Menteri Kesehatan Nila Moeloek bersyukur atas terhindarnya jamaah haji dari MERS-Cov pada musim haji tahun 2015 ini. Sejak Kloter terakhir pulang tanggal 24 Oktober ditambah masa inkubasi 14-21 hari tidak ada jamaah haji yang tertular MERS-Cov.
“Alhamdulillah, tak ada jamaah haji yang tertular MERS-Cov. Hal ini menunjukkan kerjasama yang baik antar Kementerian Kesehatan, Kementerian Agama dan Kementerian Perhubungan”, ujar Menkes pada saat membuka Evaluasi Pelaksanaan Haji tahun 2015 di hotel Park Jakarta, Kamis (26/11). Turut Hadir dalam acara tersebut, Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umroh Kemenag Abdul Djamil.
Kementerian Kesehatan menaruh perhatian besar dalam mendukung kesiapan jamaah dalam melaksanakan ibadah haji. Hal ini buktikan dengan pemeriksaan kesehatan awal sejak seseorang dinyatakan menjadi jamaah haji. Pemeriksaan kesehatan sebagai langkah preventif mengatasi penyakit tahun 2015 telah mencapai 60 persen jamaah. Diharapkan pada tahun 2016 akan lebih besar lagi. Tahun ini jemaah yang meninggal meningkat karena ditambah dengan kecelakaan crane, masalah Mina dan akibat heat stroke.
Di samping itu, Menkes berkomitmen meningkatkan jumlah dan kualitas tenaga kesehatan yang bertugas karena beban kerja kesehatan selama kegiatan ibadah haji cukup berat. Penggunaan gelang merah, kuning dan hijau sebagai tanda keadaan kesehatan jemaah sangat membantu petugas kesehatan.
Jamaah Haji Resiko Tinggi
Tahun ini jamaah haji Indonesia berjumlah 156.332 jamaah terdiri dari 154.454 jamaah reguler dan 13.155 Jamaah Haji Khusus dan petugas kloter sebanyak 1.878 serta petugas PPIH sebanyak 809 orang. Berdasarkan jenis kelamin, 55 % adalah jamaah perempuan dan 45% laki – laki dengan usia daitas 50 tahun sebanyak 60%.
Lebih separuh jamaah haji Indonesia (60,9%) adalah jamaah dengan risiko tinggi (Risti). Meningkatnya jamaah Risti berdampak pada status kesehatan jamaah haji. Hal tersebut diperberat dengan pelaksanaan beragam aktivitas fisik ibadah seperti pelaksanaan thawaf, sa’i, wukuf di Arafah, mabit di Muzdalifah dan Mina, dengan kondisi suhu lingkungan diatas 50°C, serta lempar jumrah yang membutuhkan kondisi kesehatan prima.
Berdasarkan data Siskohatkes 2015, selama masa operasional di Arab Saudi terdapat 341.087 kunjungan jamaah berobat di petugas kesehatan kloter Tenaga Kesehatan Haji Indonesia (TKHI). Sedangkan jamaah yang memerlukan rawat inap di Balai Pengobatan Haji Indonesia (BPHI) dan Rumah Sakit Arab Saudi (RSAS) sebanyak 1.398 orang, dan menimbulkan dampak kematian sebanyak 630 orang. Tingginya angka kematian tahun ini juga dipengaruhi oleh musibah crane dan Mina.
“Proporsi kelompok Risti yang tinggi dan tingkat pendidikan yang rendah menjadi salah satu faktor pemicu tingginya angka kesakitan dan kematian jamaah haji di Arab Saudi. Hal ini menuntut adanya reformasi pada penyelenggaran kesehatan haji melalui antara lain optimalisasi pemeriksaan dan pembinaan kesehatan haji di Tanah Air”, ujar Menkes.
Menkes melanjutkan, pemeriksaan dan pembinaan kesehatan jamaah haji dimulai minimal 9 bulan sebelum keberangkatan ke Arab Saudi. Data jamaah yang sudah melakukan pemeriksaan kesehatan dientry ke Sistem Komputerisasi Haji Terpadu Kesehatan (Siskohatkes) dalam bentuk elektronik Buku Kesehatan Jamaah Haji (e-BKJH). Pembinaan dilakukan secara berkala dengan menggunakan Kartu Haji Sehat (Kartu JIHAT).
Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemkes melalui nomor hotline