Jakarta, 15 Juni 2017
Penetapan istithaah kesehatan haji bukan untuk menghambat calon jemaah berangkat ke Tanah Suci melaksanakan ibadah haji, tapi untuk menata jemaah haji agar dapat melaksanakan ibadah dengan sehat dan sesuai ketentuan.
Demikian ditegaskan Kepala Pusat Kesehatan Haji Kemenkes, Dr. dr. Eka Jusup Singka kepada salah satu peserta Panitia Penyelenggara Ibadah Haji, 15 Juni 2017 di Jakarta.
Menurutnya, istithaah ini ditetapkan karena banyaknya masukan dari para petugas haji sebagai upaya memperbaiki layanan jemaah haji. Memang, ketika masih ada di Indonesia, petugas mendapat desakan dari jemaah agar merekomendasikan jemaah haji untuk berangkat ke Tanah Suci, walaupun tidak memenuhi syarat istithaah.
“Anehnya, setelah sampai ke Tanah Suci, keluhanya berbeda. Ia mengatakan mengapa pasien yang menderita penyakit berat kok bisa lolos mendapat rekomendasi,” ujar Eka.
Berdasarkan Permenkes 15 tahun 2016 tentang Istithaah menjelaskan bahwa istithaah adalah kemampuan melaksanakan ibadah haji secara fisik, mental dan perbekalan.
Sedang istithaah kesehatan yakni kemampuan kesehatan jemaah haji secara kesehatan fisik dan mental dengan pemeriksaan kesehatan yang terukur.
Hasil pemeriksaan kesehatan menghasilkan empat kategori. Pertama, memenuhi syarat istithaah kesehatan. Kedua, memenuhi syarat istithaah kesehatan dengan pendampingan. Ketiga, tidak memenuhi syarat istithaah sementara dan. Keempat, tidak memenuhi syarat istithaah.
Bagi jemaah yang tidak memenuhi istithaah kesehatan tak boleh diberangkatkan ke Tanah Suci. “Alasanya sederhana, bahwa seseorang yang tidak mampu secara ekonomi dan perbekalan, Allah tak akan mewajibkannya. Cukup beribadah yang lain dan terus menerus bekerja,” tambah Eka.
Menurut Direktur Pelayanan Haji Dalam Negeri, Kemenag, Ahda Barori, bahwa penetapan istithaah kesehatan haji berada di Kabupaten /Kota, hal ini dilakukan agar jemaah haji dapat berangkat sesuai dengan Kloter yang telah ditetapkan.
Selain itu, pengecekan kehamilan dan pemberian vaksinasi meningitis paling lambat 2 minggu sebelum jemaah masuk asrama haji. Konsekuensinya, kartu vaksinasi meningitis menjadi persyaratan penerbitan surat perintah masuk asrama (SPMA).
“Setelah masuk asrama tak ada lagi pemberian vaksinasi. Sebab itu, kerjasama yang baik antara Kantor Kesehatan Pelabuhan, Dinkes Kemenkes dan Kemenag Kab/Kota harus sangat dibutuhkan,” ujar Ahda Barori.
Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat,Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemkes melalui nomor hotline (kode lokal) 1500-567,SMS 081281562620, faksimili (021) 5223002, 52921669, dan alamat email kontak@kemkes.go.id.
Kepala Biro Komunikasi dan
Pelayanan Masyarakat
drg. Oscar Primadi, MPH
NIP.196110201988031013