Jakarta, 14 November 2017
Apoteker perlu mengontrol pemberian obat kepada masyarakat baik di klinik, rumah sakit, maupun di apotek. Masalahnya, jika penggunaan antibiotik tidak dikontrol akan terjadi resistensi antibiotik yang secara klinis membahayakan tubuh manusia.
Antibiotik adalah obat yang digunakan untuk mencegah dan mengobati infeksi bakteri. Persoalannya, sampai saat ini masih ada penggunaan yang keliru terhadap antibiotik.
“Penggunaan antibiotik harus berdasarkan resep dokter. Resistensi antibiotik terjadi karena tidak patuh aturan pakai dan tanpa resep dokter,” kata Direktur Jenderal Farmasi dan Alat Kesehatan, Kemenkes, Maura Linda Sitanggang pada Konferensi Pers Pekan Kesadaran Antibiotik, di gedung Kemenkes, Selasa (14/11).
Resistensi antibiotik dipercepat oleh penggunaan antibiotik secara berlebihan atau tidak rasional, serta pencegahan dan pengendalian infeksi yang buruk. Resistensi antibiotik terjadi saat bakteri penyebab infeksi mengalami kekebalan dalam merespon antibiotik.
Menurut WHO (2015), bakteri yang mengalami kekebalan (bakteri resisten) yaitu kondisi dimana bakteri menjadi kebal terhadap antibiotik. Sehingga, antibiotik yang awalnya efektif untuk pengobatan infeksi menjadi tidak efektif lagi.
Selain berdampak secara klinis, berdampak pula secara ekonomi. Resistensi antibiotik menyebabkan biaya pengobatan lebih tinggi, dan meningkatkan angka kematian.
Data WHO menunjukkan angka kematian akibat bakteri resisten sampai tahun 2014 sekitar 700 ribu pertahun. Dengan cepatnya perkembangan dan penyebaran infeksi akibat bakteri resisten, pada tahun 2050 diperkirakan kematian akibat bakteri resisten lebih besar dibanding kematian akibat kanker.
Maura mengatakan estimasinya mencapai 10 juta jiwa pertahun dan total gross domestic product yang hilang sekitar 100 triliun dolar. Bila hal ini tidak segera diantisipasi, akan mengakibatkan dampak negatif pada kesehatan, ekonomi, ketahanan pangan dan pembangunan global, termasuk membebani keuangan negara.
“Apoteker sebagai tenaga kesehatan yang berwenang dalam pemberian obat, perlu mengontrol dengan baik penyerahan antibiotik di apotek maupun klinik dan rumah sakit. Masyarakat juga agar tidak menggunakan antibiotik tanpa diagnosa dokter terlebih dahulu,” ujar Maura.
Diharapkan apoteker dapat melakukan pemantauan dan evaluasi dari penggunaan antibiotik di fasilitas kesehatan dan masyarakat.
Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemkes melalui nomor hotline (kode lokal) 1500-567,SMS 081281562620, faksimili (021) 5223002, 52921669, dan alamat email kontak@kemkes.go.id.
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat
Oscar Primadi