasi dan alat kesehatan seperti simplifikasi persyaratan, percepatan waktu layanan dan pendampingan bagi industri start-up dan UMKM.
Karenanya, Kementerian Kesehatan terus berupaya melakukan simplifikasi perizinan untuk meningkatkan investasi, yaitu dengan menggunakan OSS (Online Single Submission). Keberadaan OSS tersebut, mampu memangkas proses perizinan sehingga lebih efisien dan efektif.
Industri Farmasi dan Alat Kesehatan Terus Tumbuh
Dalam 3 tahun terakhir, industri kesehatan dalam negeri tumbuh sebesar 81 industri atau naik sebesar 41,97%. Jumlah izin edar alkes dalam negeri naik signifikan, hingga tahun 2018 mencapai 5.157.
Industri farmalkes dalam negeri sekarang sudah mengekspor produknya ke berbagai negara seperti Angola, Somalia, Amerika, Jerman, Korea Selatan, Australia, Meksiko, Vietnam dll.
“Dari kalasan, melalui produk meja operasi sudah diekspor ke Jepang, New Zealand, Australia bahkan negara barat mau membeli meja operasi. Saya bangga sekali, barang kali,” imbuh Menkes.
Untuk mendorong ekspor serta investasi di Indonesia, Kemenkes melakukan MoU ke berbagai negara seperi Amerika Serikat, Korea Selatan, India, Iran, Turki, dan Belanda. Selain itu, Menkes mengajak elemen ABGC dan I untuk saling berkolaborasi dalam membangun kemandirian sediaan farmasi dan alat kesehatan dalam negeri.
Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi nomor hotline Halo Kemkes melalui nomor hotline 1500-567, SMS 081281562620, faksimili (021) 5223002, 52921669, dan alamat email kontak@kemkes.go.id.(Mus)
Kepala Biro Komunikasi dan
Pelayanan Masyarakat
drg. Widyawati, MKM