Kota Tangerang, 7 November 2019
Kementerian Kesehatan kembali melakukan pembinaan dan pengawasan teknis terhadap penyehat tradisional yang melanggar regulasi pada Kamis (7/11). Pembinaan kali ini dilakukan kepada Pengobatan Al Fashdu Yayasan Fattah Yasin di Kota Tangerang, Banten. Penyehat tradisional ini dinilai telah melakukan praktik yang tidak sesuai ketentuan dan standar yang berlaku.
Menurut dr. Ady Iswadi Thomas, MARS, Kepala Sub Direktorat Pelayanan Kesehatan Tradisional Empiris Kemenkes, tujuan kedatangan tim pengawasan penyehatan tradisional ingin menggali informasi secara lengkap dan jelas mengenai kegiatan pelayanan kesehatan tradisional dengan metode Al Fashdu di masyarakat.
“Pemerintah berkewajiban untuk memastikan bahwa setiap pengobatan tradisional yang saat ini banyak praktik di masyarakat terselenggara secara aman dan bermanfaat. Jangan sampai nanti masyarakat menggunakan jasa praktik penyehat tradisional yang secara manfaat dan keamanannya tidak jelas, sehingga bisa menimbulkan risiko bagi klien dan juga masyarakat,” tegas dr. Ady.
Jenis pelanggaran krusial yang dilakukan pada Pengobatan Al Fashdu Yayasan Fattah Yasin berupa adanya tindakan invasif (menyebabkan perlukaan pada tubuh) yang menggunakan peralatan kesehatan berupa jarum infus bahkan pisau bedah untuk melakukan penyayatan/perlukaan tubuh. Pelanggaran lainnya yakni pemilik dan penyehat tradisional tidak memiliki Surat Terdaftar Penyehat Tradisional (STPT) dan praktiknya belum memperoleh izin dari Dinas Kesehatan setempat. Izin yang dimilikinya berasal dari Kejaksaan Negeri dan Kemenkumham. Selain itu pengelolaan limbah medisnya, berupa darah dan jarum suntik, juga belum memenuhi standar.
Beberapa pelanggaran yang dilakukan oleh Pengobatan Al Fashdu Yayasan Fattah Yasin tersebut bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun 2014 tentang Pelayanan Kesehatan Tradisional dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 61 tahun 2016 tentang Pelayanan Kesehatan Empiris.
Metode Terapi Al Fashdu atau memotong urat atau totok darah dilakukan dengan cara memasukkan jarum infus ke dalam pembuluh darah (vena atau arteri) untuk mengeluarkan cairan darah seperti halnya melakukan donor darah. Dalam praktiknya, Al Fashdu juga melakukan penyayatan kulit (incisi) atau bedah minor serta penusukan pembuluh darah menggunakan jarum infus (invasif). Dengan metode ini, penyehat tersebut mengklaim dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit seperti stroke, kolesterol tinggi, asam urat dan sebagainya.
dr. Ady mengatakan, yang perlu disikapi dan diatur bahwa jenis pelayanan kesehatan tradisional empiris semacam ini sudah melebihi kewenangannya. Hal ini karena untuk tindakan penyayatan atau bedah hanya boleh dilakukan oleh tenaga kesehatan yang kompeten.
“Artinya praktik pelayanan kesehatan tradisional empiris yang dilakukan oleh penyehat tradisional harus dilakukan secara aman, memberikan manfaat dan tidak boleh melakukan tindakan invasif,” jelasnya.
Selanjutnya untuk menyikapi praktik penyehat tradisional Al Fashdu, Kementerian Kesehatan akan melakukan penelaahan dan pengkajian lebih lanjut dengan stakeholders terkait mengenai metode pengobatan Al Fashdu ini. Di samping metode dan layanan, bentuk pelanggaran yang masih dilakukan oleh penyehat tradisional Yayasan Fattah Yasin pada umumnya adalah beriklan di media massa. Penayangan iklan di media olehnya itu melanggar ketentuan Permenkes 1787 Tahun 2010. Pengaturan dan pengawasan iklan kesehatan terus dilakukan demi melindungi masyarakat dari informasi yang tidak lengkap dan menyesatkan serta risiko kerugian material.
Turut serta dalam bimbingan teknis tersebut, Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Camat Jatiuwung, Kepala Puskesmas Jatiuwung, serta perwakilan Dinas Kesehatan Kota Tangerang dan Dinas Kesehatan Propinsi Banten.
Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi nomor hotline Halo Kemkes melalui nomor hotline 1500-567, SMS 081281562620, faksimili (021) 5223002, 52921669, dan alamat email kontak@kemkes.go.id. (Tmy/AM).
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat
Drg. Widyawati, MKM
Selama pengobatan yg dilakukan itu baik dan memenuhi standar dan masyarakat puas, sy rasa itu tdk apa2, dan lagi pengobatan al fasdhu jauuuh lebih duluan di praktekkan oleh tabib/dokter masa lalu dari apa yg dikatakan skrg pengobatan modern, yg ujung2nya mesti keluarkan banyak uang untuk berobat.
setuju, dinkes juga harus bijak
Setuju..semua kembali ke masyarakat..pengobatan al fasdhu itu perkara iman..apalagi al fasdhu ini diterangkan di kitab zaadul maad karangan ibnu qoyim..termasuk thibbun nabawi
ngakak, alesannya blm ada izin.
padahal krna gk dpt setoran wkwkwkwk
kadang kita heran , blm ada yg komplin dan membahayakan, bahkan yg mati di tempat fasdu.. tapi maaf yg gagal ginjal, gara2 mkn obat kimia sintetik dan yg mati tiap hari di RS berapa orang,, tk pernh di masalah kn.. jadi sekarang coba fikir mana yg membahayakan kantong dan kesehatan masyarakat.
mafia Obat, sindikat bule. pengobatan itu sudah sejak jaman nenek moyang. FDA melegalkan setifikat produk2 penyebab kanker sanksi apa ? apa itu sehat ? atau situ sehat berpikir itu benar ? BS. mafia sertifikat juga
Puncak tidak ada kepercayaan kepada dokter dan atasannya (Kemenkes) adalah waktu korona19. Apa bukti empiris ada korona 19 sehingga dibedakan dengan penyakit2 lainnya sepeti batuk, demam ,dll yang sudah ada sebelumnya. Begitu juga dengan penelitian vaksin yang super cepat dan dampaknya sekarang. Apa bukti vaksin korona bisa menghilangkan korona19? Karena data yang digunakan cuma sertifikat. Setifitkat tanah dan rumah aja bisa dibuat apalagi sertifikat vaksin yg bekerja sama dengan penegak hukum yang sama dlama penguruusan setifitkat tanah, kendaraan,dll. Seolah2 saya merasa skeptis dengan dokter2 yang ada, mereka cuma hasil dogmatis dari satu aliran kedokteran sebagaimana pendidik kita, juga hasil satu dogma aliran. Yang meresahkan adalah aliran ini berjaya karena bisa menghasilkan uang dari rakyat bukan untuk menyehatkan dan mencerdaskan anak bangsa.